Archive for April 13th, 2007

April 13, 2007

Adopsi Dalam Islam


Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta

 

Adopsi anak sudah dikenal sejak zaman jahiliyah sebelum ada risalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dahulu anak adopsi dinasabkan kepada ayah angkatnya, bisa menerima waris, dapat menyendiri dengan anak serta istrinya, dan istri anak adopsi haram bagi ayah angkatnya (pengadopsi). Secara umum anak adopsi layaknya anak kandung dalam segala urusan. Nabi pernah mengadopsi Zaid bin Haritsah bin Syarahil Al-Kalbi sebelum beliau menjadi Rasul, sehingga dipanggil dengan nama Zaid bin Muhammad. Tradisi ini berlanjut dari zaman jahiliyah hinga tahun ketiga atau ke empat Hijriyah.Kemudian Allah memerintahkan anak-anak adopsi untuk dinasabkan ke bapak mereka (yang sebenarnya) bila diketahui, tetapi jika tidak diketahui siapa bapak yang asli, maka mereka sebagai saudara seagama dan loyalitas mereka bagi pengadopsi juga orang lain. Allah mengharamkan anak adopsi dinasabkan kepada pengadopsi (ayah angkat) secara hakiki, bahkan anak-anak juga dilarang bernasab kepada selain bapak mereka yang asli, kecuali sudah terlanjur salah dalam pengucapan. Allah mengungkapkan hukum tersebut sebagai bentuk keadilan yang mengandung kejujuran dalam perkataan, serta menjaga nasab dari keharmonisan, juga menjaga hak harta bagi orang yang berhak memilikinya.Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama-nama bapak mereka, itulah yang lebih baik dan adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadaap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Ahzab : 4-5]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

“Artinya : Barangsiapa yang disebut bukan kepada bapaknya atau berafiliasi bukan kepada walinya, maka baginya laknat Allah yang berkelanjutan” [Hadits Riwayat Abu Daud]

Dengan keputusan Allah yang membatalkan hukum adopsi anak (yaitu pengakuan anak yang tidak sebenarnya alias bukan anak kandung) dengan keputusan itu pula Allah membatalkan tradisi yang berlaku sejak zaman jahiliyah hingga awal Islam berupa.

[1]. Membatalkan tradisi pewarisan yang terjadi antara pengadopsi (ayah angkat) dan anak adopsi (anak angkat) yang tidak mempunyai hubungan sama sekali. Dengan kewajiban berbuat baik antara keduanya serta berbuat baik terhadap wasiat yang ditinggalkan setelah kematian (ayah angkat) pengadopsi selama tidak lebih dari sepertiga bagian dari hartanya. Hukum waris serta golongan yang berhak menerimanya telah dijelaskan secara terperinci dalam syari’at Islam. Dalam rincian tersebut tidak disebutkan adanya hak waris di antara keduanya. Dijelaskan pula secara global perintah berbuat baik dan sikap ma’ruf dalam bertindak.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama)” [Al-Ahzab : 6]

[b]. Allah membolehkan pengadopsi (ayah angkat) nikah dengan bekas istri anak angkat setelah berpisah darinya, walaupun diharamkan di zaman jahiliyah. Hal tersebut dicontohkan oleh Rasulullah sebagai penguat keabsahannya sekaligus sebagai pemangkas adat jahiliyah yang mengharamkan hal tersebut.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Artinya : Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya). Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi” [Al-Ahzab : 37]

Nabi menikahi Zaenab binti Jahsy atas perintah Allah setelah suaminya Zaid bin Haritsah menceraikannya.

Dari uraian diatas, maka menjadi jelas bahwa pembatalan terhadap hukum adopsi bukan berarti menghilangkan makna kemanusiaan serta hak manusia berupa persaudaraan, cinta kasih, hubungan sosial, hubungan kebajikan dan semua hal berkaitan dengan semua perkara yang luhur, atau mewasiatkan perbuatan baik.

[a]. Seseorang boleh memanggil kepada yang labih muda darinya dengan sebutan “wahai anakku” sebagai ungkapan kelembutan, kasih sayang, serta perasaan cinta kasih sayang kepadanya, agar ia merasa nyaman dengannya dan mendengarkan nasehatnya atau memenuhi kebutuhannya. Boleh juga memanggil orang yang usianya lebih tua dengan panggilan, “wahai ayahku” sebagai penghormatan terhadapnya, mengharap kebaikan serta nasehatnya, sehingga menjadi penolong baginya, agar budaya sopan santun merebak dalam masyarakat, simpul-simpul antar individu menjadi kuat hingga satu sama lain saling merasakan persaudaraan seagama yang sejati.

