Hukum Komisi Untuk Broker/Makelar Dalam Islam


Jika seseorang membawa seorang konsumen ke salah satu pabrik atau toko untuk membeli suatu barang. Lalu pemilik pabrik atau toko itu memberikan komisi atas konsumen yang dibawa. Apakah komisi yang diperoleh itu halal atau haram ? Jika pemilik pabrik itu memberikan tambahan uang dalam jumlah tertentu dari setiap item yang dibeli konsumen tersebut, dan orang tersebut (broker/makelar) mau menerima tambahan tersebut sebagai atas pembelian konsumen tersebut, apakah hal tersebut dibolehkan ? Dan jika hal itu tidak dibolehkan, lalu apakah komisi yang dibolehkan ? Mengenai hal ini, Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta menjawab :

Jika pihak pabrik atau pedagang memberi broker/makelar sejumlah uang atas setiap barang yang terjual melalui broker/makelar tersebut sebagai motivasi atas kerja keras yang telah dilakukan untuk mencari konsumen, maka uang tersebut tidak boleh ditambahkan pada harga barang, dan tidak pula hal tersebut memberi mudharat pada orang lain yang menjual barang tersebut, di mana pabrik atau pedagang itu menjual barang tersebut dengan harga seperti yang dijual oleh orang lain, maka hal itu boleh dan tidak dilarang.

Tetapi, jika uang yang diambil dari pihak pabrik atau toko dibebankan pada harga barang yang harus dibayar pembeli, maka tidak boleh mengambilnya, dan tidak boleh juga bagi penjual untuk melakukan hal tersebut. Sebab, pada perbuatan itu mengandung unsur yang mencelakakan pembeli dengan harus menambah uang pada harganya.

Sumber :

Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Fatwa Nomor 19912 dan Fatwa Nomor 19637. Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i

49 Komentar to “Hukum Komisi Untuk Broker/Makelar Dalam Islam”

  1. waah,… yang begituan sih copy paste di banyak buku agama. coba kasi contoh yang lbh jelas. komisinya agen asuransi halal ato haram ? Komisinya jual tiket pesawat ? komisinya sales mobil ? Banyak yang bingung tuh…

  2. alhamdulillah….

    copy paste yah… hmmm…. bisa jadi..
    kan sumbernya saya kasih tau…

    coba anda cermati lagi tulisan diatas. intinya insya Allah anda dapat.
    Kalo fee broker dibebankan ke harga jual, ini gak boleh.
    bukan kata saya tapi fatwanya Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta.

    fee broker asuransi ?
    menurut anda sendiri hukum asuransi itu sendiri gimana ? halal or haram ?

    fee jual tiket pesawat ?
    insya Allah sah-sah aja kalo tidak dibebankan ke harga jual tiket.

    fee sales mobil ?
    penjualan mobilnya kredit or cash? sedangkan menurut anda sendiri jual beli kredit itu boleh or gak?

  3. kalau saya dapet harga 900 dari suplier dan di luar harga 1000, trus saya jual dengan harga 1000 apa itu boleh???

    ini kan juga harga di naikkan dan di bebankan ke pembeli…..

  4. Alhamdulillah…

    Silahkan anda baca ulang perlahan-lahan postingan tentang komisi untuk broker ini.

    Yang tidak diperbolehkan adalah begini :
    Saya menjual aqua dengan harga 900,-. Tapi karena saya menjual kepada anda sebagai makelar/broker, maka saya harus membayar fee anda misalkan Rp 100,-. Karena adanya fee ini, lantas saya menaikkan harga jual kepada anda dengan harga Rp 1.000,-.
    Nah ini yang tidak diperbolehkan.

    Yang benar adalah, jika harga jual Rp 900,- dan saya harus membayar broker fee sebesar Rp 100,-, maka saya tetap harus menjual Rp 900,-. Lantas broker fee tersebut saya berlakukan sebagai biaya atau pengurang pendapatan.

    Jika maksud dari pertanyaan Saudara Imron diatas, maka tidak ada masalah dengan ini. Anda membeli dari supplier seharga Rp 900,- (harga pasar Rp 1000,-), akad sah, transaksi selesai.
    Selanjutnya jika anda mau jual Rp 1000 atau lebih itu hak anda.

    Tambahan Comment :
    Yang menjadi pertanyaan lanjutan adalah, apakah anda mendapat harga Rp 900 dari supplier, transaksinya sudah putus atau belum ? Maksudnya adalah :
    1. Apakah anda sudah membayar Rp 900 kepada supplier
    2. Atau supplier menitipkan barang kepada anda dengan harga Rp 900, kemudian anda menjualnya dengan harga Rp 1.000,-

    Kalau yang terjadi adalah point 1, maka tidak ada masalah. Anda bebas menjualnya dengan harga berapapun.
    Tetapi jika yang terjadi point 2, maka ini sama halnya anda menjadi broker/makelar.
    Dalam Islam, jika anda menjadi broker/makelar, maka barang bukanlah milik anda. Anda tidak ada hak untuk menjual harga lebih dari yang ditetapkan oleh supplier/pemilik barang.

    Sebagai contoh :
    Saya minta tolong kepada anda untuk menjualkan mobil saya seharga Rp 75 Juta. Maka anda hanya boleh menawarkan kepada pembeli-pembeli dengan harga yang saya tetapkan.
    Tetapi jika saya katakan, “Tolong jualkan mobil saya. Saya tetapkan harga Rp 75 Juta. Kalau anda bisa menjual lebih, lebihnya untuk anda”. Untuk kasus seperti ini (sepanjang yang saya ketahui dan saya pelajari), hukumnya halal.
    Atau bisa juga saya katakan, “Tolong jualkan mobil saya seharga Rp 75 Juta, 10%nya hak anda”. Ini pun sah, dengan artian Rp 7,5Juta menjadi milik anda.

  5. klu syamsyarah ‘ala syamsarah bagaimana hukumnya… sperti contoh gini. ada tiga komponen. a grosir b.person c.ruko penjualan. nah..si b. ngambil barang dari a trus di taruh di c. trus keuntungan dari c. di bagi dua dengan b. sedangkan b tidak membeli barang dari a. hanya ingin menjualkan saja. klu barang tidak laku.. dibalikin lagi ke a. gmana hukumnya.

    Abu Al Maira :

    Perjanjian si A dengan B bagaimana ?

    Selama keuntungan penjualan yang si B ambil diketahui dan diizinkan oleh si A, maka boleh2 saja. Yang tidak boleh adalah si B mengambil keuntungan diam2 dari si A. Silahkan baca komentar saya sebelumnya.

  6. Saya bekerja di perusahaan yang menggunakan jasa vendor dalam pengadaan barang. Harga yang perusahaan beli dari vendor lebih tinggi dari harga “umum” dipasar, namun setiap transaksi pasti diawali dengan penawaran dari vendor pd perusahaan, bila perusahaan setuju dengan harga yg ditawarkan, transaksi dilanjutkan. Dan saya mendapat komisi dari vendor untuk setiap pembelian, bila saya yg mengurus pesanan. Komisi ini tidak diketahui oleh pihak perusahaan. Apakah komisi yang saya peroleh halal?

