Tiga Golongan Manusia


 

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan idzin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. [Fâthir/35:32]

Allah Azza wa Jalla mengklasifikasi orang-orang yang menerima Al-Qur`ân, yaitu kaum muslimin menjadi tiga macam. Golongan pertama disebut zhâlim linafsihi. Golongan kedua disebut muqtashid. Jenis terakhir bergelar sâbiqun bil-khairât. Berikut penjelasan singkatnya.

Golongan Pertama: ظَالِمٌ لِنَفْسِه (zhâlim linafsihi).
Makna zhâlim linafsihi merupakan sebutan bagi orang-orang muslim yang berbuat taqshîr (kurang beramal) dalam sebagian kewajiban, ditambah dengan tindakan beberapa pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan, termasuk dosa-dosa besar.[4] Atau dengan kata lain, orang yang taat kepada Allah Azza wa Jalla , akan tetapi ia juga berbuat maksiat kepada-Nya. Karakter golongan ini tertuang dalam firman Allah Azza wa Jalla berikut:

وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur-baurkan perkerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [at-Taubah/9: 102].

Golongan Kedua: الْمُقْتَصِدُ (al-muqtashid).
Orang-orang yang termasuk dalam istilah ini, ialah mereka yang taat kepada Allah Azza wa Jalla tanpa melakukan kemaksiatan, namun tidak menjalankan ibadah-ibadah sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla . Juga diperuntukkan bagi orang yang telah mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan saja. Tidak lebih dari itu. Atau dalam pengertian lain, orang-orang yang telah mengerjakan kewajiban-kewajiban, meninggalkan perbuatan haram, namun diselingi dengan meninggalkan sejumlah amalan sunnah dan melakukan perkara yang makruh.

Golongan Ketiga: سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ (sâbiqun bil-khairât).
Kelompok ini berciri menjalankan kewajiban-kewajiban dari Allah Azza wa Jalla dan menjauhi muharramât (larangan-larangan). Selain itu, keistimewaan yang tidak lepas dari mereka adalah kemauan untuk menjalankan amalan-amalan ketaatan yang bukan wajib untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah Azza wa Jalla. Atau mereka adalah orang-orang yang mengerjakan kewajiban-kewajiban, amalan-amalan sunnah lagi menjauhi dosad-dosa besar dan kecil.

Imam al-Qurthubi rahimahullah mengetengahkan sekian banyak pendapat ulama berkaitan dengan sifat-sifat tiga golongan di atas. Sehingga bisa dijadikan sebagai cermin dan bahan muhasabah (introspeksi diri) bagi seorang muslim dalam kehidupan sehari-harinya; apakah ia termasuk dalam golongan pertama (paling rendah), tengah-tengah, atau menempati posisi yang terbaik dalam setiap sikap, perkataan dan tindakan.

JANJI BAIK DARI ALLAH AZZA WA JALLA KEPADA TIGA GOLONGAN ITU
Kemudian Allah Azza wa Jalla menjelaskan bahwa Dia Azza wa Jalla menjanjikan Jannatun-Na’im terhadap tiga golongan itu, dan Allah Azza wa Jalla tidak memungkiri janji-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا ۖ وَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ

(Bagi mereka) surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, dan dengan mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutera. [Fâthir/35:33]

Janji Allah Azza wa Jalla berupa Jannatun-Na’iim kepada semua golongan tersebut, digapai pertama kali – berdasarkan urutan pada ayat – oleh zhâlim linafsih. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayat ini termasuk arjâ âyâtil-Qur`ân. Yaitu ayat Al-Qur`ân yang sangat membekaskan sikap optimisme umat yang sangat kuat. Tidak ada satu pun seorang muslim yang keluar dari tiga klasifikasi di atas. Sehingga ayat ini dapat dijadikan sebagai dasar argumentasi bahwa pelaku dosa besar tidak kekal abadi di neraka. Pasalnya, golongan orang kafir dan balasan bagi mereka, secara khusus telah dibicarakan pada ayat-ayat setelahnya [Fâthir/35 ayat 36-37].

Syaikh’Abdul-Muhsin al-Abbâd hafizhahullah berkata tentang ayat di atas: “Allah Azza wa Jalla mengabarkan tentang besarnya kemurahan dan kenikmatan dengan memilih siapa saja yang Dia kehendaki untuk masuk Islam dengan mencakup tiga golongan secara keseluruhan. Setiap orang yang telah memperoleh hidayah Islam dari Allah Azza wa Jalla , maka tempat kembalinya adalah jannah, kendati golongan pertama akan mengalami siksa atas perbuatan kezhaliman yang dilakukan terhadap dirinya sendiri”.[Kutub wa Rasâ`il, Min Kunûzil-Qur`anil-Karîm]

Hal ini sangat berbeda dengan kondisi Ahlul Kitab. Mereka hanya terbagi menjadi dua kelompok, yakni golongan yang muqtashid dalam beramal, dan kedua golongan –yang secara- prosentase, kebanyakan adalah orang-orang yang amalannya buruk. Allah Azza wa Jalla berfirman:

مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ ۖ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ

… Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. [al-Mâ`idah/5:66].

Mengapa golongan zhâlim linafsihi dikedepankan dalam memperoleh janji Jannatun-Na’iim dibandingkan dua golongan lainnya (al-muqatshid dan sâbiqun bil-khairât), padahal merupakan tingkatan manusia yang terendah dari tiga golongan yang ada?

Para ulama telah mencoba menganalisa penyebabnya. Sebagian ulama berpendapat, supaya golongan pertama itu tidak mengalami keputusasaan dari rahmat Allah Azza wa Jalla , dan golongan sâbiqun bil-khairat tidak silau dan terperdaya dengan amalan sendiri. Sebagian ulama lain menyatakan, alasan mendahulukan golongan zhâlimun linafsihi lantaran mayoritas penghuni surga berasal dari golongan itu. Sebab, orang yang tidak pernah terjerumus dalam perbuatan maksiat jumlahnya sedikit. Ini berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla :

وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ

… Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih; dan amat sedikitlah mereka ini… [Shâd/38:24]

 

 

 

 

 

 

http://almanhaj.or.id/content/3376/slash/0/tiga-tingkatan-kaum-muslimin-golongan-manakah-kita/

Tinggalkan komentar