Hukum Jual Beli Kredit Dalam Islam


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata [dalam Fatawa Mu’ashirah, hal. 52-53, dari Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin] :

“Menjual dengan kredit artinya bahwa seseorang menjual sesuatu (barang) dengan harga tangguh yang dilunasi secara berjangka. Hukum asalnya adalah dibolehkan berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” [Al-Baqarah : 282]

Demikian pula, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam telah membolehkan jual beli As-Salam, yaitu membeli secara kredit terhadap barang yang dijual. Akan tetapi kredit (angsuran) yang dikenal di kalangan orang-orang saat ini adalah termasuk dalam bentuk pengelabuan terhadap riba. Teknisnya ada beberapa cara, di antaranya :

Pertama
Seseorang memerlukan sebuah mobil, lalu datang kepada si pedagang yang tidak memilikinya, sembari berkata, “Sesungguhnya saya memerlukan mobil begini”. Lantas si pedagang pergi dan membelinya kemudian menjual kepadanya secara kredit dengan harga yang lebih banyak. Tidak dapat disangkal lagi, bahwa ini adalah bentuk pengelabuan tersebut karena si pedagang mau membelinya hanya karena permintaannya dan bukan membelikan untuknya karena kasihan terhadapnya tetapi karena demi mendapatkan keuntungan tambahan, seakan dia meminjamkan harganya kepada orang secara riba (memberikan bunga, pent), padahal para ulama berkata, “Setiap pinjaman yang diembel-embeli dengan tambahan, maka ia adalah riba”. Jadi, standarisasi dalam setiap urusan adalah terletak pada tujuan-tujuannya.

Kedua
Bahwa sebagian orang ada yang memerlukan rumah tetapi tidak mempunyai uang, lalu pergi ke seorang pedagang yang membelikan rumah tersebut untuknya, kemudian menjual kepadanya dengan harga yang lebih besar secara tangguh (kredit). Ini juga termasuk bentuk pengelabuan terhadap riba sebab si pedagang ini tidak pernah menginginkan rumah tersebut, andaikata ditawarkan kepadanya dengan separuh harga, dia tidak akan membelinya akan tetapi dia membelinya hanya karena merasa ada jaminan riba bagi dirinya dengan menjualnnya kepada orang yang berhajat tersebut.

Gambaran yang lebih jelek lagi dari itu, ada orang yang membeli rumah atau barang apa saja dengan harga tertentu, kemudian dia memilih yang separuh harga, seperempat atau kurang dari itu padahal dia tidak memiliki cukup uang untuk melunasinya, lalu dia datang kepada si pedagang, sembari berkata, “Saya telah membeli barang anu dan telah membayar seperempat harganya, lebih kurang atau lebih banyak dari itu sementara saya tidak memiliki uang, untuk membayar sisanya”. Kemudian si pedagang berkata, “Saya akan pergi ke pemilik barang yang menjualkannya kepada anda dan akan melunasi harganya untuk anda, lalu saya mengkreditkannya kepada anda lebih besar dari harga itu. Dan banyak lagi gambaran-gambaran yang lain.

Akan tetapi yang menjadi dhabit (ketentuan yang lebih khusus) adalah bahwa setiap hal yang tujuannya untuk mendapatkan riba, maka ia adalah riba sekalipun dikemas dalam bentuk akad yang halal, sebab tindakan pengelabuan tidak akan mempengaruhi segala sesuatu. Mengelabui hal-hal yang diharamkan oleh Allah, hanya akan menambahnya menjadi semakin lebih buruk karena mengandung dampak negativ Dari hal yang diharamkan dan penipuan, padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Janganlah kamu melakukan dosa sebagaimana dosa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi sehingga (karenanya) kemu menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan oleh Allah (sekalipun) dengan serendah-rendah (bentuk) pengelabuan (siasat licik)“. [Ibn Baththah dalam kitab Ibthalil Hiyal hal. 24. Irwa’ul Ghalil 1535]

Mengenai penjualan kredit dengan penambahan harga, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan [dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah V/419-427] :

“”Barangsiapa menjual dua (harga) penjualan di dalam satu penjualan, maka baginya (harga,-pent) yang paling sedikit atau (kalau tidak mau, maka harga yang lebih tinggi adalah, -pent) riba” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam “Al-Mushannaf (VI/120/502)”, Abu Daud dari Ibnu Abi Syaibah (no. 3461), Ibnu Hibban di dalam “Shahihnya (1110)”, Al-Hakim (II/45), dan Al-Baihaqi (V/343) kesemuanya meriwayatkan bawha telah becerita kepada kami Ibnu Abi Zaidah dari Muhammad bin Amir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah secara marfu, sanadnya hasan, bahkan telah dishahihkan oleh Al-Hakim, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi, juga oleh Ibnu Hazm di dalam “Al-Muhalla (IX/16). Juga diriwayatkan oleh An-Nasa’i (VII/296, cetakan baru), At-Tirmidzi (I/232), dia menshahihkannya, Ibnul Jarud (286), Ibnu Hibban (1109), Al-Baghawi di dalam “Syarh As-Sunnah (VIII/142/211)”, ia juga menshahihkannya, Ahmad (II/342, 375, 503) dan Al-Baihaqi dari beberapa jalan dari Muhammad bin Amr dengan lafazh : “Beliau melarang dua (harga) penjualan di dalam satu penjualan“]

Al-Baihaqi berkata : “Bahwa Abdul Wahhab (yakni Ibnu Atha’) berkata yaitu (si penjual) berkata : “Itu (barang) untukmu apabila kontan Rp 10,- namun jika dengan penundaan (seharga) Rp 20,-”

Imam Ibnu Qutaibah juga menerangkannya dengan (keterangan) ini, beliau berkata di dalam “Gharib Al-Hadits (I/18) : “Diantara jual beli yang terlarang (ialah) dua syarat (harga) dalam satu penjualan, yaitu (misalnya) seseorang membeli barang seharga dua dinar jika temponya dua bulan, dan seharga tiga dinar jika temponya tiga bulan. Itulah makna “dua (harga) penjualan di dalam satu penjualan.”

Dan hadits itu dengan lafazh ini [“Dua syarat di dalam satu penjualan”] adalah ringkas dan shahih. Hadits ini tersebut didalam hadits Ibnu Umar dan Ibnu Amr, keduanya telah ditakhrij di dalam “Irwaa Al-Ghalil (V/150-151)”.

Dan semakna dengan hadits itu adalah ucapan Ibnu Mas’ud : “Satu akad jual beli di dalam dua akad jual beli adalah riba” [Dikeluarkan oleh Abdur Razzaq di dalam Al-Mushannaf (VIII/138-139), Ibnu Abi Syaibah (VI/199), Ibnu Hibban (163, 1111) dan Ath-Thabrani (41/1), sanadnya shahih]

Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/393), dan ini juga merupakan riwayat Ibnu Hibban (1112) (dari Ibnu Mas’ud,-pent) dengan lafazh : “Tidak patut dua akad jual-beli di dalam satu akad jual-beli (menurut lafazh Ibnu Hibban : Tidak halal dua akad jual beli) dan sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Allah melaknat pemakan (riba) [Pemakan riba adalah orang yang mengambilnya walaupun tidak makan, diungkapkan dengan makan karena makan adalah kegunaan terbesar dari riba dan karena riba itu umumnya seputar makanan. Pemberi makan riba adalah orang yang memberikan riba kepada orang yang mengambilnya, walaupun yang mengambil tadi tidak memakannya,-pent. (Lihat Al-Fathur-Rabbani Ma’a Syarhihi Bulughul -Amani (XV/68) oleh Ahmad Abdur Rahman Al-Banna, Penerbit Dar Ihya At-Turots Al-Arabi, tanpa tahun], saksinya dan penulisnya“. Dan sanadnya juga shahih

Demikian pula diriwayatkan oleh Ibnu Nashr di dalam As-Sunnah (54), dia menambahkan dalam satu riwayat “Yaitu seseorang berkata : “Jika kontan maka (harganya) sekian dan sekian, dan jika tidak kontan maka (harganya) sekian dan sekian“.
Apalagi sekelompok ulama dan Fuqaha (para ahli fiqh) menyepakatinya atas hal itu. Mereka adalah :

  1. Ibnu Sirin Ayyub. Meriwayatkan darinya, bahwa Ibnu Sirin membenci seseorang berkata : “Aku menjual (barang,-pent) kepadamu seharga 10 dinar secara kontan, atau 15 dinar secara tempo” [Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq di dalam “Al-Mushannaf (VIII/138/14630)” dengan sanad yang shahih darinya (Ibnu Sirin)].
  1. Thawus. Dia berkata : “Apabila (penjual,-pent) mengatakan bahwa (barang) itu dengan (harga) sekian dan sekian jika temponya sekian dan sekian, tetapi dengan (harga) sekian jika temponya sekian dan sekian. Lalu terjadi jual beli atas (cara) ini, maka (penjual harus mengambil, -pent) harga yang lebih rendah sampai tempo yang lebih lama. [Dikeluarkan oleh Abdur Razzaq juga (14631) dengan sanad yang shahih juga. Abdur Razaq juga meriwayatkan (pada no 14626), demikian pula Ibnu Abu Syaibah (VI/120) dari jalan Laits dari Thawus dengannya (perkataan di atas,-pent) secara ringkas, tanpa perkataan : “Lalu terjadi jual beli…” tetapi dengan tambahan (riwayat) : “Kemudian (jika penjualnya, -pent) menjual dengan salah satu dari kedua harga itu sebelum (pembeli, -pent) berpisah dari (penjual), maka tidak mengapa”. Akan tetapi ini tidak shahih dari Thawus, karena :Laits -yaitu Ibnu Abu Salim- telah berubah ingatan (karena tua)].
  1. Sufyan Ats-Tsauri. Mengatakan bahwa, jika engkau berkata : “Aku menjual kepadamu dengan kontan (seharga) sekian, dan dengan tidak kontan (seharga) sekian dan sekian”, kemudian pembeli membawanya pergi, maka dia berhak memilih di antara dua (harga) penjualan tadi, selama belum terjadi keputusan jual-beli atas salah satu harga. Dan jika telah terjadi jual-beli seperti ini, maka itu adala dibenci.Itulah “dua penjualan di dalam satu penjualan”, dan itu tertolak serta terlarang. Maka jika engkau mendapati barangmu masih utuh, engkau dapat mengambil harga yang paling rendah dan waktu yang lebih lama. [Diriwayatkan oleh Abdur Razaq (14632) dari Sufyan Ats-Tsauri].
  1. Al-Auza’i. Riwayatnya secara ringkas senada dengan di atas. Dalam riwayat itu dikisahkan bahwa Al-Auza’i ditanya : “Jika (pembeli,-pent) membawa pergi dagangan itu (berdasarkan jual-beli dengan) dua syarat tadi?” Dia (Al-Auza’i) menjawab : “Harga barang itu dengan harga yang terendah dengan tempo yang lebih lama“. Al-Khaththabi menyebutkannya (riwayat ini, pent) di dalam “Ma’alimus Sunnah (V/99)”. Kemudian para imam hadits dan lughoh (bahasa Arab) berjalan mengikuti sunnah mereka, diantaranya :
  • Imam An-Nasa’i. Beliau berkata dibawah bab : Dua penjualan di dalam satu penjualan: “yaitu seseorang berkata : Aku menjual kepadamu barang ini seharga 100 dirham secara kontan, dan seharga 200 dirham secara tidak kontan”.Demikian juga An-Nasa’i menerangkan seperti itu pada hadits Ibnu Amr “Tidak halal dua persyaratan di dalam satu penjualan“. [Hadits ini ini telah ditakhrih didalam “Al-Irwaa (1305) dan lihatlah “Shahihul Jaami (7520)”.
  • Ibnu Hibban. Beliau berkata di dalam “Shahihnya (VII/225-Al-Ihsan)” : “Telah disebutkan larangan tentang menjual sesuatu dengan harga 100 dinar secara kredit, dan seharga 90 dinar secara kontan. Beliau menyebutkan hal itu dibawah hadits Abu Hurairah dengan lafazh yang ringkas.
  • Ibnul Atsir. Di dalam “Gharibul Hadits” dia menyebutkannya di dalam penjelasan dua hadits yang telah diisyaratkan tadi.

HUKUM JUAL BELI KREDIT
Sesungguhnya telah disebutkan pendapat-pendapat yang lain mengenai tafsir “dua penjualan” itu, mungkin sebagiannya akan dijelaskan berikut ini. Namun tafsir yang telah lewat di atas adalah yang paling benar dan paling masyhur, dan itu persis dengan apa yang sekarang ini dikenal dengan (istilah) “Jual Beli Kredit”. Bagaimana hukumnya ?

Dalam hal ini, para ulama telah berselisih pendapat semenjak dahulu hingga sekarang dan menjadi tiga pendapat.

  1. Bahwa hal itu adalah batil secara mutlak, dan ini adalah pendapat Ibnu Hazm
  2. Bahwa hal itu adalah tidak boleh kecuali apabila dua harga itu dipisah (ditetapkan) pada salah satu harga saja. Misalnya apabila hanya disebutkan harga kreditnya saja.
  3. Bahwa hal itu tidak boleh. Akan tetapi apabila telah terjadi dan harga yang lebih rendah dibayarkan maka boleh.

Dalil madzhab yang pertama adalah zhahir larangan pada hadits-hadits yang telah lalu, karena pada asalnya larangan itu menunjukkan batilnya (perdagangan model itu). Inilah pendapat yang mendekati kebenaran, seandainya tidak ada apa yang nanti disebutkan saat membicarakan dalil bagi pendapat yang ketiga.

Sedangkan para pelaku pendapat kedua berargumentasi bahwa larangan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan harga, yaitu : ketidak pastian harga ; apakah harga kontan atau kredit. Al-Khaththabi berkata : “Apabila (pembeli) tidak tahu harga (maka) jual beli itu batal. Adapun apabila dia memastikan pada salah satu dari dua perkara (harga, -pent) itu dalam satu majlis akad, maka (jual-beli) itu sah”.

Syaikh Al Albani berkata : “Alasan dilarangnya ‘dua (harga) penjualan dalam satu penjualan’ disebabkan oleh ketidaktahuan harga, adalah alasan yang tertolak. Karena hal itu semata-mata pendapat yang bertentangan dengan nash yang jelas di dalam hadits Abu Hurairah dan Ibnu Mas’ud bahwa (penyebab larangan) itu adalah riba. Ini dari satu sisi, sedangkan dari sisi lain (yang menjadi pendapat ini tertolak, -pent) ialah karena alasan mereka ini dibangun di atas pendapat wajibnya ijab dan qabul dalam jual beli. Padahal (pendapat) ini tidak ada dalilnya, baik melalui Kitab Allah maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan di dalam (jual-beli) itu cukup (dengan) saling rela dan senang hati. Maka selama ada rasa saling rela dan senang hati di dalam jual beli, dan ada petunjuk kearah sana, berarti itu merupakan jual-beli yang syar’i. Itulah yang dikenal oleh sebagian ulama dengan (istilah) jual beli Al-Mu’aathaah [Yaitu akad jual beli yang terjadi tanpa ucapan atau perkataan (ijab qabul) akan tetapi dengan perbuatan saling rela. Seperti pembeli mengambil barang dagangan dan memberikan (uang) harganya kepada penjual ; atau penjual memberikan barang dan pembeli memberikan (uang) harganya tanpa berbicara dan tanpa isyarat, baik barang itu remeh atau berharga. (Lihat “Al-Fihul Islami wa Adillatuhu IV/99 oleh DR Wahbah Az-Zuhaili)], Asy-Syaukani berkata di dalam “As-Sail Al-Jarar (III/126)”

“Jual beli al-mu’aathaah ini, yang dengannya terwujud suasana saling rela dan senang hati adalah jual beli syar’i yang diijinkan oleh Allah, sedangkan menambahinya (dengan syarat-syarat lain, pent) adalah termasuk mewajibkan apa yang tidak diwajibkan oleh syara (agama)”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga telah menjelaskan hal itu di dalam Al-Fatawa (XXIX/5-21) yang tidak memerlukan tambahan lagi, hendaklah orang yang ingin memperluas (masalah ini) melihat ke sana.

Syaikh Al-Albani berkata : “Apabila demikian, maka seorang pembeli sewaktu dia telah berpaling (membawa) apa yang dia beli, mungkin dia membayar kontan atau mungkin membayar kredit. Jual beli dengan cara yang pertama itu sah, sedangkan pada cara kedua yaitu pembeli membawa barang dengan menanggung harga kredit -dan inilah masalah yang sedang diperselisihkan-, lalu mana alasan tidak mengerti harga yang dikemukakan di atas ? Khususnya lagi apabila pembayaran itu dengan angsuran, maka angsuran yang pertama dia bayar dengan kontan sedang sisa angsurannya tergantung kesepakatan. Dengan demikian batallah illat (alasan/sebab) tidak mengertinya harga sebagai dalil, baik melalui atsar maupun melalui penelitian.

Dalil pendapat yang ketiga adalah hadits bab ini (hadits yang dibicarakan ini ,-pent), ditambah atsar (hadits) Ibnu Mas’ud. Sesungguhnya kedua hadits tersebut sepakat bahwa : ‘dua (harga) penjualan di dalam satu penjualan adalah riba”. Jadi riba itulah yang menjadi illat (alasan)nya. Dengan demikian maka larangan itu berjalan sesuai dengan illat (alasan)nya, baik larangan itu menjadi ada, ataupun menjadi tidak ada. Karenanya bila dia mengambil harga yang lebih tinggi, berarti itu riba. Tetapi bila mengambil harga yang lebih rendah, maka hal itu menjadi boleh. Sebagaimana keterangan dari para ulama, yang telah menyatakan bahwa boleh untuk mengambil yang lebih rendah harganya, dengan tempo yang lebih lama, karena sesungguhnya dengan demikian berarti dia tidak menjual dua (harga) penjualan di dalam satu penjualan.

Bukankah anda lihat apabila (penjual) menjual barang dagangannya dengan harga pada hari itu, dan dia membebaskan pembeli untuk memilih antara membayar harga secara kontan atau hutang, maka dia tidak dikatakan : Telah menjual dengan dua (harga) penjualan di dalam satu penjualan, sebagaimana hal itu jelas. Dan itulah yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sabdanya pada hadits yang bicarakan, “Maka baginya (harga) yang paling sedikit, atau (kalau tidak mau maka harga yang lebih tinggi adalah) riba” [lihat hadits yang menjadi pokok bahasan di atas, -pent]

Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mensahkan penjualan itu karena hilangnya illat (alasan/sebab yang menjadikannya terlarang). Beliau membatalkan harga tambahan, karena hal itu adalah riba. Pendapat ini adalah juga pendapat Thawus, Ats-Tsauri, dan Al-Auza’i rahimahullah sebagaimana telah diterangkan di atas. Dari sinilah dapat diketahui gugurnya perkataan Al-Khaththabi di dalam “Ma’alimus Sunan (V/97)”.