[b]. Syari’at Islam telah menganjurkan untuk bertolong menolong dalam rangka kebajikan dan ketakwaan serta mengajak semua manusia berbuat baik dan menebarkan kasih sayang.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaijkan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Maidah : 2]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Peumpamaan orang-orang mukmin dalam masalah kecintaan dan kasih sayang serta pertolongan di antara mereka bagaikan satu tubuh. Jika salah satu organ mengeluh kesakitan, niscaya seluruh tubuh ikut panas dan tak dapat tidur” [Hadits Riwayat Ahmad dan Muslim]
Dan sabda beliau.

“Artinya : Seorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya bagaikan suatu bangunan sebagiannya menopang sebagian yang lain” [Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i]

Termasuk dalam hal tersebut mengurusi anak yatim, fakir miskin, tuna karya dan anak-anak yang tidak mempunyai orang tua, yaitu dengan mangasuh dan berbuat baik kepadanya. Sehingga di masyarakat tidak terdapat orang yang terlantar dan tak terurus. Karena ditakutkan umat akan tertimpa akibat buruk dari buruknya pendidikan serta sikap kasarnya, ketika ia merasakan perlakuan kasar serta sikap acuh dari masyarakat.

Kewajiban pemerintah Islam adalah mendirikan panti bagi
oran tidak mampu, anak yatim, anak pungut, anak tidak berkeluarga dan yang senasib dengan itu. Bila keuangan Baithul Mal tidak mencukupi, maka bisa meminta bantuan kepada orang-orang mampu dari kalangan masyarakat, sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Siapapun seorang mukmin mati meninggalkan harta pusaka, hendaknya diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak, siapapun mereka. Tetapi jika meninggalkan utang atau kerugian hendaklah dia mendatangiku, karena aku walinya” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]

Inilah yang disepakati bersama, semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad , keluarga serta sahabatnya.

[Komisi Tetap Untuk Fatwa, Fatawa Islamiyah 4/497]

[Disalin dari kitab Fatawa Ath-Thiflul Muslim, edisi Indonesia 150 Fatwa Seputar Anak Muslim, Penyusun Yahya bin Sa’id Alu Syalwan, Penerjemah Ashim, Penerbit Griya Ilmu]

 

April 13, 2007

Waktu Pemberian Nama Anak


Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta
 

Waktu penamaan anak cukup longgar. Boleh menamainya pada hari kelahirannya atau pada hari ke tujuh, masing-masing memiliki dasar hukumnya. Imam Al-Bukhari dan Muslim membawakan suatu hadits dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi, dia berkata.Al-Mundzir bin Usaid dibawa ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari kelahirannya. Rasulullah memangkunya. Sedangkan ayahnya duduk. Rasulullah memainkan sesuatu di hadapan sang bayi. Abu Usaid meminta orang lain untuk mengambil Usaid dari pangkuan Rasulullah. Maka diambillah bayi itu dari pangkuan Rasulullah, Rasulullah bertanya : “Dimana bayinya”. Abu Usaid menjawab : “Kami pindahkan wahai Rasulullah”. Lalu beliau bertanya : “Siapa namanya?”. Ayahnya menjawab : “Fulan”. Rasulullah menyanggah : “Tidak, namanya (yang tepat) Al-Mundzir”.

Dalam Shahih Muslim dari hadits Sulaiman bin Al-Mughirah dari Tsabit dari Anas, ia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Malam ini bayiku lahir, Aku beri nama mirip nama moyangku, Ibrahim”.

Dari Samurah Radhiyallahu ‘anhu, Imam Ahmad dan Ahlus Sunnah meriwayatkan, ia berkata : “Rasulullah bersabda :

Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ke tujuh (kelahirannya) sekaligus dinamai dan dicukur rambut kepalanya” [At-Tirmidzi menetapkan hadits ini Hasan Shahih]

Wabillahit taufiq. Washallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi washahbihi wasallam.

[Fatawa Islamiyah 4/489]

April 13, 2007

Pemberontakan Dalam Islam


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya [An-Nisa : 59]
Nash-nash hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mentaati waliyul amri adalah ketaatan dalam perkara ma’ruf bukan dalam perkara maksiat. Mereka tidak boleh mentaati penguasa jika mereka diperintahkan berbuat maksiat. Akan tetapi mereka tidak boleh memberontak penguasa karenanya. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa melihat sebuah perkara maksiat pada diri-diri pemimpinnya, maka hendaknya ia membenci kemaksiatan yang dilakukannya dan janganlah ia membangkang pemimpinnnya. Sebab barangsiapa melepaskan diri dari jama’ah lalu mati, maka ia mati secara jahiliyah”
Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Seorang muslim wajib patuh dan taat (kepada umara’) dalam saat lapang maupun sempit, pada perkara yang disukainya ataupun dibencinya selama tidak diperintah berbuat maksiat, jika diperintah berbuat maksiat, maka tidak boleh patuh dan taat”.

Sorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menyebutkan bahwa akan ada penguasa yang didapati padanya perkara ma’ruf dan kemungkaran :”Wahai Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami ?” Beliau menjawab : “Tunaikanlah hak-hak mereka dan mintalah kepada Allah hak-hak kamu”.

Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu menuturkan : “Kami memba’iat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar kami tidak merampas kekuasaan dari pemiliknya” Beliau melanjutkan : “Kecuali kalian lihat pada diri penguasa itu kekufuran yang nyata dan kamu memiliki hujjah atas kekufurannya dari Allah [Al-Qur’an dan As-Sunnah]”

Hal itu menunjukkan larangan merampas kekuasaan waliyul amri dan larangan memberontak mereka kecuali terlihat pada diri penguasa itu kekufuran yang nyata dan terdapat hujjah atas kekufurannya dari Allah (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Karena pemberontakan terhadap penguasa akan menimbulkan kerusakan yang lebih parah dan kejahatan yang lebih besar. Sehingga stabilitas keamanan akan terguncang, hak-hak akan tersia-siakan, pelaku kejahatan tidak dapat ditindak, orang-orang terzhalimi tidak dapat tertolong dan jalur-jalur transportasi akan kacau. Jelaslah bahwa memberontak penguasa akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Kecuali jika kaum muslimin melihat kekafiran yang nyata pada diri penguasa tersebut dan terdapat hujjah atas kekufurannya dari Allah (Al-Qur’an dan As-Sunnah), mereka dibolehkan memberontak penguasa tersebut dan menggantikannya jika mereka mempunyai kemampuan. Akan tetapi, jika mereka tidak memiki kemampuan, mereka tidak boleh mengadakan pemberontakan. Atau jika pemberontakan akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar, mereka tidak boleh melakukannya demi menjaga kemaslahatan umum. Kaidah syar’i yang disepakati bersama menyebutkan : Tidak boleh menghilangkan kejahatan dengan kejahatan yang lebih besar dari sebelumnya, akan tetapi wajib menolak kejahatan dengan cara yang dapat menghilangkannya atau meminimalkannya. Adapun menolak kejahatan dengan mendatangkan kejahatan yang lebih parah lagi tentu saja dilarang berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.

Apabila kelompok yang ingin menurunkan penguasa yang telah melakukan kekufuran itu memiliki kemampuan dan mampu menggantikannya dengan pemimpin yang shalih dan baik tanpa menimbulkan kerusakan yang lebih besar terhadap kaum muslimin akibat kemarahan penguasa itu, maka mereka boleh melakukannya.

Adapun jika pemberontakan tersebut malah menimbulkan kerusakan yang lebih besar, keamanan menjadi tidak menentu, rakyat banyak teraniaya, terbunuhnya orang-orang yang tidak berhak dibunuh dan kerusakan-kerusakan lainnya, sudah barang tentu pemberontakan terhadap penguasa hukumnya dilarang.

Dalam kondisi demikian rakyat dituntut banyak bersabar, patuh dan taat dalam perkara ma’ruf serta senantiasa menasihati penguasa dan mendo’akan kebaikan bagi mereka. Serta sungguh-sungguh menekan tingkat kejahatan dan menyebar nilai-nilai kebaikan. Itulah sikap yang benar yang wajib ditempuh. Karena cara seperti itulah yang dapat mendatangkan maslahat bagi segenap kaum muslimin. Dan cara seperti itu juga dapat menekan tingkat kejahatan dan meningkatkan kuantitas kebaikan. Dan dengan cara seperti itu jugalah keamanan dapat terpelihara, keselamatan kaum muslimin dapat terjaga dari kejahatan yang lebih besar lagi. Kita memohon taufiq dan hidayah kepada Allah bagi segenap kaum muslimin.