    Abu Al Maira :

    Kalau saya melihat bahwa komisi yang anda terima adalah risywah. Dan risywah adalah HARAM dalam Islam…

    Allahu ‘alam

  7. Numpang comment. Menurut saya, antara penjualan aqua point 2 dengan penjualan mobil sama saja. Hanya beda bahasa saja. Bagi broker/makelar selisih harga adalah keuntungan. Dan biasanya sebelum barang penjual dilempar kepasar ada kesepakatan antara broker dengan penjual tentang aturan main. Jadi, kedua pihak sudah melakukan kesepakatan sebelumnya. Pilihan memang ada 2: 1) broker bisa menjual lebih atau; 2) broker hanya mendapat komisi.
    Jadi, jelas aturan main terbuka.

    Beda halnya kalau mencatut harga. Sebagai contoh, misalkan sebagai karyawan disebuah perusahaan bapak diminta boss untuk membeli satu set komputer. Agar memperoleh keuntungan bapak meningkatkan harganya. Jelas hal ini gak dibenarkan. Karena yang bapak lakukan merupakan bagian dari pekerjaan bapak sebagai karyawan di perusahaan tersebut.

    Tapi kalau broker beda. Profesinya memang menjadi perantara antara pembeli dan penjual. Dan kedua belah pihak (penjual dan pembeli), saya yakin sangat paham dengan aturan main dalam dunia broker.

  8. Bisa tolong diperjelas dimana letak haram nya..
    di vendor nya? diharga nya? ato karena perusahaan ga tau?
    Apa komisi yg saya terima tidak dapat dikategorikan “harta pemberian” karena sebelumnya tidak ada perjanjian dulu antara saya dan pihak vendor..

  9. sebagai tambahan, saya tidak pernah membedakan antara vendor yg suka ngasi saya komisi sama yg tidak. saya selalu melakukan transaksi dengan vendor yg memberikan penawaran harga paling murah.. tanpa melihat apa vendor tsb ngasi saya komisi ato pun tidak..

    Abu Al Maira :

    Coba anda baca disini :

    http://www.almanhaj.or.id/content/2283/slash/0

    http://dareliman.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=41&Itemid=53

    http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1801&bagian=0

    Mudah2an artikel2 tsb diatas sudah sangat lengkap untuk menjawab keraguan anda…

    Allahu ‘alam

  10. Saya mau tanya,
    1.komisi untuk broker atau makelar tanah setahu saya sudah ditetapkan sebesar 2% atau 3% kalau seperti ini hukumnya bagaimana?dan mohon penjelasan agar menjadi broker yang tidak bertentangan dengan hukum islam.

    Abu Al Maira :
    Yang menetapkan komisi 2%-3% itu siapa ? Si pemilik tanah atau si Broker. Kalau yang menetapkan si pemilik tanah, ya tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah si broker yang main ambil komisi sendiri atau istilahnya minta jatah. Tetapi sepanjang minta jatah itu terjadi sebelum akad pemakelaran atau terjadi kesepakatan antara pemilik tanah dengan broker untuk memberi komisi jika tanah laku terjual, ya sah-sah saja. Hanya saja broker tidak berhak menaikkan harga jual tanah yang telah ditetapkan oleh pemilik tanah.

    2.Saya menjualkan barang dari seorang produsen,harga dari produsen ex: Rp.10.000 dan harga jual konsumen Rp.15.000,tapi dipasaran harga barang sejenis lebih tinggi dan saya berinisiatif untuk menaikkan harga konsumen lbh besar lg Ex:Rp20rb.Bagaimana hukumnya?

    Sepanjang pemilik barang [yang menitipkan produknya] kepada anda memang mengizinkan anda untuk hal tersebut, ya sah-sah saja. Yang tidak boleh adalah anda mengambil keuntungan dari selisih harga tanpa sepengetahuan pemilik barang.

    3.Saya mengatakan kpd teman apabila ingin memesan produk X bs lewt saya,tp saya tdk memiliki prod tsb,hanya pemilik prod membolehkan saya untuk menawarkan produknya tanpa saya harus memiliki barang tsb,bgmn hukumnya?afwan begitu banyak,jazakumullah khoiran

    Kalau memang pemilik barang mengamanahkan anda untuk mempromosikan produknya, dan anda ditunjuk sebagai agen pemesanan [dimana mungkin anda akan mendapat komisi dari pemilik barang], ya sah-sah saja.
    Intinya dalam masalah perbrokeran, apapun harus diketahui oleh pemilik barang dan terjadi kesepakatan yang jelas antara makelar dengan pemilik barang.

    Ada baiknya tanyakan juga masalah ini kepada yang lain. Kalau ada pendapat yang berseberangan atau penambahan, silahkan. Agar bisa menjadi bahan koreksi dan rujukan bagi saya.

    Baarakallahu fiik…

  11. assalamu’alaikum wr.wb
    apa hukum islam mengenai bisnis di internet tentang mencari uang dengan jalan membeli ebooks + bonus2 sofware pencetus web tersebut dan mempelajarinya kemudian kita dituntut mengembangkan usaha tidak jauh seperti pencetus web tersebut… dan bonus2 sofware tersebut bisa sebagai pintu pembuka kita untuk member kita… terima kasih.

    Abu Al Maira :

    alaikum salam warahmatullah…

    Selama produknya tidak mengandung sesuatu yang haram, systemnya juga tidak melanggar aturan main syariat, dan segala sesuatunya jelas… Ya insya Allah sah-sah saja

    Allahu ‘alam

  12. Asalamualaikum wr wb

    Pak mohon penjelasannya, saya diminta mengikuti tender di sebuah instansi pemerintah sebagai pendamping (ikut tender namun dikondisikan supaya kalah) dan oleh calon pemenang tender saya akan diberi uang entah apapun namanya, apakah uang ini halal atau haram? mohon jawaban secepatnya

    Terimakasih

    Abu al Maira :

    Kalau saya melihatnya sebagai suatu persekongkolan…. Jika anda gak ikut sebagai pendamping yang “dikondisikan kalah”, mungkin akhir ceritanya juga akan beda….
    Dan saya melihat ini adalah suatu yang salah

    Allahu ‘alam

  13. Assalamu’alaikum…
    saya masih ada kebingungan tentang makelar. Bagaimana jika kasusnya adalah ada si A minta di carikan barang kepada B, yang kemudian B mencari barang di toko C. Dari toko C tidak ada perjanjian untuk menjualkan. Sehingga barang yang dijual C kepada B merupakan harga umum. Lalu bagaimana hukumnya? jika B menaikan harga. sedangkan barang masih di toko C. Terima kasih sebelumnya

    Abu al Maira :

    Alaikumussalam warahmatullah…
    Itu namanya si B tidak amanah, dan ini suatu kedustaan… Karena B bukanlah makelar dan B bukanlah penjual….