Dan kesimpulannya ; bahwa pendapat yang kedua itu adalah pendapat yang paling lemah, karena tidak ada dalil padanya kecuali akal bertentangan dengan nash. Kemudian diiringi oleh pendapat yang pertama, karena Ibnu Hazm yang mempunyai pendapat itu mengklaim bahwa hadits bab ini telah dihapus (mansukh) oleh hadits-hadits yang melarang dua penjualan di dalam satu penjualan, dan klaim itu tertolak, karena bertentanan dengan ushul (fiqh,-pent).

Karena (di dalam ushul fiqh, sebuah hadits itu,-pent) tidak akan menjadi (pembicaraan) naskh (penghapusan hukum) kecuali apabila jama’ (penggabungan nash) sulit dilakukan, padahal jama’ bisa dilakukan dengan mudah disini.

Ketahuilah akhi (saudaraku) Muslim ! bahwa mu’amalah tersebut yang telah tersebar di kalangan para pedagang dewasa ini, yaitu jual beli kredit, dan mengambil tambahan (harga) sebagai ganti tempo, dan semakin panjang temponya ditambah pula harganya. Dari sisi lain itu hanyalah mu’amalah yang tidak syar’i karena meniadakan ruh Islam yang berdiri di atas (prinsip) memudahkan kepada manusia, kasih sayang terhadap mereka, sebagaimana di dalam sabda beliau “Mudah-mudahan Allah merahmati seorang hamba, yang mudah apabila dia menjual, mudah apabila dia membeli, mudah apabila dia menagih” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]

Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Barangsiapa yang dermawan, yang lemah lembut, yang dekat niscaya Allah haramkan dari neraka” [Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan lainnya, dan telah disebutkan takhrijnya no. 938]

Maka seandainya salah seorang dari mereka (para pedagang ) bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjual (barang) dengan (sistim hutang atau kredit dengan harga kontan, sesunguhnya itu lebih menguntungkannya, hatta dari sisi materi. Karena hal itu akan menjadikan orang-orang ridha kepadanya dan mau membeli darinya serta akan diberkati di dalam rizkinya, sesuai dengan firmanNya Azza wa Jalla “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan jalan keluar baginya dan memberi rizki kepadanya dari arah yang tidak ia sangka” [Ath-Thalaq : 2]

Dan pada kesempatan ini aku nasehatkan kepada para pembaca untuk meruju kepada risalah al-akh Al-Fadhil Abdurrahman Abdul Khaliq (yang berjudul) : “Al-Quuluf Fashl Fii Bari’il Ajl”, karena risalah ini istimewa dalam masalah ini, bermanfaat dalam temanya, mudah-mudahan Allah membalas kebaikan kepadanya.”

Sumber :

  1. Majalah As-Sunnah Edisi 12/Th III/1420-1999, Penjualan Kredit Dengan Tambahan Harga, Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Peneremah Abu Shalihah Muslim Al-Atsari, Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah.
  2. Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq

100 Responses to “Hukum Jual Beli Kredit Dalam Islam”

  1. boleh atau tidak sih hukumnya seorang wanita menyanyi?
    apakah suara wanita itu termasuk aurat??

    Abu Al Maira :

    Mengenai masalah menyanyi, harus diperjelas dahulu sbb ;
    1. Apakah menyanyi menggunakan alat-alat musik
    2. Bagaimana syair-syair [lyrics] yang dinyanyikan, apakah mengandung perkataan2 yang tidak baik?
    3. Bagaimana cara melantunkan syair [lyricsnya]
    4. Tujuan dari menyanyi

    Poin 1, yang jelas bahwa alat-alat musik diharamkan dalam Islam.
    “Sesungguhnya akan ada segolongan orang dari kaumku yang menghalalkan zina, kain sutera, khamr, dan alat musik” [Al-Bukhari tentang minuman dalam bab ma ja’a fi man yastahillu al-khamr wa yusmmihi bi ghairai ismi]. Sedangkan alat-alat musik yang diperbolehkan adalah rebana dan itupun diperbolehkan pada saat pesta pernikahan [walimah].

    Point 2, syair/lyrics yang dilantunkan harus mengandung perkataan-perkataan dan hal-hal yang baik, menasihati dalam hal agama, pelajaran, teladan, tidak membawa kepada hal-hal yang haram, maksiat, kesyirikan, dll. [contohnya seperti nasyid islami]

    Poin 3, cara melantunkannya tidak boleh yang mengundang fitnah, seperti mendayu-dayu, mendesah, dsb.

    Poin 4, apa sebenarnya tujuan dari menyanyi itu sendiri. Jika menyanyi digunakan untuk menghibur, menghilangkan stress, dan hal-hal positif lainnya [tanpa alat-alat musik], pada dasarnya sah-sah saja [demikian pendapat Syaikh Al Albani, Lajna Daimah, dan ulama-ulama lainnya]. Akan tetapi Syaikh Al Albani mengatakan, lebih baik kita membaca dabn mengkaji Al Qur’an dan ilmu agama.

    ================

    Untuk permasalahan apakah suara wanita termasuk aurat atau tidak, terjadi khilaf di antara ulama. Ada yang berpendapat suara wanita termasuk aurat dan ada yang berpendapat sebaliknya.

    Tapi saya berkecenderungan mengikuti pendapat yang mengatakan suara wanita bukanlah aurat, demikian yang rajih menurut jumhur ulama. Istri-istri Rasulullah dan para wanita-wanita di zamannya pun sering bertanya kepada para sahabat mengenai ilmu fiqh, jadi praktis suara wanita tidak termasuk aurat.

    Intinya, bahwa suara wanita tidak boleh dibuat-buat yang bisa membuat fitnah [jumhur dari pendapat ulama yang rajih]

    Allahu ‘alam

  2. boleh tidak saya mengkreditkan barang kepada orang lain?
    jika boleh bagaimana cara yang benar menurut hukum islam? thanks before

    Abu Al Maira :

    Sebelumnya, harus diluruskan dahulu makna kredit itu apa ? Yang dimaksud kredit adalah pembayaran dengan tempo atau tidak secara tunai.

    Pada dasarnya jual-beli secara kredit [tempo] tidak diperbolehkan dalam Islam. Memang ada beberapa barang yang tidak bisa dilakukan secara kredit jika jenisnya berbeda, misalnya anda jual emas dan dibayar dengan perak, tapi tidak secara tunai atau ada temponya. Dan juga ada beberapa yang tidak bisa dilakukan secara kredit.

    Sekarang anggaplah misalnya anda jualan baju atau elektronik atau semacamnya [yang dibolehkan dengan pembayaran tempo].

    Yang menjadi masalah selanjutnya, apakah boleh penjualan kredit dengan penambahan harga ? Maksudnya adalah, anda menjual baju 1 potong Rp 50.000 [cash & carry], atau 1 potong baju Rp 75.000,- [3 x bayar @ Rp 25.000,-/bulan].
    Masalah seperti inilah yang masih diperselisihkan oleh para ulama. Ada yang mengharamkan [seperti yang tertulis pada topik diatas] dan ada yang membolehkan [silahkan klik JUAL BELI KREDIT DENGAN PENAMBAHAN HARGA].

    Silahkan anda bandingkan dan anda pelajari dengan seksama. Silahkan anda tanyakan kepada para ulama/ustadz mengenai permasalahan ini untuk meyakinkan anda pendapat mana yang anda pilih.

    Selanjutnya jika kitaa telah memilih salah satu pendapat yang menurut pemahaman kita lebih rajih [kuat] berdasarkan pandangan sebagian ulama, sebaiknya kita tidak menyalahkan pendapat yang berseberangan dengan pendapat yang kita pilih. Maksudnya jika anda memilih bahwa boleh jual-beli kredit dengan tambahan harga, maka anda jangan menyalahkan orang2 yang mengharamkan jual beli seperti ini.

    Allahul muwaffiq

  3. ass……..
    -bagaimana menurut pendapat anda tentang dealer motor yang ada di indonesia yang memberikan kredit kepemilikan motor kepada konsumen?

    -bagaimana hukumnya jika kita bekerja di dealer motor tersebut sebagai credit marketing officer(CMO) yg tugasnya adalah melakukan survey dan meng ACC trhadap konsumen yg ingin mengkredit motor?

    jazakumulloh kh.kshr…..

    wss.

    Abu Al Maira :

    Wah wah… ini pertanyaan yang cukup rumit yah…. Dalam hal ini, saya bukan berfatwa ya… saya hanya berbagi apa yang saya tahu dan saya pahami…

    Mengenai masalah dealer motor, sejauh pengamatan dan pengetahuan saya, yang memberi kredit itu bukan pemilik motor/showroom/pedagang motornya. Yang sangat umum terjadi adalah, pemilik motor berkerjasama dengan lembaga pembiayaan [financing], dimana pihak financing memberi pinjaman kepada calon pembeli untuk membeli motor. Kalau memang seperti ini permasalahannya, berarti memang hal ini mengandung unsur riba dan haram hukumnya.

    Kemudian mengenai status karyawannya, Allah telah berfirman “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Ma’idah : 2]. Kemudian sesuai hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara shahih bahwasanya “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan dengannya, penulisnya dan kedua saksinya. Beliau mengatakan “Mereka itu sama saja” [Hadits Riwayat Muslim, Kitab Al-Musaqah 1598].

    Jadi ya intinya sama aja ya, antara pemberi riba, pemakan riba, dan orang2 yang bekerja di dalamnya.

    Tapi umumnya akan timbul perkara lanjutan, “satu2nya penghasilan saya hanya dari bekerja di tempat ini [ribawi], kalau tidak bekerja, bagaimana saya bisa menafkahi keluarga saya”.

    Yang jadi pertanyaan, apakah para pekerja tersebut sudah berusaha mencari pekerjaan lain, atau mencari nafkah dengan cara yang halal. Umumnya yang terjadi, para pekerja sudah merasa nyaman dan enggan untuk meninggalkan pekerjaannya. Ini yang jelas2 bisa dikategorikan sebagai pekerja yang dilaknat dalam proses ribawi tersebut.

    Kecuali jika memang sudah berusaha kesana kemari mencari pekerjaan atau membuka usaha sendiri, tapi belum mendapat kemudahan/keberhasilan, Allahu ‘alam.

  4. Assalamu’alaikum warahmatullahi wbarakatuh
    Ana mau bertanya….
    Bagaimana hukumnya jika kita membeli barang elektronik seperti laptop, tapi yang membayar ketokonya adalah koperasi kantor, kemudian kita membayar ke koperasi dengan dicicil

    Abu Al Maira :

    Masalah yang antum ceritakan umumnya sering terjadi…
    Selama tidak ada selisih harga ya tidak masalah. Maksudnya, antum beli laptop dari toko dengan harga Rp 8 Juta,-. Selanjutnya koperasi membayarkan ke toko tersebut dengan harga yang sama, lantas antum mencicil ke koperasi dengan harga yang sama, misalnya Rp 800.000 selama 10 cicilan. Kalau seperti ini tidak ada masalah.

    Tapi yang terjadi umumnya tidak seperti diatas. Biasanya koperasi mengambil margin keuntungan, misalnya yang harus antum cicil adalah senilai Rp 9 Juta. Hal ini yang oleh para ulama sering dikatakan sebagai pengelabuan riba.
    Kita hidup di zaman ribawi, beli mobil, rumah, motor, furniture, semuanya dengan system ribawi. Bahkan ada yang memanfaatkan dengan mengatasnamakan sistem syariah, padahal yang dijalankan tidak sesuai dengan sistem muamalah secara syariah.

    Hal ini bisa dihindari, misalnya dengan antum membeli laptop ke koperasi. Lantas koperasi yang mencari barang, lantas menjualnya kepada antum. Jadi, koperasi benar2 sudah menguasai laptop tersebut. Ya terserah koperasi brerapa mau dijual kepada antum, Rp 10 Juta dengan cicilan misalnya [walaupun pada dasarnya antum tahu harga pasaran cash laptop tersebut].

    Allahul musta’an…

    • “Hal ini bisa dihindari, misalnya dengan antum membeli laptop ke koperasi. Lantas koperasi yang mencari barang, lantas menjualnya kepada antum. Jadi, koperasi benar2 sudah menguasai laptop tersebut. Ya terserah koperasi brerapa mau dijual kepada antum, Rp 10 Juta dengan cicilan misalnya [walaupun pada dasarnya antum tahu harga pasaran cash laptop tersebut].”
      ….
      berdasarkan dari pemaparan saudara, bukankah koperasi hanya mau membeli karena ada yang meminta? bukankah peryataan itu sama saja dengan istilah pengelabuan riba seperti yang saudara jelaskan pada point nomor dua di atas?

      yang saya fahami dari pernyataan saudara di atas. bahwa setiap penambahan itu adalah riba. Mohon ditanggapi, karena saya ada rencana jadi tukang kredit. tapi masih mempertimbangkan soal ke syariahan nya. terima kasih.

      Abu al Maira :

      Yang perlu anda perhatikan secara jelas adalah, bahwa kepemilikan barang adalah 100% sudah dikuasai oleh Koperasi sebelum koperasi menjualnya kepada anda.
      Kemudian, tidak ada suatu paksaan untuk menunaikan akad tersebut. Artinya, sah-sah saja ketika barang sudah ada lantas anda membatalkan membeli barang tersebut dari koperasi.

  5. ass.
    afwan. bagaimana hukum biaya penutupan rekening dan biaya administrasi yang dipungut per bulan pada bank (pay roll)
    wassalam

    Abu Al Maira :

    Analoginya begini…

    Anda datang kepada saya, dimana anda hendak menitipkan sebuah mobil kepada saya.

    Lantas saya katakan kepada anda bahwa untuk menjaga keamanan mobil anda, maka saya harus menggunakan alarm mobil dimana saya harus membeliya. Selain itu saya harus membayar gaji satpam untuk menjaga mobil anda. Kemudian saya juga harus membayar orang untuk memanaskan mobil dan memeriksa segala sesuatu, dan itu semua butuh biaya.

    Sama halnya dengan bank. Kita menitipkan uang kita disana, dalam artian kita membeli jasa pihak bank sebagai pihak yang mengamankan uang kita dengan segala fasilitas yang mereka miliki. Jadi cukup diperhatikan bahwa akadnya adalah jual beli jasa penyimpanan.

    Jadi intinya, tidak ada masalah dalam hal ini, insya Allah….

    Allahu ‘alam

  6. saya berprofesi sebagai tukang kridit harian, barang2 pakaian alat dapur dsb. saya tidak pernah menjual cash meski ada permintaan, saya selalu bilang harga 2 kali lipat dari modal saya, dengan perhitungan untuk komisi tukang keliling, ongkos tukang tagih dsb. itung2 saya ambil untung (untukdiri saya 45% dari modal, bagaimana hukumnya, meski saya punya pendapat sendiri dari tulisan dengan judul terkait, saya sangat perlu pendapat anda, jazakumukkah

    Abu Al Maira :
    Saya tidak melihat ada sesuatu hal yang menjadi masalah ya…. Insya Allah….
    Yang menjadi masalah, misalnya ada pelanggan yang terlambat membayar, lantas anda mengenakan denda atau bunga atas keterlambatan cicilannya, nah itulah yang menjadi masalah…. Ini permisalan ya…

  7. ass.

    jadi !! jual beli kredit yang boleh menurut syariat gimana?

    Abu Al Maira :

    Yang tidak mengandung riba di dalamnya…

  8. ass.. jual beli secara kredit memang tidak diperbolehkan dalam islam, namun hanya jika mengandung riba dan terdapat dua harga dalam akad penjualannya.

    Lalu bagaimana dengan kredit ijarah muntahia bit tamlik seperti yang dipraktekan di perbankan syari’ah? mereka mengenakan margin terlebih dahulu kepada nasabah, setelah nasabah dan bank deal terhadap nilai tersebut, barulah kredit dimulai? secara tidak ada bunga yang dikenakan dan tidak ada pembohongan harga karena jumlah yang harus dibayar secara kredit tersebut sudah ditentukan dimuka.

    lalu, jika hal yang seperti itu haram, dari mana bank memperoleh keuntungan?

    Abu al Maira :

    Mungkin tulisan antum salah ketik, yang benar jual beli kredit adalah boleh secara kredit, selama tidak ada riba dan hal2 yang terlarang secara syariat di dalamnya.

    Mengenai kredit ijarah muntahia bit tamlik seperti yang dipraktekan di perbankan syari’ah, ana belum bisa menjawab lebih jauh.
    Amannya, ana copaskan fatwa mengenai Fatwa tentang Sewa yang Diakhiri dengan Pemindahan Kepemilikan. [Selanjutnya apakah fatwa ini juga mencakup akad ijarah muntahia bit tamlik yang digunakan oleh bank syariah, allahu ‘alam]

    Berikut fatwanya :

    Penjelasan Komisi Tetap Urusan Penelitian Ilmiah dan Fatwa tentang
    Sewa yang Diakhiri dengan Pemindahan Kepemilik
    an

    Segala puji untuk Allah semata, shalawat dan salam untuk Muhammad yang tiada nabi setelah beliau, keluarga dan para sahabatnya, wa ba’du:

    Sesungguhnya, Majelis Ulama-Ulama Senior Kerajaan Saudi Arabia (Haiah Kibar Ulama),
    Setelah,
    1. Mempelajari topik Persewaan yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan dalam Konferensi ke 49, 50, dan 51.
    2. Setelah menelaah berbagai pertanyaan yang ditujukan kepada Ketua Umum Komite Penelitian Ilmiah Islam dan Fatwa, menelaah berbagai penelitian yang sudah ada seputar topik tersebut dari sejumlah peneliti;
    3. Dan pada Konferensi ke 52 yang diselenggarakan di kota Riyadh, sejak tanggal 29 Syawwal 1420H, yang diawali dengan pemaparan seputar topik tersebut, setelah diadakan pembahasan secara seksama dan diskusi serta pertukaran pandangan,

    maka
    Majelis secara mayoritas menyatakan bahwa:

    Sistem aqad ini adalah tidak dibenarkan secara syariat.

    Alasannya adalah sebagai berikut:
    1. Aqad transaksi ini menggabungkan dua aqad terhadap barang yang satu (jual-beli dan sewa) dimana tidak ada ketetapan pada masing-masing aqad tersebut; kedua aqad tersebut adalah berbeda dan saling bertentangan. Sebab, Jual-beli mengharuskan adanya perpindahan barang beserta hak penggunanaannya kepada pembeli. Maka, pada keadaan tersebut, tidak sah melakukan aqad sewa terhadap barang yang sudah dijual tersebut, karena barang tersebut sudah dimiliki oleh sang pembeli. Sedangkan, sewa mengharuskan berpindahnya hak pemanfaatan saja kepada penyewa. Jadi, Jual-beli mengandung arti barang dan pemanfaatannya menjadi hak milik pembeli, dan hilanglah hak penjual atasnya. Sementara itu, barang sewaan adalah milik pemilik sewa lalu berpindah kepada penyewa, kecuali jika telah habis jatuh tempo sewanya atau ia tidak lagi bisa membayar sewanya.
    2. Pembayaran ditentukan pembayarannya per tahun atau per bulan berdasarkan harga atau nilai barang yang disepakati; oleh penjual dianggap harga sewa untuk menetapkan bahwa barang tersebut adalah miliknya sehingga sang pembeli tidak bisa menjualnya lagi.
    Contoh:
    Jika suatu barang pada saat aqad dihargai 50.000 Riyal, dan pembayarannya setiap bulan 1000 Riyal sesuai kesepakatannya dan ditetapkanlah cicilannya 2000 Riyal dimana harga cicilan tersebut sesungguhnya sebagian dari nilai harga barang yang jumlahnya akan mencapai harga yang sudah disepakati. Jika, suatu saat pembeli tidak bisa membayar cicilannya, misalnya, maka diambil/ditariklah barang tersebut karena ia dianggap sebagai penyewa dan semua cicilannya tidak dikembalikan karena ia sudah mengambil manfaat/menggunakan atas barang tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa dalam transaksi ini ada kedhaliman dan pemaksaan hingga lunasnya cicilan.

