Tanya: Mohon dibahas masalah ‘kolam renang khusus muslimah’ yang banyak muncul baik di Indonesia atau di negeri-negeri Eropa. Bagaimana hukum muslimah berenang di kolam renang khusus muslimah tersebut. Jazakallahu khairan. (Abu ‘Aisyah)
"Tidakkah wajah dan leher manusia dijerembabkan ke dalam api neraka kecuali akibat apa yang diucapkan lidah-lidah mereka" – “Barangsiapa dikehendaki Allah atasnya kebaikan niscaya ia akan difahamkan akan agamanya”
Saat sudah menetap di Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai mengatur hubungan antar individu di Madinah. Berkait tujuan ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis sebuah peraturan yang dikenal dengan sebutan Shahîfah atau kitâb atau lebih dikenal sekarang dengan sebutan watsîqah (piagam). Mengingat betapa penting piagam ini dalam menata masyarakat Madinah yang beraneka ragam, maka banyak ahli sejarah yang berusaha membahas dan meneliti piagam ini guna mengetahui strategi dan peraturan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menata masyarakatnya. Dari hasil penelitian mereka ini, mereka berbeda pendapat tentang keabsahannya. Penulis kitab as Sîratun Nabawiyah Fi Dhauil Mashâdiril Ashliyyah, setelah membawakan banyak riwayat tentang piagam ini berkesimpulan bahwa riwayat tentang Piagam Madinah derajatnya hasan lighairihi[1].
Madinah An-Nabawiyyah, telah menyimpan banyak kenangan bersejarah yang tidak akan terlupakan dalam sendi kehidupan kaum muslimin. Di sanalah tonggak jihad fi sabilillah mulai dipancangkan di bawah naungan nubuwwah dalam rangka meninggikan kalimat Allah ‘azza wajalla di muka bumi dan memadamkan api kesombongan dan keangkaramurkaan kaum musyrikin.
Berikut Jawaban Ustadz Arifin Badri, MA – pembina milis pm-fatwa atas pertanyaan hukum mediator dagang yang ditanyakan oleh Sdr. Endy Prasetya di milis pm-fatwa.
***
Assalamu’alaikum
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya:
Pertanyaan 1:
Apakah mediator (secara umum) adalah pekerjaan yang halal? Bagaimana sebenarnya peran mediator yang dituntut oleh syari’i?
Dalil-Dalil Diperbolehkannya Mengusap Dua Kaus Kaki
Diperbolehkan mengusap kaus kaki saat berwudlu berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut :
1. Hadits Tsaubaan radliyallaahu ‘anhu.
عن ثوبان قال : بعث رسول الله صلى الله عليه وسلم سرية فأصابهم البرد فلما قدموا على النبي صلى الله عليه وسلم شكوا إليه ما أصابهم من البرد فأمرهم أن يمسحوا على العصائب والتساخين.
Dari Tsaubaan, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengirim pasukan, lalu mereka tertimpa hawa dingin. Saat mereka tiba di hadapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, mereka mengeluhkan hawa dingin yang menimpa mereka tersebut. Maka beliau memerintahkan untuk mengusap surban dan kaus kaki”.
Dalam Syarhus-Sunnah (1/452) disebutkan tentang makna At-tasaakhiin (التساخين) :
وقيل : أصل التَّساخين : كلُّ ما يُسخِّن القَدَمَ من خُفٍّ وجَورَبٍ ونحوه.
“Dan dikatakan : asal makna at-tasaakhiin adalah segala sesuatu yang menghangatkan kaki dari jenis khuff (sepatu), kaos kaki, dan yang lainnya”.
Secara bahasa Mu’dhal adalah bentuk isim maf’ul dari “A’dholahu” yang berarti menyulitkan dan membuat lemah.
Adapun secara istilah ilmu hadits, hadits Mu’dhal adalah :
“Hadits yang pada sanadnya gugur dua orang rawi atau lebih secara berurutan”
Contoh Hadits Mu’dhal
Contoh dari hadits Mu’dhal adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam kitab “Ma’rifat Ulumil Hadits” dengan sanadnya yang terhubung kepada al-Qo’nabi dari Malik bahwa telah sampai kepadanya bahwa Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :
لِلْمَمْلُوكِ طَعَامُهُ وَكِسْوَتُهُ بالمعروف وَلا يُكَلَّفُ مِنَ الْعَمَلِ إِلا مَا يُطِيقُ
“Hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaiannya secara ma’ruf (yang sesuai) dan tidak boleh dibebani pekerjaan, kecuali yang disanggupinya saja”