    Allahu ‘alam

  14. assalamualaikum,
    Bagaimana hukum broker utk para pekerja, contoh: si a inging mencari kerja dan b adalah broker dr suatu perusahaan , si b bisa memberikan pekerjaan itu dgn komisi yg sudah di tetapkan oleh broker, dan si a tidak keberatan dgn komisi yg di minta b, apakah hukumnya jika si a memberikan komisi ke si b, mohon penjelasannya

    Abu al Maira :
    Alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh.
    Maaf saya belum bisa menjawab

  15. Aslmkm Pa sya mau tanya,sya seorang biro jasa,membuka kredit tanah,a pemilk tanah setuju membrikn sya persen atas jasa mengelola tanah untk mengurs batas2 dan surat2x sampy kredit lunas,sedngkan kunsumen tdk mengetahui persen yng saya trima dri pemilkx,tp oke2 saja bagi mana pndpt bapa?

    Abu al Maira :

    Ini saya copaskan ulang fatwa dari Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta [dengan sedikit perubahan] :

    Jika pemilik tanah memberi broker/makelar sejumlah uang atas setiap barang yang terjual melalui broker/makelar tersebut sebagai motivasi atas kerja keras yang telah dilakukan untuk mencari konsumen, maka uang tersebut tidak boleh ditambahkan pada harga barang, dan tidak pula hal tersebut memberi mudharat pada orang lain yang menjual barang tersebut, di mana pemilik tanah itu menjual barang tersebut dengan harga seperti yang dijual oleh orang lain, maka hal itu boleh dan tidak dilarang.

    Tetapi, jika uang yang diambil dari pemilik tanah dibebankan pada harga barang yang harus dibayar pembeli, maka tidak boleh mengambilnya, dan tidak boleh juga bagi penjual/pemilik tanah untuk melakukan hal tersebut. Sebab, pada perbuatan itu mengandung unsur yang mencelakakan pembeli dengan harus menambah uang pada harganya.

  16. Setahu saya ada 2 model kebijakan harga dalam bisnis.
    1. Harga tetap (Biasanya memiliki kontrak jual beli)
    Contoh: Jualan Rokok, Jualan Tiket, Jualan Sepatu Nike Adidas, Jualan HP Resmi (Nokia, Siemen, dll), Jualan Motor resmi.

    2. Harga bebas (Biasanya tidak ada kontrak)
    Contoh: Jualan Kerupuk, Jualan Piring, Jualan Kayu, dll

    Yang berdosa adalah kalau melanggar kontrak / Perjanjian.

    Kalau Penjual mau jualan, mestinya menghitung:
    Biaya Pokok Produksi + Biaya Operasional + Biaya Pemasaran (Termasuk Biaya Makelar) + Pajak. Setelah dihitung, baru ditetapkan harga jual. Akhirnya juga mempertimbangkan harga pasar, krn klo kemahalen juga ga laku.
    😉
    Bagaimana pendapat Anda ?

    Abu al Maira :

    Hanya saja anda memasukkan fee untuk makelar/broker sebagai biaya pemasaran.
    Kalau mau dianalisa lebih lanjut, fee untuk broker baru terealisasi ketika transaksi penjualan dilakukan, jadi sifatnya variabel.

    Contoh simple, saya menjual rumah seharga 500juta. Saya gunakan jasa makelar, dimana si makelar akan menerima 1% dari harga yg terjadi. Jadi fee untuk makelar dikeluarkan setelah transaksi terjadi. Jika transaksi tidak terjadi, berarti si makelar tidak menerima apapun.
    Lain kasusnya jika saya menerapkan pembebanan fee untuk makelar ke dalam harga jual, ini yg dilarang seperti dimaksud dalam fatwa di atas.

    Lain halnya jika biaya pemasaran secara umum. Biaya ini sudah dibebankan kepada harga barang sebelum terjadi transaksi, dan sifatnya pun fixed.

  17. Untuk sebuah perusahaan yang kecil atau amatiran, itu bisa. Kalau untuk perusahaan besar itu sulit. Perusahaan besar harus membayar ini itu yang sifatnya pasti. Bahkan jaman sekarang banyak perusahaan yang lebih suka sewa mobil/truk/ac/computer karena secara accounting lebih mudah dihitung dan lebih pasti.

    Contoh Kasus:
    Misal saya punya Perusahaan HP. Karena UU Anti Monopoli, maka saya kerja sama dengan Distributor2 (Pihak 3).

    Distributor harus menjual dengan harga kesepakatan (harga yang sama untuk semua distributor di semua wilayah). Banyak perusahaan yang melakukan seperti ini, karena banyak faktor (jika dijelaskan panjang).

    Tentu saja kami harus menghitung semua beban biaya, hingga ditemukan harga jual resmi yang berlaku untuk seluruh wilayah.

    Contoh lain: Orang Jualan Premium, Solar Pertamina. Dari Pusat harganya sudah ditetapkan, fixed. Distributor resmi menjual dengan kesepakatan, tidak boleh seenaknya, bahkan diawasi.

    Dalam hal ini Para Distributor berperan sebagai Makelar. Jika Pom Bensin tutup, dia nggak menjual ya gak dapet duitnya.

    Makasih.
    😉

  18. Salam.
    Oh yah, yang Misalnya kasus di Adidas Pabrik/Toko. Orang yang bisa bawa orang beli di Adidas, bisa dapet Komisi. Adidas telah menghitung komisi bagi makelar2 mereka ke dalam harga jual Sepatu Adidas.

    Di Jogja banyak Art Shop menerapkan hal itu untuk jualan Silver, Lukisan, Gerabah, dll. Guide yang bisa bawa Turis datang, mereka dapet komisi. Harga jual dagangan mereka mahal (untuk kantong orang2 domestik) karena di situ udah ada biaya untuk makelar.

    Harga Jual = Biaya Pokok Produksi + Biaya Operasional + Biaya Pemasaran (Termasuk Biaya Makelar) + Pajak + laba.

    Jika biaya makelar nggak dihitung tetapi tetap memberi ke makelar, maka penjual harus mengorbankan biaya produksi atau biaya operasional atau nggak bayar pajak atau nggak dapet laba.

    Gimana nih? Mau ambilkan uang dari mana untuk Makelar ?
    Bentar lagi dia datang…
    😀

    Biasanya…
    Hukum Islam nggak akan salah,
    tapi kitanya yang kurang bener dalam memaknai.

    Gimana ?
    😉

  19. Aslkum, saya adalah penjual barang-barang umum, yang barangnya saya ambil dari agen besar. Saya jual ke perusahaan X, di perusahaan X dan beberapa perusahaan lain kalau mau dibeli biasanya setelah transaksi kita diminta memberikan uang (ada yang maksa, ada yang hanya berupa isyarat) bila tidak dituruti, tidak diberi order lagi, walau harga kita murah diantara yang lain. Menurut anda harus bagaimana saya ini, karena semua seperti itu. Mohon jawaban…

    Abu al Maira :

    Yang anda sebutkan di atas adalah suap/risywah. Hukumnya haram.