    3. Aqad transaksi semacam ini dan yang semisalnya juga mengakibatkan para fakir-miskin menyepelekan hutang-hutang mereka bahkan terkadang menyebabkan kebangkrutan.

    Oleh karena itu, Majelis Ulama-Ulama Senior berpandangan agar masyarakat menempuh dua cara aqad transaksi secara benar dan sah, yaitu menjual barang dan menjaminkannya sesuai nilai harganya, meneguhkan diri dengan komitmen terhadap aqad transaksi dan agunan surat-surat berharga, atau yang semisalnya.***

    Washallallahu alaa nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa sallam

    Haiah Kibar Ulama
    Ketua: Abdul Aziz ibnAbdullah ibn Muhammad Al-Syaikh

    Anggota:
    Shalih ibn Muhammad Al-Luhaidan
    Rasyid ibn Shalih ibn Khunain
    Muhammad ibn Ibrahim ibn Jabir (Beliau memiliki pandangan berbeda)
    Abdullah ibn Sulaiman ibn Mani’ (Beliau memiliki pandangan berbeda)
    Abdullah ibn Abadurrahman Al-Ghudayyan
    Dr. Shalih ibn Fauzan Al-Fauzan
    Muhammad ibn Shalih Al-Utsaimin
    Abdullah ibn Abdurrahman Al-Bassam (Tidak sepakat dengan pengharaman aqad tersebut)
    Nashir ibn Hamd Al-Rasyid
    Muhammad ibn Abdullah Al-Syubail
    Dr. Abdullah ibn Muhammad ibn Ibrahim Al-Syaikh
    Muhammad ibn Sulaiman Al-Badr
    Abdurrahman ibn Hamzah Al-Marzuqiy
    Dr. Abdullah ibn Abdul Muhsin Al-Turkiy
    Muhammad ibn Zaid Al-Sulaiman
    Dr. Bakr ibn Abdullah Abu Zaid
    Hasan ibn Ja’far Al-‘Atmy
    Dr. Abdul Wahhab ibnIbrahim Abu Sulaiman
    Dr. Shalih ibn Abdurrahman Al-Athram (Tidak hadir karena sakit)

    Sumber: http://saaid.net/fatwa/f29.htm
    Penerjemah: Abu Muhammad ibn Shadiq
    http://siwakz.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=46&artid=140

    Baiknya, para pakar keuangan ekonomi syariah berdiskusi dengan para ahli fikih dan ahli hadits untuk membicarakan skema2 kredit dan pembiayaan yang syar’i. Karena sejauh ini, cap syariah tidak bisa dikatakan murni 100% syariah dan juga tidak bisa dikatakan 100% haram.

  9. Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (Penyewaan Yang Berakhir Dengan Kepemilikan)

    Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (Penyewaan Yang Berakhir Dengan Kepemilikan)
    Transaksi ini untuk awal kalinya terjadi pada tahun 1847 di Ingris. Mula-mula hanya dilakukan perindividu kemudian menjadi transaksi yang dipakai oleh banyak perusahan sehingga mulailah transaksi ini tersebar ke negara-negara lain. Pada tahun 1953 M mulai masuk ke amerika serikat dan tahun 1962 M masuk ke Prancis dan pada tahun 1397 H mulai masuk ke negara-negara Islam.
    Istilah Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik adalah istilah yang baru dan tidak dikenal dalam buku-buku fiqh sebelumnya. Namun penjelasan dan hukum untuk setiap masalah pasti ada tuntunannya dalam syari’at Islam.
    Berhubung karena pembahasan masalah ini membutuhkan uraian yang panjang dan mendetail maka kami akan berusaha menyebutkan kesimpulan-kesimpulan hukum bagi setiap bentuk dari Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (penyewaan yang berakhir dengan kepemilikan).

    Definisi
    Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (penyewaan yang berakhir dengan kepemilikan) adalah pemilikan manfaat dari suatu barang tertentu dalam jangka waktu tertentu yang berakhir dengan kepemilikan barang tersebut dengan sifat khusus dengan harga tertentu.
    Contoh : Seseorang datang kepada seorang pedagang dan berkata : “Saya akan membeli darimu mobil dengan harga 100.000.000,- ini secara angsuran bulanan”. Maka si pedagang berkata : “Tidak apa-apa, tapi untuk menjaga hakku maka akad antara kita berdua adalah dengan bentuk penyewaan sebanyak 2.500.000,- perbulan selama 40 bulan, bila engkau telah menyerahkan sewaan terakhir maka mobil akan menjadi milikmu dan bila engkau berhenti maka mobil akan kembali kepada kami dan apa yang engkau bayar sebelumnya adalah terhitung upah sewaan”.

    Hukumnya
    Berikut ini, kami sarikan tentang hukum Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (penyewaan yang berakhir dengan kepemilikan) dari keputusan Majlis Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy dalam point-point berikut ini :
    Satu : Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (penyewaan yang berakhir dengan kepemilikan) mempunyai beberapa bentuk ; ada yang diperbolehkan dan ada yang tidak diperbolehkan dalam syari’at Islam.
    Dua : Ketentuan Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (penyewaan yang berakhir dengan kepemilikan) yang tidak diperbolehkan adalah bila terjadi dua akad sekaligus dalam satu waktu terhadap suatu barang[10]. Dan bentuk-bentuk yang tidak diperbolehkan adalah sebagai berikut :
    1. Akad penyewaan berakhir dengan pemilikan barang yang disewa -sebagai ganti dari apa yang dibayar oleh penyewa selama selang waktu penyewaan- tanpa ada pembaharuan pegesahan akad, yaitu setelah berakhirnya waktu pembayaran secara otomatis penyewaan berubah menjadi pembelian/pemilikan. Contoh : seperti contoh diatas, bila penyerahan sewaan pada bulan yang terakhir yaitu bulan ke 40, mobil langsung berubah menjadi milik penyewa tanpa pembaharuan akad menjadi akad jual beli maka ini adalah bentuk yang terlarang.
    2. Penyewaan barang kepada seseorang dengan upah sewa tertentu selama waktu tertentu disertai dengan akad penjualan kepadanya bila telah melunasi seluruh upah sewaan yang telah disepakati diselang waktu yang telah ditentukan atau disandarkan pada waktu yang akan datang. Contoh : Penjual berkata kepada pembeli : “Mobil ini saya sewakan dengan harga 2.500.000,- perbulan, bila engkau telah menyewa selama 40 bulan maka mobil ini telah engkau beli”.
    3. Akad penyewaan sebenarnya dan digandengkan dengannya penjualan dengan pemilihan syarat yang sesuai dengan maslahat si pemberi sewaan dan dikreditkan samapai waktu tertentu yang panjang dan itulah akhir waktu penyewaan.

    Tiga : Ketentuan Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (penyewaan yang berakhir dengan kepemilikan) yang diperbolehkan adalah dengan dua perkara
    1. Adanya dua akad yang saling berpisah satu sama lain pada suatu waktu yaitu adanya pembaharuan pengesahan akad menjadi akad jual beli setelah akad penyewaan atau ada janji pemilikan pada akhir waktu penyewaan dengan adanya kesempatan memilih yang sebanding dengan janji dalam hukum-hukum syari’at.
    2. Hendaknya penyewaan betul-betul terjadi bukan hanya sekedar tirai penjual saja.

    Dan bentuk-bentuk yang diperbolehkan itu adalah sebagai berikut :
    1. Penyewaan yang memungkinkan bagi penyewa untuk mengambil manfaat dari barang sewaan tersebut sebagai balasan dari upah sewaan yang ia serahkan pada waktu yang telah tertentu dan setelah itu pemilik sewaan memberikan akad hibah terhadap barang tersebut. Contoh : Perusahaan alat tenaga listrik yang menyewakan alatnya selama 10 tahun dengan harga sewa yang telah disepakati, dan pemilik alat menjanjikan bila sewaan selesai maka alat tersebut diberikan kepada penyewa.
    2. Akad penyewaan, namun pemilik barang setelah selesainya seluruh angsuran sewaan dalam selang waktu tertentu memberikan pilihan kepada penyewa dengan beberapa pilihan : Memperpanjang masa sewaan, memutuskan akad sewa dan mengembalikan barang sewaan kepada pemiliknya, Membeli barang sewaan tersebut dengan harga pasaran.
    3. Akad penyewaan yang memungkinkan bagi penyewa untuk mengambil manfaat dari barang sewaan tersebut sebagai balasan dari upah sewaan yang ia serahkan pada waktu yang telah tertentu dan pemilik sewaan memberikan janji akan menjual barang sewaan tersebut kepada penyewa setelah menyelesaikan seluruh angsuran sewaan dengan harga yang disepakati oleh kedua belah pihak.
    4. Akad penyewaan yang memungkinkan bagi penyewa untuk mengambil manfaat dari barang sewaan tersebut sebagai balasan dari upah sewaan yang ia serahkan pada waktu yang telah tertentu dan pemilik sewaan memberikan hak pilih bagi penyewa untuk memiliki barang sewaan pada waktu kapan saja yang ia ingin dengan akad baru antara kedua belah pihak sesuai dengan harga di pasaran.

    Empat : Dhoman (Tanggung jawab, jaminan) barang sewaan bila terjadi kerusakan adalah atas pemiliknya bukan atas penyewa kecuali kalau berasal dari ketelodoran dan pelampauan batas dari pihak penyewa.

    Lima : Kalau memang ada asuransi pada barang sewaan maka hendaknya dalam bentuk asuransi tolong menolong bukan asuransi perdagangan dan yang menanggungnya adalah pemilik sewaan bukan penyewa.

    Enam : Hendaknya pada Al-Ijar Al-Muntahi Bit Tamlik (sewaan yang berakhir dengan kepemilikan) diberlakukan hukum-hukum sewa sepanjang masa sewaan dan diberlakukan hukum-hukum jual beli ketika barang sewaan telah menjadi miliknya.

    Tujuh : Biaya perawatan selain dari biaya pengaktifan (seperti solar, bensin, oli dan lain-lain) selama dalam sewaan adalah ditanggung oleh pemilik sewaan bukan oleh penyewa.

    Baca : Taudhihul Ahkam 5/64-67 (cet. Kelima), Qararat Wa Taushiyat Majma’ Al-Fiqh Al-Islamy dan Al-Mu’amalat Al-Maliyah Al-Mu’ashiroh oleh Khalid bin ‘Ali Al-Musyaiqih

    Footnote :
    [1] Dan demikiaan pula alasan yang ditetapkan dalam keputusan Hai`ah Kibarul ‘Ulama Saudi Arabia pada Daurah Ke 52 di kota Riyadh yang bermula tanggal 29/10/1423 H dan ditanda tangani oleh hampir seluruh anggota termasuk Mufti umum Suadi Arabia Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikh, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Sholih Al-Fauzan, Syaikh Sholih Al-Luhaidan dan lain-lainnya

    http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=Fiqh&article=88&page_order=4

  10. Apa yg kita lakukan, misal : mau membeli rumah kemudian ditawari..kalo cash sekian kalo kredit sekian (lebih tinggi). Kalo menurut dalil2 di atas maka harus harga cash dengan tempo kredit. Tapi penjual sekarang pasti tidak mau seperti itu kan..?
    Kita batalkan ato pilih salah satu?

    Abu al Maira ;
    Untuk masalah ini ada perbedaan pendapat diantara para ulama, ada yang membolehkan, ada yang membolehkan dengan syarat dan ada yang membolehkan secara umum….
    Kalau anda berkenan ada bisa baca topik2 serupa di kategori muamalah… Kebetulan penjelasannya agak panjang, jadi anda bisa baca disana…

  11. assalamu’alaikum…
    bagaimana sih status hukum tentang kredit, yang pada penetapan harganya hanya melalui satu pihak? padahal islam mengajarkan bahwasannya jika kita ingin berjual beli maka kita harus memiliki rasa suka sama suka. kalau harga kredit sudah ditetapkan, tentu mau tidak mau kita harus membayarkannya meskipun kita tidak suka.

    Abu al Maira :

    Alaikumussalam warahmatullah… Jual beli kredit itu boleh selama tidak ada riba di dalamnya. Kalau masalah tidak setuju dengan model kreditnya [tapi sistemnya tidak ribawi], ya itu masalah personal saja.. Kalau kita gak setuju, ya tidak usah dilanjutkan akadnya…

  12. assalamu’alaikum,
    pak abu, membaca di
    http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=Fiqh&article=88

    khususnya bab ‘Jual beli secara taqsith’,
    apakah ini berarti kpr btn, kredit motor adira,
    kredit mobil bca dlsd dibolehkan ?

    sukron

    Abu al Maira :

    Tidak. Beda akhi antara jual beli taqsith yang dimaksud dengan jual beli kredit zaman sekarang… Kalo zaman sekarang adalah pembiayaan/financing, bukan jual beli.
    Jadi antum pinjam uang untuk beli barang,,, cuma numpang lewat lah istilahnya…

    Allahu ‘alam

  13. bagaimana jika kita menjadi pedagang, tetapi kita tidak memiliki barang yang dijual dan saya mendapat komisi yang sudah ditentukan dengan pemilik barang. seperti pada affiliate marketing di internet yang sekarng marak. . .

    Abu al Maira :

    Harus diperjelas dulu antara status anda sebagai makelar atau sebagai seseorang yang menjual barang yang tidak dimilikinya…

  14. makelar, dan bertugas membantu menjual dan menginformasikan pada pembeli.apabila ada produk yang terjual saya mendapat komisi.dan status barangnya maya (karena di internet) baik itu produk digital maupun tidak

    Abu al Maira :
    Pada dasarnya, kalau makelar memang tidak memiliki barang. Ya memang seperti itu fungsi makelar, seperti halnya jika anda memakelari jual beli tanah/mobil.

    • assalamualikum, bagaimana hukum jual jasa, seperti pengurusan ktp, stnk, yg sudah menetapkan harga tiap jasa, misal pengurusan ktp = 400 rb, sim = 300 rb dsb, terimakasih.

      Abu al Maira :
      Alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh..
      Kalo jual beli jasa semacam ini insya Allah boleh, kalau hanya benar-benar jasa pengurusan KTP tanpa embel-embel suap menyuap. Yang tidak boleh kalo alasan anda menetapkan harga jasa pengurusan ktp sebesar Rp 400ribu karena biaya administrasi di kelurahan adalah Rp350ribu, padahal nyatanya di kelurahan tidak ada biaya tersebut.

      Allahu ‘alam

  15. assalamualikum…
    sya mau tanya, jika kredit yang mengandung riba tidak diperbolehkab bagaimana dengan hukum orang yang memohon kredit..
    terimakasih..
    wassalammualaikum …


    Abu al Maira :

    Alaikumussalam warahmatullah wabarakaatuh…
    Kalau memohon kredit yang mengandung unsur ribawi, ya sama saja pak. Haram hukumnya.

  16. misalnya saya membeli barang secara kredit, tapi tanpa melihat pebandingan dengan harga lain.langsung bilamg” saya mau beli barang ini di cicil selama setahum? bagaimana hukumnya?

    Abu al Maira :

    Boleh

  17. makasih ya! semoga Alloh merindhoi hal ini.

  18. assalamualaikum
    bagus artikelnya

    boleh kita bertukar link

  19. Assalamu’alaikum Wr. Wb.
    1. sebelumnya saya sedang bingung, dimana saya ingin membuka kartu kredit, yang nantinya ingin saya gunakan untuk meminjam uang untuk membeli motor secara cash. bolehkah itu?
    2. (rencana saya) jika kredit gagal maka saya akan mengambil motor tsb dengan mencicil. Jika saya tidak melihat harga asal (asli) apakah transaksi tersebut sah/ halal?
    sebagai catatan, saya membutuhkan motor tersebut untuk menambah pemasukan saya (agak mendesak, untuk rencana menikah).
    Terima kasih atas masukannya, Wassalam Wr. Wb.

    Abu al Maira :

    Alaikumussalaam warahmatullah…

    1. HARAM. Ini sama saja jika anda meminjam uang dari seseorang dengan sistem riba, kemudian uangnya anda belikan motor.

    2. Jika anda mencicil kepada pemilik motor / pabriknya, tidak melalui pihak ketiga sebagai mediator fasilitas pembiayaan [financing/leasing], maka ini HALAL.
    Tapi jika anda mencicil melalui pihak ketiga sebagai mediator fasilitas pembiayaan [financing/leasing], maka ini HARAM. Tidak ada bedanya dengan pertanyaan nomor 1.
    Mendesak atau tidaknya kebutuhan anda atas motor tidak bisa membuat yang HARAM menjadi HALAL. Terlebih lagi tidak ada keharusan bagi anda untuk memiliki motor, atau dengan kata lain jika anda tidak bisa memiliki motor maka hal ini tidak mendatangkan mudharat/malapetaka bagi anda.

  20. Assalamualaikum wr.wb
    saya mau bertanya apakah diperbolehkan menjual barang secara kredit dengan keuntungan 100 persen lebih..misalkan saya membeli barang seharga 50.000,- kemudian menjual kembali dengan kredit seharga 170.000,- bagaimana hukumnya menurut Pak ?
    terima kasih…

    Abu al Maira :

    Alaikumussalaam warahmatullah…

    Tidak apa-apa Pak…. Bahkan lebih dari 300% sekalipun…

  21. Assalamu ‘alaykum

    Pak, saya masih bingung dgn artikelnya. Disitu ada istilah “pengelabuan harga” untuk system kredit. Maksudnya itu apa pak?

    Saya baru menjalankan usaha spt ini:
    1. menjual perlengkapan sholat dgn system kredit. selama ini saya buat harga tetap dan dicicil 6-10 kali, dgn marjin keuntungan 50%. Hanya saja kadang ada pembeli yg mau bayar cash. Jadi biasanya saya kasih potongan harga sampe 25%. apakah ini dikategorikan dua akad dalam satu akad?

    2. beberapa kali ada pembeli yg mau membeli barang2 elektronik, emas dsb. mereka tau harga pasaran tp mereka mau membeli dr saya. barang tsb awalnya tdk ada, tp karena ada pesanan jadi saya beli dan jual ke mereka dgn keuntungan 50% dr harga pasaran. mereka harga beli dan harga jual. system penjualan adalah kredit 6-10 bulan dgn harga tetap. Apakah ini disebut pengelabuan harga”?, apakah ini HARAM?

    terima kasih sebelumnya atas artikel yg sangat bagus ini dan penjelasan bapak nantinya.