    Sebagian ulama mengecualikan bagi orang yang memberi suap/risywah.
    Jika suap/risywah terpaksa diberikan karena untuk mengambil hak/kepentingan kita yang ditahan oleh orang lain [orang yg akan diberikan suap], maka hukumnya boleh. Syarat ini pun cukup ketat.

    Misalnya kita terpaksa memberikan suap dalam rangka pengurusan dokumen import/dokumen2 lainnya yg ditahan oleh pihak tertentu. Dimana jika kita tidak memberikan suap/pelicin/risywah, maka dokumen2/hak2 kita tsb musykil bisa kita dapatkan.

    Namun, jika tidak ada keterpaksaan. Atau hanya sekedar melicinkan proses tender, pemasokan barang, mempercepat pengurusan KTP [soalnya kalo gak ada KTP kita masih dikasih resi], maka hukumnya haram. Karena hukum asal dari risywah/suap itu adalah haram.

    Kalau saran saya sih, ya cari customer lain saja lah pak…. Walaupun semua orang melakukannya, bukan berarti hal tsb jadi halal bukan…??

  20. Assalamu’alaikum wr. wb.

    Afwan mau tanya. Mohon penjelasannya dari ilustrasi berikut ini.

    A (investor) dikenalkan kepada B (pemilik usaha) oleh C (perantara). A kemudian melakukan investasi kepada B dengan perjanjian bagi hasil tiap tahunnya. Untuk itu B memberikan bagian persentase bagi hasil (komisi) kepada C. Selain itu C juga mendapatkan komisi dari A.

    Hal ini berlangsung tiap tahun, padahal yang melakukan pekerjaan seluruhnya adalah B. Halalkah komisi yang diterima C dari B maupun dari A?

    Mohon maaf apabila menjadi bingung. Jazakullah khair.

    Abu al Maira :

    Alaikumussalam warahmatullah

    Pada dasarnya dalam praktek mudharabah [bagi hasil], yg berhak mendapat bagian keuntungan adalah pemilik modal dan pengelola. Sedangkan jika mendapat kerugian maka yang menanggung kerugian adalah pemilik modal.

    Dalam kasus ini, saya tidak membicarakan masalah halal atau haram. Baiknya si C menerima komisi tetap saja. Misalnya dalam operasional usaha, dibukukan biaya komisi tetap buat si C.

    Jadi ketika keuntungan dibagi antara A dan B, maka si C tidak usah mendapat komisi lagi.

    Untuk jelasnya mengenai halal atau tidaknya komisi yg diterima si C selama ini, maaf saya tidak tahu. Baiknya anda menanyakan ulama yg kompeten di bidang ini.

    Allahu ‘alam

  21. Jangan membingungkan umat dengan bikin peraturan sendiri mas… Semua perniagaan itu halal kecuali upah perdukunan dan mahar babi… selama ada ijab kabul.. menjual, menjualkan, maupun membeli itu halal… mengambil untung besar, kecil itu halal, yang haram adalah mengurangi timbangan jadi perantara itu halal, asal penjual memperbolehkan dan tahu kalau perantaranya mengambil untung… sedang besarnya penjual tidak wajib tahu, pembeli juga tidak wajib tahu berapa keuntunganya… broker itu sama dengan perantara niaga… ambil barang dengan kepercayaan penjual… dan menjualnya kepada pembeli… ada ijab kabul… sampaian itu mempersulit diri… dan mengharamkan yang halal…

    Abu al Maira :

    Mungkin anda yang kebingungan sendiri mas….

    Dan dari semua komentar-komentar anda yang semuanya saya buang ke dalam trash kecuali yg ini, semakin menunjukkan bahwa anda seorang yang kebingungan dan semakin bingung dengan kebingunan anda sendiri…

    Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita

  22. (-)Pak tanah anda saya jualkan. harganya berapa ? (+) Seribu…
    (-)sembilan ratus ya pak… (+) ya nggak papa mas pokoknya cepet laku…
    dijual sama (+) seharga 1.500. itu halal mas. kenapa? karena penjualnya sudah tahu kalau brokernya ngambil untung. (besar untung itu penjual dan pembeli memang tidak wajib tahu, tapi disunahkan untuk tahu)

    kecuali:
    (-) tanahnya dijual berapa ?, (+) seribu… (-) saya jualkan ya pak? (-) ya, nanti kalau laku saya kasih persenan.

    kemudian (-) menjual 1100 tanpa bicara dengan penjual maka itu tidak halal, karena tidak memegang amanah.

    (-) pak ternyata saya bisa jual 1100 (+) ya sudah… yang 100 untuk saya / untuk kamu… (ada kesepakatan)

    itu halal…

    pada masa ini semua penjualan lewat broker itu telah diketahui kalau broker akan menaikan harga… selisih harga itu itu halal bagi broker, kecuali penjual memang sangat bodoh dan tidak tahu kalau broker itu menaikan harga… berarti broker tidak halal keuntunganya… (sial si broker… karena menjualkan barang milik orang bodoh)

    kalu anda tidak suka atau tidak mau barang anda dinaikan harganya oleh broker, maka jangan jual pakai broker. kalau anda rela maka syah dan halal bagi broker. gitu… anda pinter kan?

  23. Assalamu’alaikum wr.wb
    Boleh sarannya ? saya memiliki kakek di Jakarta yang meminta saya menjualkan tanahnya di Makassar. Saya kemudian dibuatkan Akta Kuasa Menjual yang dikeluarkan Notaris di Jakarta dan dikirimkan beserta Sertifikat Hak Milik. Sedianya Kakek saya menginginkan katakanlah senilai Rp. 100 juta, tetapi setelah mencoba menjual agak sulit diterima harganya oleh pembeli. Setelah berdiskusi dengan kakek saya, beliau putuskan untuk menjual Rp. 75 juta. Dan tidak pernah ada pernyataan beliau jika terjual lebih dari Rp. 75 juta, maka selisihnya akan menjadi milik saya. Lalu tanah itu sepakat dijual Rp. 80 juta. Yang jadi pertanyaan saya, apakah Rp. 5 juta selisih dari Rp. 75 juta itu otomatis menjadi milik saya, atau tidak ? Saya takut ini akan menjadi haram mengingat tidak pernah ada pernyataan selisih jika menjadi milik saya.
    Hal ini saya sampaikan ke salah satu om atau anak kakek saya … sebelum saya informasikan ke Kakek saya perihal jual beli ini.
    Juga tidak pernah ada pernyataan berapa fee yang saya terima, karena saya yang mewakili kakek saya melalui Akta Kuasa Menjual.
    Mohon petunjuknya

    Wassalam

    Abu al Maira :

    Alaikumussalaam warahmatullah….

    Pada dasarnya kakek anda minta tolong menjualkan tanahnya.
    Selama tidak ada perkataan langsung dari beliau bahwa anda mendapatkan fee sekian, atau jika ada lebih maka menjadi milik anda, maka semua hasil penjualan tanah adalah milik kakek anda.

  24. Ass ww wb..
    Mau tanya pak, apa hukumnya menerima fee atas pengurusan kredit pada perbankan.
    Misal: Pengusaha A hendak mengerjakan sebuah projek, dia kekurangan dana untuk melakukan pekerjaan tsb, slanjutnya A mencari pinjaman melalui B, B mengurus kredit tersebut, dan B mendapatkan fee dg terjadinya akad kredit tersebut.
    Tolong penjelasan dan dalil2nya..
    Terima kasih, Wassalamualaikum ww wb..

    Abu al Maira :

    “Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Ma`idah: 2).

    Dari ayat di atas kita sudah mengetahui bahwa haram hukumnya di dalam tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran syariat.
    Dengan melihat bahwa bisnis yang berbau riba adalah haram hukumnya, maka kita bisa menyimpulkan bagaimana jika kita menolong orang untuk mendapatkan pinjaman riba atau membantun orang untuk memberikan pinjaman dengan sistem riba.

    alaikumussalam warahmatullah

  25. Assalamualaikum wr. wb,
    pak mohon penjelasannya, jika ada proyek pembelian barang dan sdh dilakukan gn proses tender yg transparant, kemudian dipilih 1 supplier dgn hrg yg murah dgn spesifikasi yg dibutuhkan, kemudian supplier tsb memberikan komisi tetapi pemberian komisi ini tdk mengakibatkan naikknya harga yg ditawarkan kepada perusahaan, apakah kita diperbolehkan menerimanya pak ? terima kasih. Assalamualaikum

    Abu al Maira :

    Alaikumussalaam warahmatullah…

    Sesungguhnya beda antara risywah [suap] dan hadiah sangat lah tipis…. Walaupun mungkin seseorang memberikan hadiah dengan ikhlas sebagai ucapan terima kasih, hanya saja yang menjadi pertanyaan apakah seseorang tetap akan memberikan hadiah/komisi tanpa adanya kepentingan apapun di situ.

    Ringkasnya, budaya suap dengan dalih hadiah/komisi sudah merajalela di negeri ini… Lain halnya jika anda membantu tetangga sebelah yang sedang membersihkan kebunnya, lantas tetangga tersebut memberikan hadiah berupa makanan ataupun beberapa lembar uang.
    Coba anda bayangkan, apakah si supplier tetap akan memberikan hadiah/komisi seandainya dia tidak terpilih sebagai pemenang tender….???

    Saya tidak mengatakan si supplier menyuap anda, kalau anda memilih jalan selamat, maka tinggalkanlah komisi-komisi tersebut, saya melihatnya lebih kepada perkara yang meragukan / syubhat…

    Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas dan diantaranya ada hal-hal yang tidak jelas yang tiada kebanyakan manusia mengetahui. Maka siapa saja yang menjaga diri dari hal syubhat tersebut
    maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya dan barangsiapa yang jatuh dalam perkara syubhat maka dia jatuh kepada hal yang haram. Bak pengambala yang mengembala di sekitar daerah larangan Perlahan nisacaya ia akan memasukinya.
    Ketahuilah, setiap penguasa memiliki daerah terlarang Maka wilayah larangan Allah adalah yang diharamkan-Nya.
    Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging, apabila dia baik maka baiklah seluruh jasad dan apabila dia buruk maka buruklah seluruh jasad.
    Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati..”

    (Hadits, riwayat Bukhari & Muslim, dari Nu’man bin Basyir)

  26. Assalamualaikum wr. wb,
    Pak mohon penjelasannya, saya selama ini banyak berhubungan dengan vendor. kadang2 vendor suka mengajak makan atau minum untuk membicarakan mengenai detail produk. dan biasanya di traktir, ini bagaimana pak? juga ada vendor yang mengajak makan ramai2 teman2 sekantor. atau mengajak main gokart, bowling, biasanya dilakukan setelah proyeknya selesai. yang seperti ini gimana pak? mohon penjelasannya
    wassalam
    wassalam.

    Abu al Maira :

    Alaikumussalaam warahmatullah….

    Pada dasarnya hukum risywah [suap] itu adalah haram…. Terutama haram bagi yang menerima risywah.

    Suap-menyuap dalam Islam disebut juga ar-Risywah (الرِّشْوة), Ibnu Atsir dalam an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar mendefiniskan; ar-Risywah adalah usaha memenuhi hajat (kepentingannya) dengan membujuk.
    Risywah adalah pemberian apa saja (berupa uang atau yang lain) kepada pengurus suatu urusan agar menyelesaikan urusan si pemberi risywah dengan cara yang bathil.

    masayarakat menganggap risywah itu sebagai hadiah atau tanda terima kasih, atau sebagai uang jasa atas bantuan yang telah diberikan seseorang, sehingga mereka tidak merasakan hal itu sebagai sebuah kesalahan atau pelangaran apalagi kejahatan.

    Dalam kitab Raudhatuth Thalibin dijelaskan bahwa Imam asy-Syafi’i menyebutkan kebajikan murni ada tiga macam, yaitu hibah, hadiah dan shadaqah tathawu’.
    Kalau kebajikan harta bertujuan untuk menghormati dan memuliakan seseorang dan harta itu harta bergerak disebut dengan hadiah. Dan kalau yang diberikan itu harta tidak bergerak (tetap) disebut hibah. Akan tetapi kalau kebajikan harta itu bertujuan untuk pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah dan mengharapkan pahala akhirat disebut dengan shadaqah. Secara umum hadiah dan shadaqah dapat kategorikan sebagai hibah, namun hibah berbeda dengan hadiah dan shadaqah.

    Selanjutnya dapat didefinisikan bahwa hadiah adalah pemberian harta bergerak kepada orang lain dengan tujuan untuk menghormati (ikram), memuliakan (ta’zhim), mengasihi (tawaddud) dan mencintainya (tahabbub). Dalam hal ini bisa saja pemberian itu ditujukan untuk hal-hal yang dilarang syara’ (haram), inilah yang kemudian disebut risywah.

    Sekarang untuk kasus anda, jika hal ini anda yakini hanya sebagai hadiah secara murni dimana pihak supplier tanpa embel2 memang biasa memberikan hadiah/traktiran kepada anda [baik perusahaan anda banyak/sedikit/tidak sama sekali mengambil produk dari mereka] maka sah-sah saja [hanya untuk zaman sekarang rasanya sangat kecil sekali kemungkinannya].
    Adapun jika anda merasa ragu atas hal-hal semacam ini, maka sebaiknya anda tinggalkan. Perkara yang syubhat lebih dekat kepada perkara yang haram. Toh untuk sekedar menjelaskan produk, bisa saja dilakukan secara langsung di kantor, melalui email, telepon atau media lainnya. Adapun untuk sekedar traktiran bisa dilakukan tanpa sama sekali menyinggung urusan pekerjaan.