    Wassalam

    Abu al Maira :

    Alaikumussalaam warahmatullah

    1. Halal dan ini bukan 2 akad dalam 1 akad…

    2. Sebenarnya pada dasarnya yang anda jalankan adalah jual beli salam. Dalam jual beli salam, pembayaran dibayar dimuka dan tunai. Sebagian ulama mengatakan ada jual beli istishna’, dimana pembayaran tidak harus didepan tapi bisa dibayar secara cicilan/dibelakang. Adapun jika anda menjual emas maka tidak boleh secara kredit/tempo, harus dibayar lunas saat itu juga, dan emas diserahkan saat itu juga. Untuk emas harus dilakukan ada barang dan ada uangnya. Adapun untuk barang elektronik maka tidak apa2 secara kredit. Untuk jelasnya mengenai jual beli istishna’, silahkan anda baca literatur2 terkait di blog saya atau anda tanyakan kepada orang yang lebih mengetahui…

  22. assalamualaikum..saya mau bertanya tentang sebuah kasus.
    seseorang A membutuhkan uang untuk di pinjam kepada seseorang B.kemudian oleh si B uang tersebut tidak d pinjamkan dalam bentuk tunai melainkan di belikan dulu dengan perhiasan (emas) dengan sepengetahuan si A.ijab-nya adalah si B menjual kredit emas tersebut (sistemnya mungkin tidak jauh berbeda dengan kredit motor).namun dalam kasus ini, si B menjual lagi emas tersebut atas permintaan si A dengan potongan penjualan emas sekian persen.sehingga yg diserahkan oleh A ke B adalah uang sejumlah harga emas yg telah di jual tadi.kemudian untuk selanjutnya, si A mencicil harga emas tersebut dengan 10 kali cicilan dengan bunga 5% per cicilan atau 50% sampai lunas (misalnya, 1jt menjadi 1,5 jt dlam jangka waktu 10 x cicilan).
    bagaimana hukum penjualan kredit yg demikian.trimakasaih.wassalam.

    Abu al Maira :

    Alaikumussalaam warahmatullah….

    Ini adalah riba sebenar-benarnya riba, HARAM…

    Emas tidak boleh dijual secara kredit dan terlebih dengan dalih pinjam meminjam…

    Dari Ubaidah bin Shamir bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda, “Boleh menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir (sejenis gandum) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sebanding, sama dan tunai, tetapi jika berbeda jenis, maka juallah sesukamu, apabila tunai dengan tunai.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no: 949, dan Muslim III: 1211 no: 81 dan 1587).
    Dalam hal ini para ulama menilai bahwa uang dinilai sama jenis dan sifatnya dengan emas.

    Dari Abi Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu menjual emas kecuali sama, janganlah kamu tambah sebagiannya atas sebagian yang lain, janganlah kamu menjual perak dengan perak kecuali sama, janganlah kamu tambah sebagiannya atas sebagian yang lain, dan janganlah kamu menjual emas dan perak yang barang-barangnya belum ada dengan kontan.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 379 no: 2177, Muslim III: 1208 no: 1584, Nasa’i VII: 278 dan Tirmidzi II: 355 no: 1259 sema’na).

    Dari Umar bin Khattab bahwa Rasulullah bersabda. “Emas dengan emas adalah riba kecuali begini dengan begini (satu pihak mengambil barang, sedang yang lain menyerahkan) bur dengan bur (juga) riba kecuali begini dengan begini, sya’ir dengan sya’ir riba kecuali begini dengan begini, dan tamar dengan tamar adalah riba kecuali begini dengan begini.” (Muttafaqun’alaih: Fathul Bahri IV: 347 no: 2134, dan lafadz ini bagi Imam Bukhari, Muslim III: 1209 no: 1586, Tirmidzi II: 357 no: 1261, Nasa’i VII: 273 dan bagi mereka lafadz pertama memakai adz-dzahabu bil wariq (emas dengan perak) dan Aunul Ma’bud IX: 197 no: 3332 dengan dua model lafadz).

  23. assalamu’alaikum wr wb.Pak saya ingin bertanya kalau menjual sprei dengan katalog bagaimana?saya menawarkan sprei yang belum saya miliki melalui katalog dengan harga kredit(tidak disebutkan harga cashnya)10 bulan.Saya mengambil keuntungan ada yang 100% ada yang 40%,berbeda-beda.Tetapi pembeli mau mengkredit dengan harga segitu karena katanya lebih murah dari harga kreditan orang lain dan tempo yang lama sehingga meringankan.Kemudian karena pembeli banyak dan keterbatasan modal saya batasi hanya untuk 15 barang yang dikeluarkan.selanjutnya saya menjual dengan harga yang sama tapi tempo hanya 5-6 bulan. terimakasih,wassalam.

    Abu al Maira :

    Alaikumussalaam warahmatullah….

    Kalau dasarnya anda memang seorang pedagang sprei, tidak ada masalah, tapi ada beberapa ketentuan…

    Jika anda hanya bermodalkan katalog, lantas orang memesan kepada anda kemudian baru anda siapkan barangnya, maka ini dinamakan dengan jual beli salam/salaf. Dalam jual beli salam, pembayaran harus dimuka dan kontan, dan pada waktu penyerahan barang kepada pembeli maka sprei tersebut harus sudah dimiliki oleh anda sepenuhnya [anda sudah membeli sprei itu dari penjual sprei baik kontan, hutang maupun kredit. Intinya sprei itu sudah benar-benar menjadi milik anda].
    Jika pembayaran dilakukan secara kredit dari pelanggan anda kepada anda, maka sebagian ulama memperbolehkan hal ini dan menyebutnya sebagai jual beli istishna’. Dalam jual beli istishna’ pembayaran bisa dilakukan sesuai dengan kesepakatan dua belah pihak, boleh kontan maupun kredit.

    Cara kedua bisa dilakukan dengan cara sistem makelar. Artinya anda harus memiliki perjanjian/akad makelar baik lisan maupun tertulis dengan si tukang sprei. Artinya jika anda menjadi makelar si tukang sprei, maka pada dasarnya sprei yang anda jual bukanlah milik anda, tapi milik si tukang sprei. Jika ada kerusakan/cacat maka yang bertanggung jawab adalah si tukang sprei, bukan anda.
    Kemudian keuntungan yang hendak anda ambil harus diketahui dan disetujui oleh si tukang sprei.

    Adapun mengenai sistem kredit yang membuat harga kredit lebih tinggi dari harga kontan, ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Jumhur/mayoritas ulama membolehkan jika penjual menetapkan harga kredit lebih tinggi daripada harga kontan, asalkan tidak ada bunga cicilan ataupun denda karena keterlambatan pembayaran.

  24. alhamdulillah, terimakasih atas jawabannya hingga saya tidak ragu lagi untuk usaha ini.Saya memang membeli dulu semua pesanan secara kontan baru kemudian saya membagikan pada pembeli.Lalu bagaimana pak jika saya menawarkan sprei dengan dua pilihan,untuk cicilan 5 bulan sekian,untuk cicilan 10 bulan sekian dengan sedikit perbedaan harga.apakah termasuk dua penjualan dalam satu penjualan?saya ingin menanyakan di luar topik,bagaimana hukum arisan baik uang atau barang?sekarang arisan ini populer sekali di kalangan ibu-ibu.Arisan sprei misalnya seharga lebih besar dari harga kontan di toko.setelah terkumpul 10 orang dikocok sekaligus lalu diurut yang keluar pertama dapat bulan pertama dan seterusnya.Sprei itu dibeli dari uang sendiri dulu lalu nanti akan terganti dari setoran tiap anggota dan pemegang arisan tentunya mendapat keuntungan karena harga sprei dalam arisan tidak sama dengan harga cash.Bolehkah cara seperti itu?

    Abu al Maira ;

    Maaf, terus terang saya sendiri masih ragu dengan hukum arisan itu sendiri…. Baiknya anda tanyakan kepada yang lebih mengetahui tentang hukum arisan secara syariat

  25. Assalamu,alaikum warohmatulloh..pak dengan segala kerendahan hati saya sangat mengharapkan jawaban dari Pak Abu.Saya masih bingung dengan “dua akad dalam satu akad’.Seperti tulisan di atas “Tidak halal dua persyaratan di dalam satu penjualan’.Apakah berarti jika saya menawarkan sprei dengan dua pilihan harga dan tempo yang berbeda tidak halal?saya tidak menjual cash hanya kredit saja tetapi,ini misalnya..dengan dua pilihan harga kredit dan tempo berbeda…dan ini masih dalam penawaran.Lalu apabila pembeli memilih tempo lebih lama dengan harga lebih rendah perbulan,tetapi kalau dihitung secara keseluruhan harga lebih tinggi dari tempo yang sedikit.Apakah ini menjadi riba?( belum saya lakukan karena masih belum jelas dan ragu).Mohon penjelasannya semoga bermanfaat untuk saya yang masih awam.Sebelumnya dan sesudahnya saya ucapkan terimakasih,wassalamu’alaikum wr. wb.

    Abu al Maira :

    Alaikumussalaam warahmatullah…..

    Permasalahan tentang dua harga di dalam satu penjualan sudah menjadi perselisihan ulama dari zaman dahulu. Banyak ulama yang mengartikan bahwa harga kredit harus sama [tidak boleh lebih tinggi] dengan harga kontan. Dan banyak ulama yang mengartikan bahwa hal ini berkenaan dengan jual beli inah. Dan untuk topik jual beli inah lumayan panjang pembahasannya, dan anda bisa cari artikelnya di blog ini.

    Adapun jumhur ulama mengatakan bahwa bolehnya menjual barang dengan harga kredit lebih tinggi daripada harga kontan.

    Maka untuk hal-hal yang menjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama kita seharusnya bisa bersikap bijaksana dan tidak saling menyalahkan. Adapun kita yang orang awam ini kita ikuti mana pendapat yang kuat menurut pemahaman kita sejujurnya, bukan mengikuti pendapat dengan hawa nafsu.

    Kalau saya boleh kasih saran…..

    Jika anda mengikuti pendapat ulama yang mengharamkan adanya 2 harga dalam 1 penjualan, maka harga kredit haruslah sama dengan harga kontan.

    Jika anda mengikuti pendapat yang membolehkan adanya perbedaan harga, baiknya anda tetapkan 1 harga kredit saja… Misalnya harga kontan 100.000, sedangkan harga kredit 175.000. Selanjutnya jangka waktu cicilan anda atur, dan tidak ada denda keterlambatan ataupun riba.

    Allahu ‘alam

  26. Bagaimana hukumnya bila seperti ini : harga barang (jika cash 50 ribu, jika kredit 3x 75 ribu) tapi saat menawarkan kepada pembeli kita mengatakan harganya adalah 75 ribu dengan dicicil 3 kali, tapi kalau pembeli mau membayar tunai dia bisa dapat diskom sebesar 25 ribu … apakah ini juga dikategorikan sebagai pengelabuan riba , karena toh pembeli hanya mengetahui satu harga yaitu 75 ribu, tapi jika bisa bayar tunai dia mendapat potongan harga , kira-kira bagaimana ?

    Terima Kasih

    Abu al Maira :

    Pada dasarnya kasus ini berkenaan dengan perbedaan harga jual antara harga kontan dan harga kredit [dimana harga kredit lebih besar daripada harga kontan].

    Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Ulama-ulama ahli hadits banyak yang mengharamkan jual beli seperti ini [adanya perbedaan harga kontan dan harga kredit, dimana harga kredit lebih tinggi daripada harga kontan].
    Sedangkan ulama-ulama ahli fiqh umumnya berpendapat bolehnya adanya perbedaan harga kredit yg lebih tinggi daripada harga kontan, dimana istilahnya dianggap sebagai upah tunggu.

    Jumhur/mayoritas ulama berpendapat bolehnya harga kredit lebih tinggi daripada harga kontan…

  27. Assalamualaikum wr.wb.bagaimana hukumnya apabila jual beras kalau harga kontan misalkan 150rbu kalau kredit 160 gmna hukumnya? Terima Kasih

    Abu al Maira :

    Alaikumussalaam warahmatullah….

    Jawaban ini berkisar apakah orang yang datang untuk membeli beras dengan cara berhutang, ataukah orang yang datang hendak meminjam beras senilai 160ribu.

    Kalau dari pertanyaan anda saya tangkap orang yang datang membeli beras dengan cara berhutang.

    Maaf saya tidak bisa menjawab dengan pasti. Saya hanya mencoba menghimbau, untuk makanan pokok seperti beras, jagung, sagu, terigu, amannya…. jual lah dengan harga yang sama….

    Allahu ‘alam

    • assalamu’alaikum yaa Abu Al Maira,
      saya mau menanyakan sesuatu hal yang berhubungan dengan pertanyaan mba ayu diatas, kebetulan istri saya adalah pedagang kredit pakaian dikampung. akhir-akhir ini ada permintaan dari pelanggan dia yang meminta dibelikan beras sekian kg dengan pembayaran cicil dengan jarak waktu tertentu. dipasar harga modal beras 190ribu dan akan dijual 230ribu atas kerelaan dari yang meminta dibelikan tadi (calon pembeli ridho dengan harga jual). pertanyaan saya apakah itu dibolehkan dalam islam? melihat himbauan anda untuk makanan pokok seperti beras, jagung, sagu, terigu, amannya…. jual lah dengan harga yang sama….itu mohon penjelasannya lebih lanjut . syukron katsiiron
      wassalamu’alaikum wr. wb

      Abu al Maira :

      ‘Alaikumussalaam…

      Kalau ditanya boleh atau tidaknya, jawabannya BOLEH.

  28. Assalamualaikum.ww. akhwan saya mau bertanya “bolehkah kita mengkreditkan (cicil) barang yang telah kita ambil dari toko kepada pembeli, tapi kita mengambil keuntungan flat (tidak berubah-ubah karena tempo waktu pembayaran)sebesar 10% dari harga toko. ya itung-itung kita mengambil untung dalam berdagang

    Abu Al Maira :

    Alaikumussalaam warahmatullah

    Boleh saja mengkreditkan barang kepada pembeli, bahkan dengan mengambil keuntungan 100% dari harga toko juga boleh2 saja.

    Syaratnya barang tersebut sudah benar2 kita miliki. Kalau barangnya masih belum kita miliki maka tidak boleh.

  29. alhamdulillah bagus sekali artikel ini syukron katsiron

  30. assalamu alaikum…

    sebelumnya sy ucapkan jazakumullahu khoir, sdh mendapat sedikit pencerahan dari artikel bapak. Hanya saja masih terdapat keraguan jd sy putuskan untuk bertanya lagi kpd Bapak :
    1. Saya sdh telanjur meminjam uang untuk dipake modal usaha dgn akad pengembalian modal + bunga 20% untuk 12 bulan mendatang…apa yg sebaiknya sy lakukan? sebenarnya buat saya hal itu tdk memberatkan, krn sy mendapatkan keuntungan berkali-kali lipat dr modal pinjaman sy selama setahun. Apakah ada solusi yg lain? krn zaman sekarang susah mencari org yg mau meminjamkan uang secara percuma, sementara sy jg ingin berusaha tp tak punya modal.
    2. Selama ini saya menjual gorden secara kredit (3X)dng harga yg sama dgn cash….melihat kondisi yg ada tempo kredit sy tingkatkan menjadi 6-12 bulan dgn konsekuensi ada kenaikan harga, dalam hal ini sy bekerjasama dgn kawan (~finance). Kelebihan harga inilah yg menjadi keuntungan finance…margin keuntungan yg diperoleh 2% per bulan. Nah ini hukumnya bgm pak ?

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam warahmatullah….

    1. Pada dasarnya riba adalah haram, termasuk mengambil dan memberikan riba itu sendiri hukumnya sama…. Kalau anda berani, ya lunasi pokoknya saja… tapi cara ini pasti akan bermasalah…
    Ini ibarat buah simalakama, dibayar salah, tidak dibayar juga salah… Saya pernah juga membicarakan hal ini kepada teman saya yang lebih ‘alim, akhirnya beliau menyarankan untuk membayar saja semua untuk menghindari mudharat yang lebih besar. Selanjutnya bertaubat dan jangan pernah diulangi…
    Syukur2 kalau anda bisa mengajukan keringanan kepada bank untuk menghapus bunga nya…

    Sebenarnya untuk pinjaman, anda bisa tanyakan dan konsultasi dengan lembaga keuangan syariat. Dan tentunya anda juga harus memahami aturan main hukum syariat itu sendiri. Jangan lantas karena pinjam dari lembaga syariat, lantas sudah pasti halal.

    Untuk kedepannya, saran saya, datangi lembaga2 keuangan syariat, tanyakan aturan main pinjaman. Sebelum resmi mengajukan pinjaman, anda pelajari ilmunya, tanyakan kepada para ustadz detail per detail masing2 sistem. Bahkan lebih baik jika anda tanyakan kepada para ustadz yang sering mengkritisi sistem keuangan lembaga keuangan syariat.

    2. Kalau saya tidak salah tangkap, jadi kalau ada yang mau beli gordyn secara kredit akan melalui teman anda sebagai pihak financing. Ini tidak berbeda halnya dengan orang yang mau beli motor lewat leasing.
    Dan transaksi semacam ini haram hukumnya karena bermuatan riba.

    Artinya, pihak financing/leasing pada dasarnya tidak memiliki barang tapi mereka hanya meminjamkan uang kepada customer untuk memiliki barang/gordyn.

  31. terima kasih banyak atas penjelasan bapak, insya Allah kedepannya saran bapak akan saya pertimbangkan …ada satu hal lagi yg mau saya tanyakan : bagaimana hukumnya mengkreditkan barang hanya sesuai dgn permintaan konsumen? jd misalnya si A mau kredit kulkas, saya akan membelikannya baru mengkreditkan dgn jangka waktu tertentu dan jumlah cicilan yg disepakati bersama…jazakumullohu khir!

    Abu al Maira :

    Dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.

    Yang melarang, dikarenakan hal ini seperti mencari2 keuntungan dari seseorang yang memerlukan barang. Padahal dalam Islam kita diminta saling tolong menolong dan memudahkan dalam perkara kebaikan.

    Yang membolehkan, dikarenakan hal ini seperti jual beli salam jika pembayaran kontan di depan. Atau dinamakan jual beli istishna jika pembayaran tidak dilakukan di depan.

    Dalam jual beli salam, barang yang dipesan harus jelas model, ukuran, tipe, banyaknya, waktu penyerahan barang, harganya dan pembayaran dilakukan di awal transaksi. Artinya ketika barang diserahterimakan dari penjual kepada pembeli, maka pembayaran dilakukan saat itu. Dan sebelum barang diserahterimakan kepada pembeli, penjual harus benar2 memiliki/menguasai barang tersebut.

    Dalam jual beli istishna [sistem ini banyak dipegang oleh ulama2 kotemporer / ulama2 zaman ini], sistemnya hampir sama dengan jual beli salam. Bedanya, pembayaran tidak harus dilakukan di awal serah terima barang tapi pembayaran bisa dilakukan sesuai dengan kesepakatan penjual dan pembeli. Artinya pembayaran tidak harus kontan, tapi bisa secara cicil, atau hutang/pembayaran tertunda.

    Dari 2 jenis jual beli diatas, yang perlu diperhatikan bahwa penjual WAJIB memiliki/menguasai barang yang dipesan sebelum serah terima barang. Perlu diperhatikan juga, pembeli mempunyai hak untuk membatalkan jual beli tersebut jika barang yang dipesan tidak sesuai keinginannya atau dikarenakan hal lain.

    Umumnya, penjual merasa takut rugi dengan sistem ini. Khawatirnya ketika barang sudah disediakan oleh penjual, ternyata pembeli membatalkan transaksi.
    Untuk menghindari hal ini, ada 2 pilihan :

    Pertama, penjual mengajukan hak khiyar kepada penjual awal atau tempat dia membeli barang tersebut [supplier si penjual]. Hak khiyar adalah hak yang diberikan kepada pembeli untuk memilih apakah si pembeli tetap berniat meneruskan jual beli atau membatalkannya.
    Misalnya, anda membeli kulkas tersebut dari Toko A. Lantas anda mengajukan hak khiyar selama 3 hari. Artinya, jika dalam 3 hari anda tidak membatalkan jual beli tersebut, maka secara otomatis jual beli tetap berjalan. Nah sebelum jatuh tempo 3 hari, anda ajukan kepada customer anda tersebut. Kalau customer anda cocok, maka tidak ada masalah. Tapi jika customer anda tidak jadi membeli, maka anda masih bisa mengembalikan barang tersebut kepada Toko.
    Tapi rasanya zaman sekarang, hampir tidak mungkin mengajukan hak khiyar.

    Kedua, anda bisa melakukan jual beli ‘urbun. Yaitu jual beli dengan uang muka. Artinya jika pembeli memberikan uang muka kepada penjual. Jika si pembeli membatalkan transaksi, maka uang muka tersebut menjadi milik penjual. Paling tidak dengan sistem uang muka / down payment, kerugian di pihak penjual tidak terlalu besar karena menyimpan barang yang tidak ada pembelinya.
    Tapi untuk jual beli ‘urbun ini sendiri, terdapat perdebatan yang sengit di kalangan para ulama. Sebagian ulama ada yang melarang karena sifatnya yang menzhalimi [calon pembeli], dan ada juga sebagian ulama yang menghalalkan karena untuk mengantisipasi kerugian yang dimaksud.
    Mana yang lebih kuat pendapat ini, ada baiknya anda menanyakan secara mendetail kepada ulama2 yang mengharamkan jual beli ‘urbun atas keharamannya dan anda juga menanyakan secara mendetail kepada ulama2 yang menghalalkan jual beli ini atas kehalalannya.

    Kemudian anda bisa mengambil pilihan, mana yang membuat anda lebih tentram, tanpa mengikuti hawa nafsu.

    demikianlah jika kita ingin benar2 menjadi penjual yang benar2 mempelajari syariat secara benar…

    Insya Allah , Allah akan memudahkan….

  32. terima kasih atas penjelasannya yg sangat jelas & detail….alhamdulillah untuk menghindari kerugian saya punya cara yg cukup efektif & jg menurut saya menguntungkan calon pembeli, tp sekali lagi saya tdk tau apakah hal ini sesuai syariat ataupun tidak. Jadi saya dan calon pembeli akan bersama-sama mencari barang yang di butuhkan, tentunya sesuai dgn keinginan calon pembeli dan menawarnya serendah mungkin, baru kemudian saya akan memberikan harga kreditnya. Mohon penjelasannya…

    Abu al Maira :

    Ini seperti yang saya jelaskan terakhir. Sebagian ulama melarang sistem seperti ini dengan alasan hal ini seperti mencari2 keuntungan dari seseorang yang memerlukan barang. Padahal dalam Islam kita diminta saling tolong menolong dan memudahkan urusan orang lain dalam perkara kebaikan.

    Ditambah lagi, jika anda datang ke toko bersama calon customer anda untuk membeli kulkas. Lantas anda sudah deal dengan pemilik toko dengan harga 1juta, lantas anda menjual lagi ke customer dengan harga 2juta secara kredit.
    Bagaimana jika setelah anda membeli kulkas tersebut dari toko lantas customer anda tersebut membatalkan akadnya?

    Selanjutnya, dalam fiqh muamalah dilarang menjual barang sebelum barang tersebut pindah/keluar dari tempat penjual/pasar/toko.
    Contohnya seperti anda ini. Anda menjual barang / akad transaksi sebelum barang anda bawa keluar dari toko/pasar. Seharusnya anda membawa keluar barang tersebut ke tempat yg dikuasai oleh anda, baik itu rumah/gudang atau lain sebagainya.

  33. salamu’alaikum wr wb,
    alhamdulillah saya mendapat banyak pelajaran dalam pembahasan ini,

    afwan ustadz saya mau tanya sesuatu, dengan kasus seperti ini, anggaplah si A menjadi panitia arisan, dan si A meminta imbalan jasa penagihan uang arisan kepada seluruh anggotanya sebanyak 1 lot atau sama dengan 10%, jadi misalkan nilai arisannya 5jt, maka si A akan mendapatkan jasa tagihannya sebanyak 500 rb, tetapi dengan konsekwensi si A harus menagih kepada perserta arisan tersebeut selama 110 hari x 50rb per harinya, bagaimana dengan hukum seperti ini ?

    dan bagaimana kalau semua perserta arisan menjadi di urutan pertama, jadi si A menutup dulu semua uang peserta arisan,
    terimakasih banyak

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    Maaf, saya tidak tahu jawabannya

  34. Assalamualaikum.wr.wb. Saya bekerja di perkebunan sawit,dan saya mendapatkan fasilitas spd motor dimana saya mendapatkan subsidi 60%, jadi yang saya cicil ke Perusahaan hanya 40% dari harga motor di pasaran,tempo cicilannya adlh 3thn, tetapi jika cicilannya sdh 2th maka motor tsb bisa saya lunasi dng membayar sisa cicilan 1thn dari 40% tsb, smua akad diatas sdh diikat dalam satu surat perjanjian. apakh hal diatas di bolehkan oleh islam?

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam warahmatullah…

    Selama tidak mengandung riba, maka boleh-boleh saja

  35. Assalamualaikum.wr.wb. setelah saya membaca artikel dan percakapan di atas… ternyata permasalahannya itu terdapat di akad… nah untuk mencari solusi dalam kredit motor, sebaiknya kita bagaimana? apakah kita harus meminjam di Bank Syariah? dan bagaimana mekanisme na?
    terima kasih.
    Was…

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam warahmatullah…

    Ya carilah produk pembiayaan yang tidak melanggar syariat… Atau kalau mau amannya, pinjam uang kepada orang untuk membeli motor…

  36. Assalamualaikum,,,,
    saya membuka warung,misalkan saya menjual gula pasir 1/4 kg dgn harga Rp 3000,tapi 1 kg dgn harga Rp 11000. Bgtu juga dgn terigu, minyak sayur, dll. Dan bahkan klo lbih banyak lagi harga per kg bisa 10500. Intinya klo membeli lebih banyak bisa dapat potongan harga.
    Bagamana hukumnya menurut islam,mengandung unsur riba apa tidak? Mohon penjelasannya!
    Trima kasih!!

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam warahmatullah…

    Boleh…

  37. Ass. Wr.Wb
    ” Bagus Sekali buat PENCERAHAN umat “

  38. Assalamualaikum wr.wb.

    Saya Ingin bertanya ustadz.

    Bagaimana hukum mengambil uang di BANK, dengan membayar secara beransur-ansur . pihak Bank menggunakan sistem bunga dengan persen sekian missalnya. ambil 100.000, bayar 110. 000. perbulan.

    Atas jawaban ustadz saya ucapkan terima kasih.

  39. Assalamualaikum Abu al-maira

    ni saya mau tahu tentang hukum mengambil uang DI bank, kemudian menbayar secara kredit….mohon penjelasan, atas penjelasan abue saya ucapkan terimakasih.

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    Setahu saya, jika kita meminjam uang di bank akan ada bunga/riba. Maka hukumnya haram.

  40. Assalamualaikum.
    Saya seorang penjual tiket. yang saya tanyakan apakah boleh menjual tiket di atas harga yang sudah ditentukan? Misal harga resmi 500 rbu saya jual 600 rbu. Sedangkan menjual dengan harga resmi sudah dapat komisi. 5%.

    Abu al Maira :

    ‘alaikumussalaam…

    Tergantung kasusnya,,,

    Jika anda adalah makelar tiket, artinya penerbit tiket memberikan izin kepada anda untuk menjual diatas harga pasar maka boleh. Tetapi jika anda tidak mendapat izin untuk menaikkan harga tiket maka tidak boleh.

  41. Assalamu’alaikum wr.wb
    Sebelumnya saya ingin mengucapkan terimakasih krn artikel bapak menambah pengetahuan saya ..
    Ada beberapa komentar yang saya masih ragu yaitu tentang mengambil keuntungan,disitu kata bapak boleh mengambil keuntungan lebih dari 100% ..
    Tapi yang saya tau bukannya mengambil keuntungan itu tidak boleh lebih dari 50% ya pak?
    Mohon penjelasannya pak ..
    Terimakasih

    Abu al Maira :

    Alaikumussalaam

    Adakah dalil dari Al Qur’an atau hadits yang melarangnya…??

  42. Terimakasih pak atas jawabannya ..
    Saya sudah mencari referensi ternyata dalam menetapkan margin keuntungan bukan pada angka prosentase keuntungannya, melainkan pada sisi penzaliman (Blog Ahmad Sarwat) ..
    Saya ingin bertanya lagi ..
    Apa hukumnya “denda” apabila telat ketika membayar cicilan kredit?
    Apa denda berupa uang tersebut termasuk riba?

    Abu Al Maira :

    Itu riba….

  43. assalamualaiykum

    Bagaimana hukumnya membeli rumah dengan kredit dan angsurannya flate (tetap)
    catatan : harga beli cas 50jt dan harga kredit menjadi 120jt di cicil perbulan dengan nominal yang sama terus menerus selama 15th.

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    JIka anda langsung membeli rumah tersebut kepada pemilik rumah/developernya tanpa model pembiayaan dari pihak ketiga, maka hukumnya boleh.

    Tetapi jika modelnya dengan cara pembiayaan/KPR, walaupun flat maka tetap haram hukumnya

  44. assalamualaikum

    akhi bagaimana hukum nya,
    1. apabila membeli secara tunai memberatkan calon pembeli karena kemampuan finansial yang kurang sehingga kita mengharapkan kredit dengan harga yang lebih mahal dari harga tunai tentunya,namun dapat lebih terjangkau karena harus mengangsur dan dicicil ditiap bulannya dan kita sebagai calon pembeli memaklumi hal itu sebagai balas jasa serta terjadinya inflasi/pertambahan nilai mata uang tiap tahunnya.
    2. misalkan bekerja atau membeli pada perusahaan pembiayaan/kredit tersebut dimiliki oleh group pabrik pembuat kendaraan, sbg contoh, kredit kendaraan merk toyota di auto 2000 yang mana auto 2000 merupakan dealer resmi mobil dgn merk toyota yang dan merupakan satu group dari group pabrik kendaraan merk toyota tsb

    jazakumullah

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    1. Mayoritas ulama membolehkan. Sebagian ulama mengharamkan
    2. Ini riba

  45. assalamu alaikum,… semoga Allah memberikan limpahan rahmat kepada kita sekalian…
    saya sudah membuka usaha pengetikan komputer. saya berencana ingin membuka penjualan laptop/komputer secara kredit maupun tunai. saya akan berencana bekerja sama dengan pemilik toko yang di luar kota. saya sudah menyediakan brosur laptop/komputer tersebut. harga yang ditawarkan oleh toko untuk 1 unit barang misalnya rp. 2.500.000 namun pada brosur saya menaikkan harga menjadi rp. 3.000.000,- untuk mendapat keuntungan. harga tersebut sudah termasuk ongkos kirim mengingat barang yang di pesan berada di luar kota. namun ada hal lain yang mengganjal dalam diri saya, sebab barang-barang tersebut nanti akan dipesan jika pembeli sudah terlebih dahulu memberikan uangnya kepada saya. bagaimanakah hal ini menurut islam? saya lakukan hal ini atas pertimbangan/kekhawatiran saya terhadap harga barang elektronik yang tidak stabil(harga elektronik lebih cepat turun dari pada naik, makanya saya tidak berani menyiapkan stok barang di tempat saya.
    pertanyaan berikut, bolehkah saya mengkreditkan barang tersebut dengan jangka waktu 3 bulan. misalnya harga barang yang tadi 3.000.000 bila di kreditkan lagi, maka saya mendapat penambahan keuntungan sebnyak 17% dari harga. penambahan tersebut tergantung jumlah uang muka yang diberikan. misalnya jika DP nya 1.000.000 maka selama 3 bulan penambahan keuntungan yang saya dapatkan Rp 340.000. namun apabila DP nya 2.000.000 maka selama 3 bulan penambahan keuntungan yang saya dapatkan Rp 170.000. bagaimanakah ini menurut pandangan islam? mohon penjelasannya. terimakasih sebelumnya. wassalamualikum warahmatullahi wabarakatuh……..

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam….

    Jual beli dalam kasus pertama dimana anda menerima pesanan, pembeli membayar terlebih dahulu baru anda kirimkan barangnya, maka ini dinamakan jual beli salam. Jual beli salam adalah jual beli dimana penyerahan barang dilakukan pada waktu tertentu, dengan spesifikasi tertentu dan pembayaran dilakukan di depan. Ini halal.

    Untuk kasus kedua, perlu diperinci…
    Jika anda menyetok barang terlebih dahulu, maka ini dinamakan jual beli kredit. Artinya anda memang memiliki dan menyimpan barang, sedangkan pembayaran dilakukan secara kredit. Ulama berbeda pendapat mengenai jual beli kredit dimana harga kredit lebih tinggi daripada harga tunai. Ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Mayoritas ulama berpendapat bolehnya jual beli kredit dengan harga kredit lebih tinggi daripada harga tunai.

    Jika anda tidak menyetok barang, sama dengan kasus pertama dan pembayaran dilakukan tidak secara tunai maka ulama mengatakan ini jual beli istishna’. Hukumnya boleh

    Amannya untuk semua kasus, anda harus melakukan konfirmasi kepada toko bahwa anda menjadi reseller dengan kondisi menaikkan harga. Dengan demikian, anda memiliki perjanjian makelar dengan toko tersebut.

  46. Assalamu’alaikum….. Saya mau minta penjelasan diantaranya :
    1. Apakah jika saya menjual barang dengan ketentuan (syarat), jika pembayaran secara cash/tunai harga saya kasih 100. jika berjarak (2-3 bulan) total jadi 150. apakah boleh seperti demikian?
    2. Bagaimana sistem yang harus saya pakai! apakah dengan cara sistem jika harga kredir/berjarak permisalan 150 tapi jika tunai/cash saya diskon sehingga jatuh hanya 100 saja?
    demikian ustadz, mohon jawaban & penjelasannya.
    maturnuwun.

  47. assalamu’alaikum. ustadz, jika saya berjualan barang lalu saya jual seharga 150. tapi jika cash/tunai harga saya diskon jadi tinggal 100. seperti itu bagaimana ustadz?

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam….

    Boleh

  48. Assalamualakum…..
    1.apakah jika qt berjualan tetapi tidak memiliki barang / hanya akan membelikan ketika ada yang pesan itu termasuk jual beli?
    2.jika diatas termasuk jual beli, apakah sah jika sebelum mereka memesan barang qt sudah memberkan daftar hrga dan aturan pembayarannya???
    3.jika kita hanya mengkreditkan barang tersebut / artinya hanya ada satu aturan apakah itu diperbolehkan / bukan ermasuk riba????

    Note: didalam brosur hanya terdapat harga barang dan aturan pembayaran cicilan (hanya ada satu aturan yakni kredit, tanpa ada harga cash/tunai)

    ilustrasi aturan cicilan dalam brosur :
    jika harga 1-2 maka 2x cicilan
    jika harga 2 ke atas maka 3x cicilan

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    1. Sifatnya dinamakan jual beli salam… Jual beli salam hukumnya halal. Akan tetapi tidak boleh ada syarat bahwa pembeli harus jadi membeli barang tersebut.
    2. Jual beli salam dengan kondisi pembeli memesan barang kepada anda dengan spesifikasi tertentu, diserahkan pada waktu tertentu dan pembayaran dilakukan dimuka. Sebagian ulama ada juga yang membolehkan pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan, dinamakan jual beli istishna.
    3. Jual beli kredit boleh. Tetapi ada perbedaan di kalangan ulama tentang jual beli kredit dimana harga kredit lebih tinggi daripada harga tunai, mayoritas menghalalkan dan sebagian lainnya mengharamkan.

  49. Assalamu’alaikum….. ustadz, pertanyaan saya kok belum ada reply ya? yang ini :
    Juni 30, 2011 pukul 1:25 pm
    Assalamu’alaikum….. Saya mau minta penjelasan diantaranya :
    1. Apakah jika saya menjual barang dengan ketentuan (syarat), jika pembayaran secara cash/tunai harga saya kasih 100. jika berjarak (2-3 bulan) total jadi 150. apakah boleh seperti demikian?
    2. Bagaimana sistem yang harus saya pakai! apakah dengan cara sistem jika harga kredir/berjarak permisalan 150 tapi jika tunai/cash saya diskon sehingga jatuh hanya 100 saja?
    demikian ustadz, mohon jawaban & penjelasannya.
    maturnuwun.

    Juli 4, 2011 pukul 1:09 pm

    assalamu’alaikum. ustadz, jika saya berjualan barang lalu saya jual seharga 150. tapi jika cash/tunai harga saya diskon jadi tinggal 100. seperti itu bagaimana ustadz?
    maturnuwun

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    1. Mayoritas ulama [terutama ulama fiqh] membolehkan. Sedangkan sebagian ulama [terutama ulama hadits] tidak membolehkan.
    2. Boleh. Selanjutnya tinggal anda yang menentukan sikap untuk mengikut pendapat yang mana. Permasalahan ini adalah permasalahan yang sudah lama terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama.

  50. Assalamu’alaikum…….
    Langsung saja ustad, saya mau tanya.. Klo kita mengambil kredit di BANK, trus uang itu kita pergunakan utk membeli kenderaan, tanah, atau benda lainnya, hukum’a bagaimana itu pak ustad… Mohon penjelasan’a, dan terimakasih sbelumnya… Wslm…

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    Mengambil kredit yang mengandung riba, HARAM hukumnya

  51. Assalamualaikum wr..wb..

    Berarti negeri kita full riba ya pak ustads…? di kalangan pns mayoritas hutang di bank, pengusaha juga demikian, sebagian besar kendaraan yang kita tumpangi atau kita lihat juga dari kreditan…gedung-gedung, jalan-jalan, sekolah-sekolahan, kantor-kantor banyak yang dibangun dengan hutang yang notabene dibangun dengan sistem ribawi…tanggapan pak ustadz?

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam….

    Ya begitulah adanya….

  52. Bagai realiata yg tlah mmbudaya di di tgah2 masyarat islam jual beli secara kridit sapa yg bsa di salah kan ,,,!!!????