    Imam Bukhari dalam Bab Siapa saja yang tidak menerima hadiah karena pekerjaan, Dalam bab tersebut, Imam Bukhari menukil perkataan ‘Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu ‘anhu, “Pada zaman Rasulullah pemberian itu dinamakan Hadiah, maka zaman sekarang ini dinamakan risywah (suap)”. [Shahih Bukhari].

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara-perkara samar (syubhat/tidak jelas halal haramnya) yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Maka siapa yang berhati-hati dari perkara samar (syubhat) ini bearti ia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Dan siapa yang jatuh dalam perkara syubhat berarti ia jatuh dalam keharaman, seperti seorang penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar daerah larangan, hampir-hampir ia melanggar daerah larangan tersebut. Ketahuilah, setiap raja memiliki daerah larangan, sedangkan daerah larangan Allah adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging, apabila dia baik maka baiklah seluruh jasad, dan apabila dia buruk maka buruklah seluruh jasad. Ketahuilah, dia adalah hati “ (HR. Bukhari no. 52, 2051 dan Muslim 1599 dari shahabat An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu)

  27. Saya udah ada kesepakatan antara beberapa supplier untuk toko online saya.
    1. Ada supplier yang memberikan harga bersih, jadi harga jual ke pasaran terserah saya.

    2. Ada supplier yang memberikan harga jual untuk pasaran,nanti dikasi fee berupa rupiah atau %.

    Bagaimana menurun bpak nih?
    Saya mau mulai merintis usaha ini sebaik mungkin biar barokah. Makanya sambil cari info.

    3. Oia kalau sistem dropship kan pembeli bayar dulu ke saya trus setelah dipotong laba baru saya teruskan ke supplier. Dari supplier kirim barangnya.

    Itu gimana?

    4. Hukum jual beli kan harus akad dulu. Nah kalo sistem dropship kan seolah2 saya menjual barang sendiri atas ijin yang punya barang. Jadi gimana cara ijab kobulnya yang baik?
    Saya memilih ijab kobul lewat telpon/sms kepada pembeli lalu kirim surat ke alamat pembeli biar lebih yakin.

    Menurut bapak?

    Abu al maira :

    1. Selama ada kesepakatan antara anda dengan supplier dimana status anda adalah sebagai makelar/broker. Dimana anda hanya membantu menjualkan, sedangkan barang pada prinsipnya adalah milik supplier bukan milik anda. Jadi jika terjadi komplain atas barang, maka komplain dilakukan kepada supplier anda sebagai pemilik barang.

    2. Selama ada kesepakatan antara anda dengan supplier dimana status anda adalah sebagai makelar/broker. Dimana anda hanya membantu menjualkan, sedangkan barang pada prinsipnya adalah milik supplier bukan milik anda. Jadi jika terjadi komplain atas barang, maka komplain dilakukan kepada supplier anda sebagai pemilik barang.

    3. Selama ada kesepakatan antara anda dengan supplier dimana status anda adalah sebagai makelar/broker. Dimana anda hanya membantu menjualkan, sedangkan barang pada prinsipnya adalah milik supplier bukan milik anda. Jadi jika terjadi komplain atas barang, maka komplain dilakukan kepada supplier anda sebagai pemilik barang.

    4. Ijab qabul dalam transaksi tidaklah harus dilakukan dan berhadapan secara langsung pak…. Jika anda diberikan hak perwakilan [mewakili si pemiliki barang] maka ijab qabul bisa dilakukan oleh anda baik secara langsung ataupun melalui sms atau semacamnya.

  28. Mohon pak sy butuh masukannya.., kemarin sy menjual mobil via makelar(kbtln dia sepupu sy), sy minta tolong pd sepupu sy untuk menjualkan mobil yg sy punya, pd kesepakatan awal sy cuma bilang “tolong jualkan mobil sy, kalau bisa harga dipertahankan 200Jt, si pembeli sepakat dgn harga 195jt, tp sepupu sy bilang, klu mobil itu di tawar 185jt, dgn alasan si pembeli cuma berani membayar dgn harga 185jt, padahal si pembeli sdh berani membayar 195jt.., tanpa sepengetahuan sy dia menjual dgn harga 195jt,pdhl pd awal kesepakatan tidak pernah ada pernyataan berapa fee yang saya akan berikan pd sepupu sy, mohon masukannya yach pak..

    Abu al Maira :

    Ya kalau anda yakin dan punya cukup bukti kalau dia tidak amanah, maka anda berhak untuk meminta dia mengembalikan kelebihan uang tersebut.

  29. Assalamualaikum
    Teman saya memiliki koneksi ke perwakilan produsen di propinsi, dia menawarkan kepada saya memakai produk bahan bangunan tsb dgn harga yg bisa saya sesuaikan. Secara skema seperti ini:
    – Teman saya (merangkap pemborong) mendapat harga jual dari produsen misal 500rb, dia dapat fee dari itu, bila menjual lebih misal 510rb maka lebihannya jg utk dia (setahu saya dia dibolehkan begitu).
    – Saya sebagai arsitek ditawari memakai produk tsb karena saya memiliki relasi dan berhubungan langsung dengan owner. Saya dibolehkan untuk menaikkan harga dari harga jual dari produsen/ darinya, semisal saya menawarkan 520rb.
    – Kerjasama produsen dgn teman saya bersifat putus, jadi bila dapat proyek br mengambil dari produsen tsb.

    1.Pertanyaan saya bolehkah hal tersebut, mengingat secara skema saya dapat disebut sebagai makelar kedua, saya tidak berhubungan langsung dengan produsen tp cuma dengan teman saya?
    2. Jika seorang pemborong misal untuk plafond biasanya 70 rb/m bertemu pelaksana, kemudian pelaksana menawarkan ke owner 75 rb/m, apakah ini diperbolehkan?


    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    1. Boleh asalkan mendapat izin dari produsen….
    2. Ini mark up namanya…. Tidak boleh

    • 1. Untuk yg nmr 2, bagaimana bila si pelaksana ada kesepakatan dengan pemborong jadi si pelaksana juga bertindak sebagai makelar?
      2. Saya juga ingin bertanya bila pemborong mengajukan misal plafond 80 rb/m dan owner setuju. Bila perhitungannya biaya tenaga dan bahan 68 rb/m jadi untung 12 rb/m, bila pada saat pelaksanaan ketemu bahan yang lebih murah jadi 65 rb/m. Apakah selisih 3 rb tersebut bisa langsung masuk keuntungan?
      3. Tugas pemborong umumnya mencari proyek, menego dan mengawasi. Pemborong biasanya juga tidak memiliki barang jadi mirip jual jasa & tenaga. Saat pembayaran biasanya bisa tunai pada awal maupun dengan sistem termin. Bolehkah transaksi seperti ini?