  53. Saya ingin tahu dan belajar

    saya baca artikel dan komentarnya.. bahwa 2 akad dalam 1 penjualan tidak diperbolehkan. Dan semakna dengan hadits itu adalah ucapan Ibnu Mas’ud : “Satu akad jual beli di dalam dua akad jual beli adalah riba” [Dikeluarkan oleh Abdur Razzaq di dalam Al-Mushannaf (VIII/138-139), Ibnu Abi Syaibah (VI/199), Ibnu Hibban (163, 1111) dan Ath-Thabrani (41/1), sanadnya shahih]

    Lalu saya baca komentar

    Hukum Jual Beli Kredit Dalam Islam

    ini bukan 2 akad kata anda

    Hukum Jual Beli Kredit Dalam Islam

    ini boleh kata anda.

    jadi yang membingungkan saya itu maksud dari hadits tersebut bagaimana maknanya dan bisakan anda memberikan contoh seperti apa 2 akad dalam 1 jual beli karena dari komentar tersebut itu seperti 2 akad dalam 1 jual beli.. terima kasih atas jawabannya

    Abu al Maira :

    2 akad dalam 1 akad adalah berkaitan dengan jual beli ‘inah. Atau misalnya anda hendak membeli sebidang tanah kepada saya tapi dengan kondisi saya harus menjual sebidang tanah juga kepada anda.

    Adapun mengenai jual beli ‘inah adalah ketika harga tunai lebih kecil daripada harga kredit.
    Misalnya, saya menjual motor kepada anda seharga 10juta dengan 10 kali cicilan. Lantas motor itu saya beli lagi kepada anda secara tunai dengan harga 6juta. Akhir hasilnya adalah, anda menerima cash 6juta dari saya, dan anda bayarkan itu senilai 10juta dengan cicilan 10x. Sedangkan saya tetap memiliki motor saya, karena pada dasarnya saya memang tidak berniat menjual motor kepada anda dan pada dasarnya anda tidak ingin membeli motor tapi hanya ingin mendapatkan pinjaman uang tunai. Dan untuk melegalkan pinjam meminjam itu “diputar/dikamuflasekan” dengan jual beli.

  54. Assalamu’alaikum wr.wb
    saya punya BG Rp. 2 juta dgn tempo 1 bulan,karena lagi butuh uang maka sy jual kpd teman dgn harga Rp.1,8 juta dgn potongan 200 ribu sbg jasa.bagaimana hukumny?terima kasih
    Wassalam

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam….

    Kalau saya melihatnya sebagai riba… Karena pada dasarnya giro tersebut adalah uang

  55. Mau nyanya ni Tazd,

    Yang Pertama Dalam fatwa Majlis Ulama Indonesia MUI) melalui Komisi Fatwa Dewan Syariah Nasional adalah Sitilah Musyarokah Mutanaqiso, Yakni perkongsian antara dua Pihak Untuk membeli dan memiliki bersama sebuah Barang, kemudian salah satu Pihak menyewa barang tersebut pada kongsi. Hasil sewa itu kemudian dibagi kedua pihak sesuai dengan kongsinya. Paras Pihak juga sepakat bahwa salah satu Pihak nantinya akan menjadi pemilik penuh barang tersebut setelah mengambil alih kepemilkan pihak lain. Ilustrasinya seperti ini

    A bermaksud membeli rumah yang harganya Rp 100.0000.0000,-, tapi uang tunainya belum mencukupi dan baru ada Rp 50.000.000,- . A datang pada B. Oleh B, A diajak untuk berkongsi membli rumah itu secara bersama, dengan Bn ikut membayar Rp 50.000.000,- . karena dibeli dengan uang A dan B, maka kepemilikan Rumah itu menjadi milik bersama. Kemudian keduanya bsepakat bahwa rumah tersebut nantinya akan di sewa oleh A dengan harga sewa yang disepakati dan hasil sewa itu menjadi hak berdua sesuai dengan penyertaan uang masing-masing. Keduanya juga sepakat bahwa pada saatnya nanti A akan mengambilalih kepemilikan rumah tersebut pada B, setelah A memliki uang yang dibutuhkan.

    Apakah muamalah yang seperti ini dibolehkan ?

    Yang Kedua

    Ini tentang jual beli istisna tazd kasusnya seperti ini

    A bermaksud membli barang Pada B yang biasa menjual dengan pembayaran tempo atau cicilan. A memesan barang pada B. Atas pesanan A tersebut B mencari atau membeli dulu barang yang nantinya akan dibeli oleh A. Hanya pada saat B mencari/membeli barang tersebut mewakilkan pada A, PAda saat mewakilkan B menyediakan semua keperluan yang dibutuhkan untuk membeli barang tersebut, seperti uang transport dan uang yang untuk membeli barang. Akadnya Jelas B mewakilkan pada A untuk membelikan barang. Setelah barang didapat sesuai dengan kriteria yang disepakati barulah B menjualnya pada A, dengan harga dan cara pembayaran yang disepakati. Tidak ada ikatan bahwa setelah barangnya ada A harus memblinya

    Abu al Maira :

    Untuk yang pertama jawabannya boleh…

    Untuk yang kedua, dilihat2 kasusnya. Jika B telah secara mutlak memiliki barang tersebut secara penuh, maka sah-sah saja…

  56. Maaf mohon penjelasan kasus ini

    Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional ( DSN ) dikenal adanya akad IJAROH MULTI JASA,aplikasinya seperti kasus berikut ini tazd.

    ” Fulan Datang ke Lembaga Keuangan Syariah, menceritakan bahwa dia harus membayar biaya Sekolah tapi pada saat itu Fulan tidak memiliki uang tunai. Kemudian Fulan meminta pada Lembaga Keuangan Syariah tadi untuk membayarkannya . Dan Lembaga Keuangan Syariah tadi membayar biaya sekolah tadi atas nama Fulan. Atas aktifitas yang dilakukannya ( membayar biaya sekolah Fulan, yang tentunya membutuhkan waktu dan juga biaya baik untuk transport dan kebutuhan yang lain ) Lembaga Keuangn Meminta jasa/ongkos/ujroh tertentu yang disepakati kedua belah pihak. Jasa/ongkos/ujroh itu muncul bukan karena Lembaga Keuangan Syariah tadi mengeluarkan/meminjamkan uang tapi karena aktifitas membayar ke sekolah yang dilakukannya., Dan pada saat yang telah ditentukan baik sekaligus maupun diangsur Fulan harus membayar pada Lembaga Keuangan SyariahTadi
    sejumlah biaya sekolah plus Jasa/Ongkos/Ujrhonya.

    Yang jadi pertanyaan adalah bolehkah hal tersebut di atas dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah atau oleh siapapun yang melakukan aktifitas seperti itu, dan bolehkan JASA/ongkos/ujroh itu diberlakukan

    Abu al Maira :

    Saya belum mendalami permasalah seperti ini.

    Akan tetapi saya mengingatkan pada sebuah hadits sebagai­mana sabda Nabi : ”Setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat, maka itu termasuk riba.” (HR. al-Baihaqi dalam Sunan al-­Kubro 5/349)
    Walaupun hadits ini dan hadits-hadits yang se­makna dengannya dho’if (lemah) dari sisi sanad sebagaimana dijelaskan oleh al-Albani dalam Dho’if al-Jami’: 4244, tetapi para ulama bersepakat bahwa makna hadits ini sah dan mereka mengamalkannya. Adapun ulama2 tersebut antara lain, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm, Imam al-Baji, Ibnu Abdil Bar, Imam Qurthubi, Ibnu Qudamah, Syaikhul Islam, al-Hafizh Ibnu Hajar, dll.

    Kemudian, saya tidak mengetahui dengan pasti apakah ujrah/upah yang ditetapkan sesuai dengan aktual atas biaya yang dikeluarkan…

    Pada intinya, rasanya di akhir zaman ini sangat langka sekali kita bisa menemukan seseorang yang bisa membantu saudaranya tanpa pamrih. Terlebih lagi jika ada sebuah institusi/lembaga yang dengan sengaja memberikan jasa peminjaman. Secara sederhana kita bisa berpikir, darimana mereka bisa membayar gaji pegawai2 mereka, membayar sewa gedung, listrik, air, dsb.

    Apa yang difatwakan oleh DSN, sangat boleh benar. Tetapi kita harus jeli apakah sistem yang diimplementasikan benar2 sudah sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh DSN

  57. Mohon penjelasan tambahan , besaran ongkos pada realitasnya kan memang sangat relatif tazd, dalam arti Si A mau dengan ongkos sekian tapi B menghendaki lebih dari A atau mungkin C bisa lebih ringan dari yang dikehendaki A, yang jelas besaran ongkos itu memang hasil dari sebuah kesepakatan. O ya mohon dijelaskan sedikit lebih luas terkait kalimat “saya tidak mengetahui dengan pasti apakah ujrah/upah yang ditetapkan sesuai dengan aktual atas biaya yang dikeluarkan… ”
    Mohon penjelasan juga tentang membantu saudara tanpa pamrih, karena dalam hal ini Lembaga tadi memang melayani jasa untuk melakukan aktifitas yang semestinya dilakukan orang lain.

    Mohon penjelasan juga tazd apakah memang tidak bisa dipisahkan antara meminjamkan disatu sisi dan Upah/Ujarah disilain.

    Mohon penejelasn tentang bagaimana implementasi yang benar sesuai yang dimaksudkan oleh DSN

    Abu al Maira :

    Ketika kita berbicara mengenai hukum makelar, maka yang berhak menentukan harga adalah penjual/pemilik barang.

    Misalnya anda menjualkan tanah milik saya kepada si Z. Maka saya bisa menetapkan komisi untuk anda atas penjualan tersebut. Atau bisa juga saya mengatakan kepada anda bahwa saya ingin menjual tanah seharga 500Juta, selanjutnya komisi untuk anda anda yang naikkan sendiri harga jualnya.

    Mengenai ujrah begini…
    Jika dikatakan ujrah/upah adalah sehubungan dengan biaya yang dikeluarkan, maka memang ujrah itu harus benar2 dari biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan hal tersebut. Misal si anak mendapat bantuan talangan sekolah oleh lembaga X. Untuk menyampaikan dana talangan tersebut dalam rangka pembayaran sekolah, pembelian buku, dll, maka lembaga X harus mengeluarkan uang transportasi untuk mengantarkan uang tunai ke sekolah. Nah biaya transport itulah yang boleh dibebankan.
    Akan tetapi jika lembaga X mengambil sedikit saja keuntungan dari transaksi dana talangan [pinajm meminjam] tersebut, maka secara kaidah umum hal tersebut dinamakan riba.
    Oleh karena itu saya katakan secara umum, kalau saya tidak mengetahui dengan pasti apakah lembaga-lembaga yang bergerak di bidang ini menjalankan sistem ujrah seperti yang dimaksud, atau ada sedikit keuntungan yang didapatkan.

    Kalau sebuah lembaga yang notabene seperti bank, asuransi atau lembaga profit, rasanya agak aneh kalau melakukan bisnis dana talangan / pinjaman tanpa mendapatkan keuntungan sedikitpun. Untuk apa mereka berkecimpung dalam suatu bisnis tanpa mendapatkan keuntungan.

    Terkecuali jika yang melakukannya adalah lembaga nir laba, yayasan sosial, atau apapun namanya yang memang bergerak untuk bidang sosial.

    Jadi praktisnya, jika kita meminjam uang lantas dalam pengembaliannya lebih dari jumlah yang kita pinjam, maka kita harus secara cerdas menelitinya.

    DSN adalah Dewan Syariah Nasional

  58. Pada penjelasan seblumnya dikatakan bahwa : ” Apa yang difatwakan oleh DSN, sangat boleh benar. Tetapi kita harus jeli apakah sistem yang diimplementasikan benar2 sudah sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh DSN ” Mohon dijelaskan tazd tentang bagaimana implementasi yang benar2 sesuai dengan apa yang dimaksudkan DSN ( Dewan Syariah Nasional )

  59. ass. maaf pak sebelumnya, saya cuma ingin menanyakan apakah ada permasalahan yang bisa saya angkat untuk dijadikan skripsi tentang permasalahan kredit ini.

    Abu al Maira :

    Coba anda angkat tentang kredit syariah untuk pemilikan rumah / kendaraan.
    Cukup menarik

  60. Mohon penjelasan tentang bai’ Wafa’ dikumpulan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Bai’ Wafa’ ( Sale and lease back ), Simulasinya kaya gini ” A menjual Rumah pada B seharga 100.000.000,-. setelah sempurna akan jual beli tersebut klemudian B menyewakn rumah tersebut pada A, dengan harga sewa yang disepakati kedua belah pihak. Kemudian pada saat A memlikiki uang berniat nmembeli kembali dengan harga beli yang sama pada saat A menjual pada B yakni 100.000.000,-. Mohon penjelasan apakah yang seperti ini dibenarkan dan dibolehkan menurut Ulama Ahlussunah.

    FATWA
    DEWAN SYARI’AH NASIONAL
    NO: 71/DSN-MUI/VI/2008
    Tentang
    SALE AND LEASE BACK
    (البيع مع الاستئجار)
    بِ  سمِ اللهِ الر  حمنِ الرحِيمِ
    Dewan Syari’ah Nasional, setelah:
    Menimbang : a. bahwa dalam masyarakat berkembang suatu kebutuhan jual beli
    suatu aset untuk kemudian pembeli menyewakan kembali aset
    kepada penjual, yang disebut dengan Sale and Lease Back;
    b. bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut,
    diperlukan aturan Sale and Lease Back yang sesuai dengan prinsip
    syariah;
    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
    huruf a dan huruf b, Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama
    Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang Sale and
    Lease Back untuk dijadikan pedoman.
    Mengingat : 1. Firman Allah SWT., antara lain:
    a. QS. Al-Maidah [5]: 1
    يآَأي  ها الَّذِي  ن أمن  وا َأ  وُف  وا بِاْلعُق  ودِ …
    “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu…”
    b. QS. al-Qashash [28]: 26
    َقاَل  ت إِ  ح  دا  ه  ما يآَأبتِ ا  ستْأجِ  ره، إِنَّ  خير منِ ا  ستْأ  ج  ر  ت اْلَقوِ  ي
    ْالأَمِي  ن.
    “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku!
    Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
    sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
    bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat
    dipercaya’.”
    c. QS. al-Kahfii [18]: 77
    َقا َ ل َل  و شِْئ  ت َلات  خ ْ ذ  ت  عَليهِ َأ  جرًا
    Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil
    upah untuk itu.”
    71 Sale and Lease Back
    Dewan Syariah Nasional MUI
    2
    d. QS. al-Baqarah[2]: 275
     وَأ  حلَّ الّله اْلبي  ع  و  حرم الربا
    “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
    riba”.
    e. QS. an-Nisaa[4]: 29
    يا َأي  ها الَّذِي  ن آمنوْا َ لا تْأ ُ كُلوْا َأ  م  واَل ُ ك  م بين ُ ك  م بِاْلباطِلِ إِلاَّ َأن ت ُ كو َ ن
    تِ  جا  رًة  عن تراضٍ من ُ ك  م
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling
    memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
    dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka
    di antara kamu.”
    2. Hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam, antara lain:
    a. Hadits Qudsi riwayat Imam al-Bukhari, Ahmad, Ibnu Majah
    dari Abu Hurairah (teks al-Bukhari), Nabi bersabda:
    َقا َ ل اللهُ  عز  و  جلَّ: َث َ لاَثٌة َأنا  خ  ص  م  ه  م ي  وم اْلقِيامة:  ر  ج ٌ ل َأ  ع َ طى بِى
    (أي  حَل  ف بِا  سمِى) ُث  م َ غ  د  ر، و  ر  ج ٌ ل با  ع  حرا َفَأ َ ك َ ل َث  منه، و  ر  ج ٌ ل
    اِ  ستْأ  جر َأجِيرا َفا  ست  وَفى مِنه وَل  م ي  عطِهِ َأ  جره (رواه البخاري)
    “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Ada tiga kelompok
    yang Aku memusuhi mereka pada Hari Kiamat nanti. Pertama,
    orang yang bersumpah atas nama-Ku lalu ia
    mengkhianatinya. Kedua, orang yang menjual orang merdeka
    (bukan budak belian), lalu ia memakan (mengambil)
    keuntungannya. Ketiga, orang yang memperkerjakan
    seseorang, lalu ia meminta pekerja itu memenuhi
    kewajibannya, sedangkan ia tidak membayarkan upahnya.”
    b. Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi
    bersabda:
    َأ  عطُوا ْالأَجِير َأ  جره َقب َ ل َأ ْ ن يجِ  ف  عرُقه.
    “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”
    c. Hadits riwayat Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu
    Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
    منِ ا  ستْأ  جر َأجِيرا َفْلي  علِ  مه َأ  جره.
    “Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah
    upahnya.”
    d. Hadits riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ad-Daruquthni dari
    Sa`d Ibn Abi Waqqash (teks Abu Dawud), ia berkata:
    71 Sale and Lease Back
    Dewan Syariah Nasional MUI
    3
    ُ كنا ن ْ كرِي ْالأَ  ر  ض بِ  ما  عَلى ال  س  واقِ  ي مِ  ن الز  رعِ  وما  سعِ  د بِاْل  ماءِ
    مِن  ها، َفن  هانا  ر  س  و ُ ل اللهِ  صلَّى اللهُ  عَليهِ  وآلِهِ  و  سلَّ  م  ع  ن َذلِ  ك  وَأمرنا
    َأ ْ ن ن ْ كرِي  ها بِ َ ذ  هبٍ َأ  و فِ  ضةٍ.
    “Dulu kami menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil
    pertanian yang tumbuh di pinggir selokan dan yang tumbuh di
    bagian yang dialiri air; maka, Rasulullah melarang kami
    melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami
    menyewakannya dengan emas atau perak.”
    e. Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
    َال  صْل  ح  جائِز بي  ن اْل  م  سلِمِ  ين إِلاَّ  صْل  حا  حرم  ح َ لا ً لا َأ  و َأ  حلَّ  حراما
     واْل  م  سلِ  مو َ ن  عَلى  شروطِهِ  م إِلاَّ  ش  ر ً طا  حرم  ح َ لا ً لا َأ  و َأ  حلَّ  حراما.
    “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin
    kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau
    menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
    syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang
    halal atau menghalalkan yang haram.”
    3. Ijma’ ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa.
    4. Kaidah Fiqih:
    َالأَ  ص ُ ل فِى اْل  معام َ لاتِ ْالإِبا  حُة إِلاَّ َأ ْ ن ي  دلَّ دلِي ٌ ل  عَلى ت  حرِيمِ  ها.
    “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
    kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
    Memperhatikan : 1. Pendapat para ulama; antara lain:
    a. Al-Syairazi, al-Muhadzdzab, juz I Kitab al-Ijarah hal. 394:
    ي  ج  و  ز  ع ْ ق  د ْالإِ  جا  رةِ  عَلى اْل  منافِعِ اْل  مبا  حةِ…  ولأَنَّ اْل  حا  جَة إَِلى
    اْل  منافِعِ َ كاْل  حا  جةِ إَِلى ْالأَ  عيانِ، َفَل  ما  جا  ز  ع ْ ق  د اْلبيعِ  عَلى ْالأَ  عيانِ
     و  ج  ب َأ ْ ن ي  ج  و  ز  ع ْ ق  د ْالإِ  جا  رةِ  عَلى اْل  منافِعِ.
    “Boleh melakukan akad ijarah (sewa menyewa) atas manfaat
    yang dibolehkan… karena keperluan terhadap manfaat sama
    dengan keperluan terhadap benda. Oleh karena akad jual beli
    atas benda dibolehkan, maka sudah seharusnya boleh pula
    akad ijarah atas manfaat.”
    b. Ibnu Qudamah, al-Mughni, VIII /7:
    َفهِ  ي (الإِ  جا  رُة) بي  ع الْ  منافِعِ،  واْل  منافِ  ع بِ  منزَِلةِ ْالأَ  عيانِ.
    “Ijarah adalah jual beli manfaat; dan manfaat berkedudukan
    sama dengan benda.”
    71 Sale and Lease Back
    Dewan Syariah Nasional MUI
    4
    c. Imam al-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, XV/308;
    al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, II/332; al-Dimyathi, I’anah al-
    Thalibin, III/108:
    …  وَأنَّ اْل  حا  جَة إَِلي  ها [الإِ  جا  رةِ] داعِيٌة؛ َفَلي  س لِ ُ كلِّ  واحِدٍ م  ر ُ ك  و  ب
     وم  س َ ك  ن  و  خادِم َف  ج  و  ز  ت َلذلِ  ك َ ك  ما  ج  و  ز  ت بي  ع ْالأَ  عيانِ.
    “…kebutuhan orang mendorong adanya akad ijarah (sewa
    menyewa), sebab tidak setiap orang memiliki kendaraan,
    tempat tinggal dan pelayan (pekerja). Oleh karena itu, ijarah
    dibolehkan sebagaimana dibolehkan juga menjual benda.”
    d. Ibnu Qudamah, al-Mughni, VIII, 113:
     واْلعي  ن اْل  م  ستْأ  جرُة َأمانٌة فِ  ي يدِ اْل  م  ستْأجِرِ، إِ ْ ن تلَِف  ت بِغيرِ تفْرِيطٍ
    َل  م ي  ض  من  ها.
    “Benda yang disewa adalah amanah di tangan penyewa; jika
    rusak bukan disebabkan kelalaian, penyewa tidak diminta
    harus bertanggung jawab (mengganti).”
    2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional MUI pada
    hari Kamis, 22 Jumadil Akhir 1429 H. / 26 Juni 2008.
    MEMUTUSKAN
    Menetapkan : FATWA TENTANG SALE AND LEASE BACK
    Pertama : Ketentuan Umum
    Sale and Lease Back adalah jual beli suatu aset yang kemudian
    pembeli menyewakan aset tersebut kepada penjual.
    Kedua : Ketentuan Hukum
    Sale and Lease Back hukumnya boleh.
    Ketiga : Ketentuan Khusus
    1. Akad yang digunakan adalah Bai’ dan Ijarah yang dilaksana-kan
    secara terpisah.
    2. Dalam akad Bai’, pembeli boleh berjanji kepada penjual untuk
    menjual kembali kepadanya aset yang dibelinya sesuai dengan
    kesepakatan.
    3. Akad Ijarah baru dapat dilakukan setelah terjadi jual beli atas aset
    yang akan dijadikan sebagai obyek Ijarah.
    4. Obyek Ijarah adalah barang yang memiliki manfaat dan nilai
    ekonomis.
    5. Rukun dan syarat Ijarah dalam fatwa Sale and Lease Back ini
    harus memperhatikan substansi ketentuan terkait dalam fatwa
    DSN-MUI Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiaya-an
    Ijarah.
    71 Sale and Lease Back
    Dewan Syariah Nasional MUI
    5
    6. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
    7. Biaya-biaya yang timbul dalam pemeliharaan Obyek Sale and
    Lease Back diatur dalam akad.
    Keempat : Penutup
    1. Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka
    penyelesaiannya dilakukan berdasarkan peraturan perundangundangan
    yang berlaku dan sesuai prinsip syariah.
    2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika
    di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
    disempurnakan sebagaimana mestinya.
    Ditetapkan di : Jakarta
    Pada Tanggal : 22 Jumadil Akhir 1429 H.
    26 J u n i 2008 M.
    DEWAN SYARI’AH NASIONAL
    MAJELIS ULAMA INDONESIA
    Ketua, Sekretaris,
    DR. K.H. M.A. SAHAL MAHFUDH DRS. H.M. ICHWAN SAM