  30. assalamu’alaikum wr wb

    akh, mau tanya klo hukum dropship gmn? misal kita sbg penjual (A), lalu ada org yang memesan produk kpd kita (B) & meminta produk itu dikirimkan langsung pd konsumennya (C) yg ada di luar kota. jd barang berpindah tangan langsung dari A ke C, tanpa melalui B. misal hrg dr si A kpd B adalah 1000 , lalu B menjual kpd C 1500. tetapi di pasaran umum A jg menjual dgn hrg 1500. bagaimana hukumnya? karena ana msh ragu dgn sistem dropship ini

    jazakumullah khairan katsir

    Abu al maira :

    Kalau ada kesepakatan makelar antara A dan B, maka sah2 saja… Dan biasanya dalam perdagangan online, sistem dropship atau cross-selling itu sudah sangat dikenal sebagai nama lain dari sistem broker/makelar…

    Tapi kalau antara A dan B tidak ada kesepakatan dropship/makelar, maka tidak boleh

  31. Assalamu’alaikum wr. wb.

    Akh, mau tanya kalo kita membeli sebuah rumah dari A dengan kesepakatan harga 100jt. Kemudian kita jual kepada B dengan harga 125jt dan kita katakan pada A bahwa jika terjadi akad maka kelebihan 25jt menjadi milik kita. Bagaimana hukumnya?

    Jazakumulloh khairon katsir

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    Anda harus dapat persetujuan dari si A untuk mengambil keuntungan dan anda harus mengkonfirmasikan kepada si B bahwa rumah yg dijual tsb adalah milik si A dan anda adalah makelar si A. Karena rumah tsb bukanlah milik anda.

  32. ko malah jd membingungkan ya .. yg saya tau cm dalil :

    “Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu” [HR Tirmidzi]

    artinya broker kan tetep g boleh tad, kl ustad blg ada akad / perjanjian antara penjual n broker trus broker boleh menjualkan n menaikkan harga, bagaimana posisi hadist diatas???..syukron katsiiron

    Abu al Maira :

    Kalau broker/makelar, maka dia harus memiliki perjanjian dengan pemilik barang. Misal saya pemilik showroom mobil, lantas anda datang kepada saya dan ingin menjadi broker. Lalu kita buat perjanjian. Dan pada dasarnya barang adalah milik saya, jika ada pembeli yang komplain maka dia datang kepada saya bukan kepada anda.

    Yang dimaksud dengan menjual barang yang tidak dimiliki adalah anda tidak memiliki barang sama sekali dan anda tidak ada perjanjian broker dengan siapapun. Lantas kemudian anda menawarkan barang dengan harga sekian, padahal anda tidak memiliki barang tersebut.
    Contohnya…. Anda tau barang2 tas KW di mangga dua dengan harga 100ribu. Lantas anda foto2 barang2 tsb, anda buat brosur dan anda pasarkan. Anda jual dengan harga 200ribu misalnya, padahal anda tidak memiliki barang tsb dan anda tidak ada perjanjian dengan pihak toko.
    Maka inilah yg dikatakan bahwa anda menjual barang yang tidak anda miliki.

    Faedah dari larangan ini adalah, untuk menghindari kerugian yang akan ditanggung oleh pembeli maupun penjual.

  33. Dari keterangan anda di atas jika si broker menaikkan harga dengan izin atau sepengetahuan si penjual (baik harga diserahkan kepada broker atau ditentukan oleh pemilik barang), tanpa sepengetahuan pembeli maka ini dibolehkan.
    Tapi pada bagian fatwa tersebut “maka uang tersebut tidak boleh ditambahkan pada harga barang, dan tidak pula hal tersebut memberi mudharat pada orang lain yang menjual barang tersebut, di mana pabrik atau pedagang itu menjual barang tersebut dengan harga seperti yang dijual oleh orang lain”
    Bukankah ini berarti biarpun ada kesepakatan dengan penjual, maka harga tidak boleh dinaikkan kecuali si pembeli juga tahu? Jadi bila kita berposisi sebagai agen/makelar/dropshipper maka pembeli harus diberitahu fee kita dari harga asli. Berbeda dengan umumnya yg terjadi saat ini dimana pembeli tidak tahu selisih yg kita ambil?

    Abu al Maira :

    Ada sebagian ulama yang melarang komisi untuk broker dibebankan kepada harga jual. Sedangkan sebagian ulama lagi membolehkannya. Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini…

    Yang disepakati ketidakbolehannya adalah jika broker menaikkan harga tanpa izin dari pemilik barang.

  34. Assalamu’alaikum. Mau tanya, ada A menawarkan produk milik B kepada C. Kemudian terjadi transaksi antara B dan C. Namun sebelumnya si A mengatakan klu terjadi transaksi dia minta fee. Bolehkah ini? lalu fee itu boleh untuk transaksi pertama saja atau setiap transaksi (sampai kapanpun)? Mohon penjelasannya. Syukron katsiron

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam….

    Sah-sah saja jika si A meminta uang lelah/fee kepada si B, asalkan si B bersedia. Dan sah-sah saja jika si B memberikan fee kepada si A. Namun ulama berbeda pendapat apakah fee tersebut boleh dibebankan kepada harga jual barang atau tidak.

    Mengenai kelangsungan fee, tergantung kesepakatan antara si A dan si B

  35. Pa ,mohon penjelasannya
    di zaman sekarang kan cari pekerjaan itu susah,apalagi u/ masuk ke perusahaan ternama. Terkadang bnyk syarat yg harus terpenuhi selain surat lamaran.
    Seperti bawa uang sebesar 2jt supaya bs masuk,bknkah itu menyuap kan?nah sedangkan perusahaan tdk tau hal tsb.berarti haram ya??

    Abu al Maira :

    Anda sudah pernah melamar pekerjaan ….?

    Saya sudah 3x bekerja di perusahaan mulai dari BUMN sampai perusahaan asing, tidak ada satupun uang saya yang keluar sepeserpun untuk suap sana-sini…

    • Ya tepatnya di daerah Tangerang
      kawasan industri garmen,utk bs masuk karna dibawa orang dalem harus byr sekian juta..
      Tp kalo melamar tanpa dibw org dalem ga pake duit sogokan.jd hukumnya gmn?