    Abu al Maira :

    Tidak ada masalah….

  61. bagaimana hukumnya dalam islam mengenai koperasi yang marak sekarang ini.yang prakteknya,mis; pinjaman berupa uang 1 juta,kemudian di bayar dgn cara dicicil/minggu,sebanyak 13 kali.apakah itu termasuk riba?

    Abu al Maira :

    Kalau dicicil 13x dengan total senilai pinjaman maka bukan riba. Tetapi kalau total cicilan lebih besar dari nilai pinjaman maka itu adalah riba.

  62. Assalamu’alaikum.

    4 jempol untuk Blog yang sangat berjasa menambah wawasan muslim modern yang butuh akan masukan, langsung saja ya, ada 2 hal yang ingin saya tanyakan:
    1. Mohon masukannya, untuk sistem jual beli seperti link yang saya sertakan ini,, http://www.kaskus.us/showthread.php?t=8701375 karena menurut pengamatan saya, bisnis online sekarang semakin maju dan mempermudah para calon pembeli untuk mendapatkan barang yang diinginkan, namun jangan sampai segala kemudahan ini justru membuat kita lupa akan unsur yang terdapat di dalamnya.
    Link ini saya sertakan bukan bermaksud untuk menjatuhkan suatu bisnis sejenis yang terkait, namun hanyalah suatu kebutuhan akan informasi islami yang saya rasa sangat penting untuk mengetahuinya. Semua kembali ke pribadi masing-masing.
    2. Bagaimana pula hukumnya bisnis rekber (rekening bersama) yang menetapkan besaran fee tertentu atas dana yang dititipkan. http://www.kaskus.us/showthread.php?t=8379508

    Terima kasih,
    Semoga Allah selalu membukakan jalan bagi hambanya yang mau berfikir.

    Wa’alaikumsalam.

    NB: Jika tidak berkenan ditampilkan, karena terdapat link eksternal, maka silahkan diedit atau dibalas via email

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    Coba anda bergabung di milis pm-fatwa@yahoogroups.com . Insya Allah banyak ilmu yang bermanfaat dan pertanyaan anda banyak dibahas disana…

  63. maaf ini klo OOT, bagaimana bila berjualan dengan sistem deposit?

    Abu al Maira :

    Maksudnya bagaimana?

  64. assalamualaikum wr.wb
    saya ingin bertanya
    bagaimana hukumnya berjualan barang atau uang dalam game yang ditukar dengan pulsa atau barang lain dalam game tersebut?
    jika kedua belah pihak telah bersepakat dengan harga atau barang yang akan di tukar?
    terima kasih mohon penjelasannya
    wassalamualaikum wr.wb

    Abu al Maira :

    ‘Alaykumussalaam…

    Game itu banyak sekali mendatangkan mudharat daripada manfaatnya… Terlebih lagi jika sudah mengarah ke arah perjudian maka haram hukumnya.

  65. AssaLamUalaikuumm..
    saya Mau TaNyaa.. hukum.nya orang yang mengkreditkan emass itu apa benar haram..????
    soalnya kata temen itu di larang karena emas sama saja seperti uang.
    apa benar seperti itu..??
    mohon jawabannya…

    Abu al Maira :

    ‘Alaykumussalaam…

    Riba nasi`ah adalah jual beli dua jenis barang ribawiah yang sama dalam ‘illat dengan tidak secara kontan (kredit). Sementara uang dan emas termasuk barang ribawiah dengan illat yang sama yaitu sama-sama mempunyai nilai tukar.
    Dari ‘Ubadah bin Ash-Shomit radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
    اَلذَّهَبُ بِالذَّهَبِ, وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ, وَالْبرُ ُّبِالْبرُ,ِّ وَالشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ, وَالتَّمَرُ بِالتَّمَرِ, وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ, مِثْلاً بِمِثْلٍ, سَوَاءٌ بِسَوَاءٍ, يَدًا بِيَدٍ, فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ.
    “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, korma dengan korma, dan garam dengan garam. Harus sama besar, sama takarannya, dan harus kontan. Kalau jenis-jenis ini berbeda maka juallah sesuka kalian dengan syarat harus kontan.” (HR. Muslim)

    Adapun emas dikategorikan sama sifatnya dengan uang…

    Kesimpulannya tidak boleh jual beli emas dengan kredit ataupun tertunda. Sebagai contoh tidak boleh membeli emas dimana uang diserahkan saat ini, dan emas diberikan esok hari.

  66. Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

    Saya membaca tulisan tautan ttg Syariah vs Konvensional pd web ini (maaf, ditulis oleh Kembang Geulis—-> identitas yg sy tulis silakan diedit jika krg berkenan). Di web itu ada di tulis :

    “Sistem KPR syariah yang sesuai dengan tuntunan Islam adalah sebagai berikut. Setelah calon pembeli menentukan rumah pilihannya, lalu pembeli mendatangi bank syariah untuk mengajukan KPR. Bank syariah akan survey ke rumah yang dibeli tersebut, lalu bank menaksir harga rumah sesuai dengan jangka waktu cicilan yang akan kita ambil. Misalnya kita berniat untuk menyicil selama 15 tahun, maka bank akan menentukan harga sesuai dengan prediksi harga rumah di 15 tahun mendatang. Lalu bank melakukan akad jual beli dengan penjual. Setelah itu barulah bank menjual rumah tersebut kepada pembeli dengan harga yang telah diperkirakan tadi. Masih menurut sumber yang saya baca, sistem jual beli seperti inilah yang diperbolehkan. Karena harga jual yang sudah ditentukan, maka bank tinggal membagi sesuai dengan lamanya cicilan (15 tahun x 12 bulan). Jadi besarnya cicilan untuk KPR syariah ini flat, tidak tergantung dari suku bunga.”

    Apakah bank yg mengaku syariah juga termasuk pengelabuhan thd riba?
    Sy membaca pd web sbb :

    ” Bahwa sebagian orang ada yang memerlukan rumah tetapi tidak mempunyai uang, lalu pergi ke seorang pedagang yang membelikan rumah tersebut untuknya, kemudian menjual kepadanya dengan harga yang lebih besar secara tangguh (kredit). Ini juga termasuk bentuk pengelabuan terhadap riba sebab si pedagang ini tidak pernah menginginkan rumah tersebut, andaikata ditawarkan kepadanya dengan separuh harga, dia tidak akan membelinya akan tetapi dia membelinya hanya karena merasa ada jaminan riba bagi dirinya dengan menjualnnya kepada orang yang berhajat tersebut.”

    Apakah bank yg mengaku syariah tsb menginginkan rumah tsb? Bukankan yg menginginkan adl konsumen, sedangkan bank yg memberikan pembiayaan (leasing???) Bank yg mengaku syariah tsb sanggup memberikan pembiayaan (walaupun berakad jual beli) kpd konsumen apakh krn merasa ada jaminan untung dg menjualnya kpd org yg berhajat tsb (konsumen)?

    Jadi, apakah bank yg mengaku syariah juga tlh melakukan pengelabuhan thd riba?

    Atas penjelasan saya mengucapkan terima kasih.

    Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam….

    Tendensinya ke arah sana…. Jika tidak sampai dikatakan riba, secara syari’at mekanisme muamalah mereka menyelisihi syari’at… Sistem murabahah mereka tidak benar, sistem mudharabah mereka tidak benar… Walaupun ada sebagian dari mereka yang menjalankan sistem musyarakah yang bisa jadi benar…

  67. “Tendensinya ke arah sana…. Jika tidak sampai dikatakan riba, secara syari’at mekanisme muamalah mereka menyelisihi syari’at… Sistem murabahah mereka tidak benar, sistem mudharabah mereka tidak benar… Walaupun ada sebagian dari mereka yang menjalankan sistem musyarakah yang bisa jadi benar… ”

    Yg dimaksud tdk benar, apa krn pengelabuahan itu? atau krn apa?

    Mnrt anda, ada sebagian dari mereka yang menjalankan sistem musyarakah yang bisa jadi benar. Yg dimaksud bgmn? Kok ada yg tidak benar namun ada yg benar. Yg dimaksud benar bgmn?

    Atas penjelasannya saya mengucapkan terima kasih.

    Abu al Maira :

    Dalam akad murabahah, penjual [bank] harus terlebih dahulu memiliki barang tersebut sebelum dijual kepada pembeli [nasabah].
    DSN pada fatwanya No: 04/DSN-MUI/IV/200, tentang Murabahah menyatakan: “Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.” (Himpunan Fatwa Dewan syariah Nasional MUI).

    Pernahkah anda menemukan bahwa seseorang membeli motor/rumah/mobil dari bank…? Selama ini yang terjadi adalah bank hanyalah berfungsi sebagai lembaga pembiayaan. Karena secara regulasi dan faktanya, bank tidak dibenarkan untuk melakukan praktek perniagaan praktis. Dengan ketentuan ini, bank tidak mungkin bisa membeli yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri. Hasilnya, bank telah melanggar ketentuan DSN MUI.

    Sedangkan dalam sistem musyarakah, bank bersama pihak lain [nasabah] patungan dalam membeli suatu barang dan kemudian barang tersebut didaya gunakan dan keuntungannya dibagi antara bank dan nasabah sesuai dengan kesepakatan.
    Misal anda hendak membeli rumah. Lantas bank menetapkan sistem musyarakah. Dalam hal ini misalnya bank menggelontorkan dana sebesar 80% dari nilai rumah dan anda menggelontorkan dana sebesar 20% dari nilai rumah. Kemudian rumah tersebut anda sewa, dimana uang sewa ini dibagi sebagai keuntungan untuk anda dan bank. Selanjutnya dalam kurun waktu tertentu, anda membeli hak kepemilikan oleh bank atas rumah tersebut. Ketika rumah tersebut sudah dikuasai oleh anda, maka rumah tersebut sepenuhnya menjadi milik anda.

  68. Assalaamu ‘alaikum…

    Membaca tulisan di atas jdi pengin tau. Apa itu murabah, mudharabah dan musyarakah? Apakah bapak ustadz dapat membantu saya?
    Kalau secara syari’at mekanisme muamalah bank syariah itu menyelisihi syariat lalu bagaimana sistem murabahah dan mudharabah yg benar? Mengingat keberadaan bank syariah/koperasi syariah/BMT mungkin benar2 dibutuhkan umat Islam untuk menghindari bank konvensional.
    Terima kasih …

    Wassalaamu’alaikum ……

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam

    Sudah saya tulis di komentar sebelumnya…

  69. Bismillah maaf tazd mohon penjelasan tentang tentang perniagaan seperti ini

    A bermaksud membeli rumah yang harganya Rp 100.0000.0000,-, tapi uang tunainya belum mencukupi dan baru ada Rp 50.000.000,- . A datang pada B. Oleh B, A diajak untuk berkongsi membli rumah itu secara bersama, dengan B ikut membayar Rp 50.000.000,- . karena dibeli dengan uang A dan B, maka kepemilikan Rumah itu menjadi milik bersama. Kemudian keduanya bsepakat bahwa rumah tersebut nantinya akan di jual pada A dengan harga dan cara pembayaran yang disepakati ( tempo/angsuran ) dimana keuntungan penjualan rumah tadi itu menjadi hak berdua sesuai dengan penyertaan uang masing-masing.

    Apakah perniagaan yang seperti ini dibenarkan dan dibolehkan ?

  70. Bismillah…. Maaf tazd kelupaan gak sekalian digabung dengan dengan pertanyaan tadi, Ini tentang Sewa Menyewa tazd, begini kasusnya A menyewakan kendaraan pada B dengan harga sewa dan waktu sewa yang telah disepakati, diawal sewa telah disepakati bahwa apabila dalam masa sewa kendaraan hilang maka menjadi tanggung jawab B, dan ternyata kejadiaan bahwa pada saat masa sewa Kendaraan hilang, dan atas kehilangan tersebut A menuntut pada B untuk mnegganti kendaraan tersebut sebagaimana kesepakatan awal yang dibuat, apakah yang dilakukan oleh A benar ?

  71. Bismillah, mohon penjelasan karena dari percakapan di atas ana msh kurang jelas tentang hukum jual beli kredit atas dasar pesanan..begini ilustrasinya: si A adalah seorang penjual brg secara kredit, dia tdk mempunyai barang stok baik di toko atau di gudang.. kemudian datang si B membutuhkan barang misal kulkas dengan spesifikasi yang jelas..kemudian si A pergi ke toko elektronik dan kemudian membeli kulkas dengan spesifikasi di atas tunai kemudian meminta toko tsb mengantarkan langsung ke alamat si B..bagaimana hukum jual beli seperti ini?jazakalloh khoiron atas jawabannya….

    Abu al Maira :

    Barang tidak boleh langsung dikirim kepada si B, tetapi barang harus dipindahkan dari gudang/lokasi toko elektronik ke lokasi/daerah/gudang yg dikuasai oleh A.

    • afwan tanya lagi, kalau barang konsinasi (titipan) boleh gak kita jual secara kredit atas izin pemilik brg, kalau brg laku kita byar tunai kpd pemilik brg…syukron

      Abu al Maira :

      Tidak boleh, karena anda bukan pemilik barang

  72. jazakallohu khoiron atas jawabannya…afwan tanya lagi jadi apakah stok barang di toko merupakan syarat yang harus dipenuhi penjual barang secara kredit agar jual beli kreditnya halal?apakah boleh menjadi pedagang kreditan jika tidak mempunyai stok di tokonya sama sekali…?kalo bisa disertakan dalilnya..syukron

    Abu al Maira :

    Kalau jual beli salam, barang tidak harus ada karena jual beli salam adalah jual beli secara pesanan. Akan tetapi pembayaran harus dilakukan secara tunai di depan.

    Kalau untuk kasus seperti anda, maka barang harus tersedia dulu di toko.

  73. maaf ( dua ) pertanyaan saya, belum dijawab

    Abu al Maira :

    Disesuaikan dengan perjanjian awal

  74. Maaf yang pertanyaan ini belum terjawab .
    “A bermaksud membeli rumah yang harganya Rp 100.0000.0000,-, tapi uang tunainya belum mencukupi dan baru ada Rp 50.000.000,- . A datang pada B. Oleh B, A diajak untuk berkongsi membli rumah itu secara bersama, dengan B ikut membayar Rp 50.000.000,- . karena dibeli dengan uang A dan B, maka kepemilikan Rumah itu menjadi milik bersama. Kemudian keduanya bsepakat bahwa rumah tersebut nantinya akan di jual pada A dengan harga dan cara pembayaran yang disepakati ( tempo/angsuran ) dimana keuntungan penjualan rumah tadi itu menjadi hak berdua sesuai dengan penyertaan uang masing-masing.