  36. apa hukumnya kalo kita memberikan modal usaha kepada orang, tapi ternyata ushanya adalah menjual uang (rentenir).
    dan kita diberikan fee untuk modal yang kita tanamkan

    Abu al Maira :

    Haram

  37. Dalam proses jual beli barang untuk sebuah proyek, terjadilah tender. Pemenang tender, akan dijadikan vendor. Ada proses jual beli antara si vendor (menawarkan barang) dan buyer (pembeli barang). Si buyer membeli barang ke vendor sesuai dengan kebutuhan atau spesifikasi yang dibutuhkan perusahaan dan dibeli dengan harga yg masih masuk range. Bila perlu barang bagus dan harga tdk terlalu mahal. Setelah barang ditemukan, barang tersebut di beli.
    Proses jual beli telah selesai. Namun, ternyata si vendor itu memberikan sejumlah uang. Setelah proses A-Z telah selesai.
    Nah, yang saya ingin tanyakan, Uang yang diberikan oleh vendor itu apakah yg namanya komisi? halal kah jika uang tersebut diterima? Padahal si buyer tdk pernah meminta. Bahkan, si buyer tidak pernah mau diajak dinner atw kompromi selama proses jual beli belum selesai.

  38. Assalamualaikum
    Ustadz apakah menjual barang KW atau tiruan atau product aspal seperti jersey bola merk terkenal atau tas kw, yg mana kita tdk mengetahui apakah pabrik yg buat dpt iszin atau tidak dari pemegang merk? Apakah keuntungan nya halal? Karena boleh jadi hal ini merugikan pemegang merk dari barang tersebut, contoh jersey asli 600rb, yg kita jual jersey kw hanya 110rb.

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    Jika pemilik merk melarang adanya pemalsuan merk produk, maka kita tidak boleh memalsukannya walaupun konsumen mengetahui barang yang kita jual adalah barang tiruan

    • Jazakullah khair,

      ada pertanyaan lagi ustadz,
      1. bagaimana bila kita berdagang jeans wanita/remaja yg model nya banyakmdipakai remaja pada saat ini (model ketat) dan ada juga yg memakainya pake jilbab, apakah hasil dagangan nya halal? Karena kita sdh menyebarkan atau meramaikan pakaian yg tidak syar’i

      2. Saya bedagang batik, dan dibuat pada saat masih jahiliyah dimana batik yg dibuat dan dijual ada lukisan mahluk seperti burung, ikan, dll. Apa yg harus saya lakukan terhadap barang dagangan tersebut? Dan juga sebagian ada yg dipakai (walau saat ini sdh tidak dipakai lagi) tapi masih di simpan, apa hrs dibakar, dibuang, dijual atau dikasihkan ke orang lain?

  39. ustadz, mo nanya.. ada orang datang menyediakan modal untuk usaha saya. tapi mereka minta komisi tetap perbulannya. sedangkan risiko minta dibebaskan. sandainya saya menyanggupi dan mereka sepakat, apa hukumnya ustadz?

    Abu al Maira :

    Itu riba… Hakikatnya mereka meminjamkan uang/modal, bukan menyediakan/investasi modal…

    Kalau investasi modal, maka si pemilik modal harus siap menerima resiko usaha, termasuk didalamnya rugi

  40. Asslm.

    Ada dua kasus dan dua pertanyaan.

    1. Ada teman yang bekerja di bagian HRD, meminta dicarikan pekerja/orang yang mau bekerja di perusahaan tempat teman bekerja. Setiap orang yang dicarikan oleh saya (entah diterima atau tidak bekerja di perusahaan tersebut), saya diberi komisi sejumlah tertentu uang oleh teman saya tersebut mewakili perusahaannya (bukan diberi oleh calon pekerja), misal Rp 50.000 setiap orang yang dibawa.

    Apakah komisi tersebut halal? Jika tidak, bagaimana sebaiknya?

    2. Saya berencana membuka les privat/bimbingan belajar. Saya menentukan biaya setiap pertemuan, misal Rp 60.000. Kemudian saya merekrut pengajar, dan memberikan upah mengajar, misal Rp 40.000 tanpa pengajar tau kalau biaya total setiap pertemuan Rp 60.000. Pembayaran biaya les privat/bimbingan belajar dilakukan di awal sebelum proses belajar mengajar dilakukan (biaya sudah dibayarkan sedangkan jasa mengajar belum diberikan).

    Apakah hal tersebut diperbolehkan? Jika tidak boleh, bagaimana sebaiknya?

    Tidak ada masalah….

  41. اسلام اليكم ورحمتلله وبركته
    Ana punya problem begini ustadz…ana di minta tolong perusahaan untuk mencari supplier rental alat…kemudian ana carikan dan dapat harga dibawah harga pasar, tapi pemilik alat memberitahukan pada ana, klu ana pingin dpt fee, ana bisa menyebut nilai tambahan dan kemudian ditambahkan oleh pemilik alat (supllier) ke harga penawaran…
    Pertanyaannya apakah fee model begini dihalalkan atau diharamkan ?

    ‘alaikumussalaam warahmatullah wabarakaatuh…
    Anda ditugaskan oleh perusahaan untuk mencari alat yang murah, bukan untuk mengambil keuntungan…. Jadi anda tidak boleh mengambil keuntungan sedikitpun…

  42. Assalamualaikum Wr Wb
    Salam Hormat
    saya ingin bertanya. andaikan ada si A bekerja di suatu perusahaan. Pihak perusahaan selalu menyuruh si A untuk memesan barang keperluan kegiatan Perusahaan.

    kemudian. si A memesan dan membeli barang tersebut ke si B dengan harga misal Rp 15.000., ternyata harga barang tersebut yang ada di pasaran bervarian, ada yang Rp 12.500, Rp 16.000, hingga Rp 20.000.

    Si A berkeinginan memperoleh penghasilan tambahan. sehingga si A selalu memesan dan membeli barang tersebut di si B dengan harga Rp 15.000 karena murah daripada yang lain. dan si A membuat nota bukti pembelian ke pihak perusahaan dengan harga Rp. 20.000.

    dengan kata lain ada keuntungan Rp 5000 bagi si A.

    (Ingat!!!!!! pihak perusahaan tidak mengetahui apa yang dilakukan si A. pihak perusahaan hanya mengetahui bahwa barang tersebut memang wajar jika harganya katakanlah Rp 20.000 karena itu adalah harga umum dipasaran).

    Bagaimana hukum uang Rp 5.000 yang diambil oleh si A….
    tolong penjelasannya. terimakasih semoga manfaat

    ‘Alaykumussalaam…

    Haram hukumnya,,, karena si A telah melakukan manipulasi dan tidak amanah

  43. ass..
    mohon masukannya ustad..
    saya punya perusahaan alat kesehatan..
    datang seorang pekerja bilang rumah sakitnya perlu alat dari saya dan menanyakan harga..
    setelah saya beritahu harganya dia bilang terlalu murah lalu saya diminta untuk menaikkan 2x lipat
    dan dia minta sebagian dari kenaikannya..
    alat saya memang baru dan blm ada harga yang baku untuk nilainya.. alat kompetitor yang mirip lbih mahal 5x lipat dari punya saya.. jadi walau di kali 2 harganya masih lbh murah..
    bagaimana hukumnya tentang hal ini ustad??
    mohon masukannya..

    Abu al Maira :

    Haram… ada kolusi di dalamnya…

Tinggalkan komentar