    Apakah perniagaan yang seperti ini dibenarkan dan dibolehkan ?

    Abu al Maira :

    1. Jika penentuan harga jual dari B ke A terjadi setelah rumah tersebut dimiliki oleh patungan A&B, maka ini boleh. Tetapi jika kesepakatan harga jual dari A ke B terjadi sebelum rumah tersebut dimiliki oleh patungan A&B maka ini tidak boleh, karena ini sama saja dengan akal-akalan riba.

    2. Dalam transaksi ini, tidak diperbolehkan adanya kewajiban/keharusan penjualan antara B & A. Artinya bisa saja B membatalkan penjualan rumah ke A dan bisa saja A membatalkan pembelian rumah ke B.

  75. mohon maaf, mohon pencerahan. jika pembelian scara tempo dikaitkan dengan inflasi (kenaikan harga barang) bagaimana? maksud saya misalnya seseorang beli rumah dan pinjam 100.000.000 dari bank, dan dkembalikan nyicil tiap bulan selama 10 tahun. jika dkembalikan sama sejmlah 100.000.000, bukankah nilai uang itu sekarang dan 10 tahun lagi berbeda?? mungkin rumah yang dibeli dengan 100.000.000 sekarang, 10 tahun lagi sudah 300.000.000 atau bahkan 500.000.000. kalau dikembalikan tetap, bisa saja pihak yang meminjamkan akan rugi. bagaimana ???

    Abu al Maira :

    Transaksi yang dilakukan dengan bank adalah pinjam meminjam atau hutang piutang. Dalam transaksi ini haram hukumnya adanya keuntungan/nilai lebih dari nilai yang dihutangi/dipinjamkan.

  76. Assalamualaikum

    Studi kasus:
    1. Sy datang ke showroom komputer hendak survey harga komputer dgn niat akan beli komputer dgn cara cash bila uang sdh terkumpul, namun kemudian melihat brosur cicilan adira ketika ditanya prosedurnya, katanya bs kredit tanpa dp cuman cicilan pertamanya diserahkan ke toko tsb sedangkan cicilan berikutnya distor ke adira, hukumnya?

    2. sy datang ke columbus/columbia yg notabene showroom cash/kredit, dgn tujuan sm utk membeli komputer dgn cara kredit, lalu pihak showroom menyediakan brng yg sy inginkan (sy tdk mengetahui caranya pihak showroom mendptkan brng yg dimaksud apakah di beli cash/cara lain). harga yg ditawarkan scr kredit memang lbh tinggi dr hrg cash. pembayaran dgn/tanpa dp dilakukan lgsng dishowroom tsbt smpai selesai.

    pilihan mana yg hrs sy pilih?

    3. dan bagaimana dgn pembelian kredit dgn menggunakan kartu kredit pd program 0%, bgimana hukumnya?

    4. mhn info tambahan ttg proedur pembelian rumah/mobil dgn cara mencicil spy bs terhindar dr riba.

    demikian, mhn informasinya ustadz.
    wassalam.

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    1. Riba
    2. Kalau barang tsb sudah dimiliki oleh Showroom, maka boleh.
    3. Ulama berbeda pendapat. Mayoritas mengharamkan…
    4. Barang yang diperjual belikan harus sudah dimiliki oleh penjual dan berada di dalam penguasaan penjual. Jadi tidak boleh kalau barang sudah dimiliki penjual tetapi masih ada di tangan pihak lain [tempat penjual membeli barang tersebut sebelumnya]. Kemudian dalam jual beli kredit, tidak boleh adanya denda/tambahan harga atas keterlambatan pembayaran angsuran

  77. Pak, ana ditawari membuat BMT syariah,..nah ada tidak sampel konkrit yang bisa ditiru konsep detail syariahnya di indonesia? sebagai solusi mengeluarkan ikhwan2 dari rentenir, leasing, etc…
    yang bisa dan sudah dipraktekkan,

    Abu al Maira :

    Coba anda hubungi Forum Pengusaha Muslim, atau hubungi Ustadz Muhammad Arifin Baderi..

  78. Assalamu’alaikum …

    Bagaimana kalau ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dua harga penjualan didalam satu penjualan adalah jual beli ‘inah yang ditafsirkan oleh Ibnul Qayyim dan lainnya di kitab I’lamul Muwaqqiin & Hasyi’ah ‘ala Syarah Sunan Abi Dawud?

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    Saya kurang mengerti dengan pertanyaan anda…

  79. assalamu’alaikum,
    bagaimana jika terlanjur terlibat dalam jual beli kredit yg melibatkan pihak ketiga seperti adira atau fif? Apakah harus dihentikan dan mengembalikan barang yg di kredit?

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    Kalau dikembalikan rasanya tidak mungkin. Anda harus bertaubat dan tidak mengulanginya lagi.
    Adapun sisa angsurannya, secara syariat anda tidak diwajibkan untuk menunaikan pembayaran bunganya. Tetapi itu tidak mungkin dan itu adalah konsekuensi dari akibat akad riba tersebut.
    Adapun mengenai hartanya, ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan anda bisa tetap menggunakan harta tersebut, dan ada yang berpendapat anda segera menjual anda tersebut untuk melunasi hutang anda. Karena konsekuensi dari taubat adalah segera menyelesaikan transaksi riba tersebut.

    Allahu ‘alam

  80. Assalamu’alaikum ..

    Saya ada 3 pertanyaan dan berharap ustadz berkenan menjawabnya supaya saya tidak salah langkah;

    1. Bagaimana hukumnya jual beli kredit, tapi tidak mengadakan stok barang, jadi istilahnya penjual akan kulakan barang jika ada pemesanan dari calon pembeli. Misalnya kredit HP untuk para karyawan2 pabrik atau perkantoran.

    2. Apakah boleh mensyaratkan uang muka sebagai tanda jadi? dan apakah ini termasuk bai istishna’? mengingat kita tidak boleh mengikat selama barang belum menjadi milik penjual. mohon dijabarkan.

    3. Bagaimana hukumnya BEKERJA di pabrik/perusahaan yang BISA JADI sebagian permodalannya dibiayai bank konvensional dan menyimpan uang kasnya di bank konvensional. Misalnya: Maspion, Tjiwi Kimia, Telkomsel, Perusahaan milik negara (BUMN), Ajinomoto, Jawa Pos, Kimia Farma dsb.

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    1 & 2. Lengkapnya anda bisa baca disini : http://pengusahamuslim.com/akad-istishna

    3. Hukumnya boleh selama anda amanah dalam bekerja, barang yang diproduksi oleh perusahaan bukanlah barang-barang yang haram atau barang-barang yang membawa kepada hal-hal yang haram, dan anda tidak berkecimpung dalam proses sipan pinjam dengan bank ribawi.

  81. Saya sudah baca tulisan diatas, namun ketika saya bandingkan dengan tulisan Ustadz Arifin Badri di sini : http://www.konsultasisyariah.com/hukum-jual-beli-kredit/ dan artikel lain juga.
    Saya medapatkan kesimpulan yang berbeda.

    Maksud dari larangan “2 penjualan dalam 1 penjualan” adalah jika dalam satu akad,, si pembeli dan penjual tidak menetapkan akad mana yang dia pilih, apakah kredit dengan harga (misalnya) 10 juta atau cash dengan harga 8 juta. kalau sudah memilih, berarti hanya ada 1 penjualan/syarat dalam 1 penjualan. Termasuk pula maksud dari larangan “2 Penjualan dalam 1 Penjualan” adalah jual beli ‘inah.

    contohnya saja perkataan Sufyan Ats-Tsauri yang dianggap sepakat dengan pengharaman kredit langsung (padahal tidak) :

    “Aku menjual kepadamu dengan kontan (seharga) sekian, DAN dengan tidak kontan (seharga) sekian dan sekian”, KEMUDIAN PEMBELI MEMBAWANYA PERGI, maka dia berhak memilih di antara dua (harga) penjualan tadi, SELAMA BELUM TERJADI KEPUTUSAN jual-beli atas SALAH SATU harga. Dan jika telah terjadi jual-beli seperti ini, maka itu adalah dibenci. Itulah “dua penjualan di dalam satu penjualan”, dan itu tertolak serta terlarang. Maka jika engkau mendapati barangmu masih utuh, engkau dapat mengambil harga yang paling rendah dan waktu yang lebih lama.

    Jadi masalahnya bukan pada shahih-tidaknya dalil, tetapi masalahnya adalah tafsir terhadap “2 Penjualan dalam 1 Penjualan”, dan Insya Allah ini yang benar karena nabi sendiri pernah melakukan jual beli kredit yang dilebihkan.

    أن رسول الله صلى الله عليه و سلم أمره أن يجهز جيشا قال عبد الله بن عمرو وليس عندنا ظهر قال فأمره النبي صلى الله عليه و سلم أن يبتاع ظهرا إلى خروج المصدق فابتاع عبد الله بن عمرو البعير بالبعيرين وبالأبعرة إلى خروج المصدق بأمر رسول الله صلى الله عليه و سلم. رواه أحمد وأبو داود والدارقطني وحسنه الألباني

    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mempersiapkan suatu pasukan, sedangkan kita tidak memiliki tunggangan, Maka Nabi memerintahkan Abdullah bin Amer bin Al ‘Ash untuk membeli tunggangan dengan PEMBAYARAN DITUNDA hingga datang saatnya penarikan zakat. Maka Abdullah bin Amer bin Al ‘Ashpun seperintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli setiap ekor onta DENGAN HARGA dua ekor onta yang akan dibayarkan KETIKA telah tiba saatnya penarikan zakat. Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ad Daraquthni dan dihasankan oleh Al Albani.

    penjelasan ustadz arifin badri :
    Pada kisah ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan sahabat Abdullah bin ‘Amer Al ‘Ash untuk membeli setiap ekor onta dengan harga dua ekor onta dengan pembayaran dihutang. Sudah dapat ditebak bahwa beliau tidak akan rela dengan harga yang begitu mahal, (200 %) bila beliau membeli dengan pembayaran tunai. Dengan demikian, pada kisah ini, telah terjadi penambahan harga barang karena pembayaran yang ditunda (terhutang).

    lebih lanjutnya bisa disimak tulisannya ustadz arifin badri dan juga tulisan ustadz Erwandi Tarmizi dalam bukunya “Harta Haram Muamalat Kontemporer” dalam pembahasan kredit (disitu ada fatwa dari majma fiqh al islami dan lajnah daimah)

    Oleh Muhamad Adry Yudhistira, Cibinong Bogor.

  82. assalamualaikum

    semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatNYA kepada kita

    akhi saya ingin bertanya ..bagaimana kalau sya membeli barang dengan mencicil.. sebelumnya saya bilang dengan si penjual kalau saya ingin membeli barang A yang belum dimiliki dengan si penjual .kemudian dia pergi untuk membeli barang yang saya inginkan dan menjualnya kepada sya dengan harga yang lebih tinggi dari harga asli karna saya sudah mencari tahu kalau harga standartnya bukan segitu ..

    boleh atau tidak ???

    terimakasih

    wassalamualaikum

    Abu al maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    Jika barang yang dimaksud sudah dimiliki dan dikuasai oleh penjual, maka dia boleh menjualnya kepada anda dengan cara kontan maupun cicil, dan dengan harga yang dikehendakinya walaupun lebih mahal dari harga pasar

  83. Mengapa Syaikh Al Albani tidak membolehkan tambahan harga dalam jual beli kredit ? Mengapa fatwa Syaikh Al- Albani kadang berseberangan dengan fatwa Syaikh Al- Utsaimin dan Syaikh Bin Baz ? Bagaimana kita menyikapi perbedaan tersebut ?

    Abu al Maira :

    Perbedaan pandangan di kalangan ulama tidak sebatas perbedaan di zaman sekarang semisal perbedaan pendapat antara Syaikh Al Albani dengan ulama lainnya. Bahkan perbedaan pendapat sudah terjadi di zaman para sahabat dan generasi awal umat islam.

    Apa yang terjadi mengenai hukum jual beli dengan 2 harga antara Syaikh Al Albani dengan ulama lainnya memang terjadi, namun demikianlah ijtihad dan pandangan Syaikh Al Albani dalam menyikapi hadist yang di maksud. Walaupun jumhur ulama tidak sependapat dengan pendapat Syaikh Al Albani.
    Syaikh Al Albani pun juga manusia biasa yang tidak terlepas dari salah. Adapun jika seorang ulama berijtihad dan ijtihadnya benar maka dia mendapat 2 pahala, sedangkan jika ijtihadnya salah maka dia mendapat 1 pahala.

    Saya tidak mengatakan pendapat Syaikh Al Albani salah, juga tidak mengatakan pendapat jumhur salah. Masing-masing dari mereka berpegang pada nash/dalil, hanya saja mereka berbeda dalam mempersepsikan dalil.

    Hal-hal yang menyebabkan perbedaan pendapat di kalangan ulama diantaranya :
    1. Nash atau dalil dalam suatu masalah tidak sampai kepada seseorang yang keliru dalam mengambil suatu keputusan atau memberikan fatwa.
    Contohnya hal ini terjadi di zaman Umar bin Khatab disaat ada daerah yang dituju sedang terkena wabah. Lantas Umar harus memutuskan apakah harus memasuki daerah tersebut ataukah membatalkannya. Ada yang berpendapat tetap memasukinya dan ada juga yang berpendapat untuk membatalkannya. Lantas salah seorang sahabat membacakan hadits nabi yang mengatakan bahwa jika suatu daerah dilanda suatu wabah penyakit, maka kita jangan memasukinya.

    2. Hadits (dalil) telah sampai kepada seseorang yang kebetulan keliru dalam mengambil suatu keputusan, namun dia meragukan pembawa berita atau yang meriwayatkan hadits. Misalnya seorang ulama menilai suatu hadits adalah shahih sedang ulama lainnya menyatakan dhaif atau bahkan maudhu’. Misalnya mengenai hadits qunut shubuh.

    3. Dalil (hadits) telah sampai kepada orang tersebut, namun ia keliru dalam memahaminya.

    4. Dalil telah sampai kepadanya tapi sudah dinasakh / dihapus, namun ia tidak mengetahui dalil yang menasakhnya.

    5. Hadits (dalil) telah sampai kepadanya, namun ia lupa terhadap dalil tersebut.

    Lantas bagaimanakah sikap kita terhadap perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama ?
    Maka kita diwajibkan untuk mengetahui dalil dari masing-masing pendapat. Lantas kita memilih pendapat mana yang menurut kita cukup kuat.

  84. ASALAMUALAIKUM
    pak kalu menurut ajaran isalam berapa % kita bole mengambil keuntungan dari usaha jual beli kredit..?

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    Tidak ada batasan

  85. Assalamu’alaikum…

    Ustadz.. saya ada pertanyaan barangkali sedikit keluar dari tema tapi sangat penting bagi saya..

    Begini ustadz, bagaimana dengan hukum bekerja pada perusahaan yang melakukan hal yang mirip atau sama dengan suap, misalnya; perusahaan tempat kita mempunyai usaha pembuatan mebel. pemasaran dilakukan dengan mendekati toko-toko besar untuk mau pesan dan dijual lagi. Untuk memperlancar pemasaran, perusahaan tempat kita bekerja memberikan semacam fee atau hadiah berupa barang atau uang yang diberikan secara rutin kepada karyawan toko dengan maksud supaya kalau orang yg datang ke toko bisa langsung ditawari produk perusahaan tempat kita bekerja, barang akhirnya cepat laku, cepat habis dan toko akan pesan lagi barang ke perusahaan kita. Tapi di sisi lain Pemilik Toko melarang karyawan tokonya untuk menerima fee/hadiah dari para perusahaan lain, sementara perusahaan tempat kita bekerja tahu hal tersebut tapi terus melakukannya dengan memberi fee/hadiah kepada Karyawan Toko tanpa sepengetahuan Pemilik Toko.

    Bagaimana hukumnya ustadz?
    terima kasih atas perhatiannya..

    • assalamualaikum pak ustad,saya mau tanya,td saya baca kita menjual barang secara kredit blh setelah ada yg pesan,yg tadinya barang itu kita ga jual setelah ada yg pesan bru kita belikan dengan cara pembyaran tempo,itu ktanya blh asal barang tersebut sudah menjadi sepenuhnya milik kita bru kita jual .yang jadi prtanyaan,barang itu bisa dikatakan sepenuhnya sudah menjadi milik kita itu kl kita sudah membayar lunas ketoko penjual brg itu,atau barang itu sudah kita bayar lunas dan kita bawa pulang ketmpat kita dulu baru kita jual lg.?lkl seandainya kyk elektronik contoh tv kita sudah bayar cash ke toko trsbt trs kita jual lg tp secara kredit dgn mengambil keuntungan dr harga beli kita trs tv tersebut langsung kita kirim kealamat si pembeli tampa kita bwa ketmpat kita dlu itu dinamakan riba ga?

      Abu al Maira :

      ‘Alaikumussalaam….

      Barang elektronik harus kita ambil dulu, tidak boleh langsung dikirim ke pemesan….

  86. pak ustad tanya lagi seandainya kita menjul barang secara kredit,trs penjual menawari dl,pengennya kredit selama brp bulan,bru penjual ksh harganya,tp si penjual tetap hanya menyebutkan satu harga,itu termasuk riba ga pak ustad?trs seharusnya seperti apa prosedurnya

  87. assalamualaikum pak , begini misalnya saya membeli emas secara tunai dan belum menerima barang tersebut secara langsung. namun emas tersebut saya titipkan kepada penjual emas yang menjual emas yang saya beli untuk dijual kembali dengan pembeli lain dengan kesepakatan keuntungannya dibagi 2. bagaimanakah hukum jual beli tersebut, apa termasuk riba? mohon penjelasannya agar saya terhindar dari riba

    terima kasih atas perhatiannya\

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam…

    Haram. Jual beli emas harus kontan dan serah terima barang pada saat itu juga.
    Agar terhindar dari riba, maka saat jual beli emas harus sudah berpindah tangan antara penjual dan anda.

    Kemudian baru anda membuat akad makelar, dimana toko mas membantu menjualkan emas anda.

  88. assalamu’alaikum

    sy pernah melakukan pembelian seperti ini:
    penjual menawarkan barang dgn hrg 1jt, kemudian sy tawar 750rb tp penjual tidak mau dan turun hrg menjadi 875rb nett krn uang sy kurang sy meminta 875rb itu dicicil tp tetap penjual tdk mau, dan akhirnya sy melakukan penawaran menerima harga 1jt asal boleh dicicil dan penjual sepakat menerimanya…
    untuk seperti ini gmn ya boleh apa tidak?
    trimakasih

    assalamu’alaikum

    ‘alaykumussalaam….

    Boleh,,,

  89. assalamu’alaikum..

    saya mau tanya pak ustad,kalo kita menjual barang lebih dari separo dari harga modal atau menjual barang 50% keuntangan nya itu hukum nya gimana ya pak ustad? mohon penjelasan nya ya pak ustad.
    terima kasih ya pak ustad

    assalamu’alaikum..

    Abu al Maira :

    ‘Alaikumussalaam… Halal…

Trackbacks

Tinggalkan komentar