[Disalin dari kitab Muraja’att fi fiqhil waqi’ as-siyasi wal fikri ‘ala dhauil kitabi wa sunnah, edisi Indonesia Koreksi Total Masalah Politik & Pemikiran Dalam Perspektif Al-Qur’an & As-Sunnah, hal 24-29 Terbitan Darul Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]

 

April 13, 2007

Dakwah Tanpa Ilmu


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Bekal paling pertama yang wajib dipegangi oleh seorang da’i adalah hendaknya menjadi seorang yang ‘alim (berilmu). Karena meremehkan urgensi ilmu artinya seseorang akan tetap dalam kondisi bodoh, dan dakwahnya menjadi buta tanpa mengetahui apa yang benar di dalamnya.Jika dakwah itu berdiri di atas kebodohan maka setiap orang akan memberikan hukum sesuai dengan apa yang didiktekan oleh akalnya, yang ia sangka benar padahal salah. Maka saya berpendapat bahwa pandangan ini adalah salah ! Wajib ditinggalkan, dan hendaknya seseorang tidak berdakwah kecuali setelah mempelajaari (apa yang ia akan dakwahkan). Oleh karena itu Imam Al-Bukhari Rahimahullah telah membuat bab yang semakna dengan ini dalam kitab Shahihnya dengan menuliskan : Bab Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal, lalu beliau menjadikan dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.“Artinya : Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan” [Muhammad : 19]

Maka seseorang haruslah mengetahui terlebih dahulu lalu kemudian mendakwahkannya.

[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]

April 13, 2007

Ambeien


Apakah Anda banyak menghabiskan waktu dengan duduk, berdiri dalam waktu lama, atau sering mengangkat beban yang berat? Jika ya, Anda sebaiknya waspada. Apalagi jika Anda hanya sedikit mengonsumsi air putih dan sayuran berserat. Anda berpotensi terserang wasir atau ambeien

Menurut ahli bedah dari RS Husada Jakarta, Soetanto Gandakusuma, MD wasir adalah penyakit yang timbul karena pembuluh-pembuluh darah di daerah anus melebar akibat aliran darah ke jantung terhambat. “Pembuluh yang melebar ini kemudian ditutupi oleh selaput lendir, kulit, jaringan ikat atau otot-otot polos, dan lama-kelamaan membengkak dan membentuk tonjolan,” jelasnya.


Pemicu utama wasir sangat sederhana, yakni saat susah buang air besar, terpaksa harus mengejan. Selain itu, pekerjaan yang menyita banyak waktu duduk, berdiri lama, mengangkat yang berat-berat dan kehamilan juga bisa mengakibatkan wasir.

Beberapa jenis makanan yang merangsang, seperti cabe dan rempah-rempah pun dapat memicu wasir. “Karena zat dalam makanan tersebut membuat pembuluh darah gampang melebar.” Penyakit diare kronis juga bisa menimbulkan wasir. “Saat diare, kita buang air berulang-ulang, sehingga pembuluh darah yang melebar dan tertutup oleh selaput lendir, jaringan ikat atau kulit, terlalui kotoran dan terinfeksi.”

Ada juga yang bilang, wasir juga merupakan penyakit keturunan. Jika orangtua punya wasir, maka si anak juga berisiko terkena wasir. “Memang ada yang bilang wasir adalah penyakit keturunan, tapi presentasinya tidak dominan. Hanya sekitar 10 ­ 15 persen,” ungkap Soetanto.

Siapa saja yang bisa kena wasir? “Pada dasarnya bisa menyerang siapa saja dan dari berbagai lapisan usia, kecuali wasir luar tentu berbeda dengan wasir dalam. “Karena berada di luar dan tidak dilalui kotoran, keluhannya adalah rasa sakit atau nyeri akibat pembuluh darah yang pecah. Setelah pecah, darah tidak keluar tapi mengumpul dan menjadi trombus (bekuan darah),” lanjut Soetanto.
Ada kalanya wasir pecah, tapi tetap menonjol dan menjadi bekuan darah.

Sebetulnya, hampir 50 ­ 60 persen manusia dewasa mempunyai wasir. Namun, tidak semua penderita wasir butuh pengobatan. Kalau tonjolan wasirnya tidak besar, hanya berdarah 2 atau 3 bulan sekali dan tidak ada keluhan, “Ya tidak perlu diobati, apalagi dioperasi. Tapi kalau sudah terasa sakit, nyeri, sering berdarah dan tonjolan terasa terganggu, baru perlu diobati,” jelas Soetanto.

Jadi, langkah pertama jika punya keluhan buang air adalah langsung periksa ke dokter. “Selain mendengar keluhan, dokter juga akan memeriksa dengan teknik colok dubur. Teknik ini merupakan tingkat pemeriksaan pertama dan paling penting,” lanjutnya. Caranya adalah dengan anak-anak,” rinci Soetanto. Anak-anak biasanya tidak terkena wasir, kalaupun anak susah buang air dan keluar darah, itu biasanya karena luka di anus saja. “Darah tidak menetes dan hanya menempel di feses. Bisa juga anak punya polip (daging tumbuh) berwarna merah bertangkai yang ada di daerah anus. Polip ini merupakan bawaan lahir. Saat polip dilalui feses yang keras, maka kadangkala berdarah,” lanjut Soetanto.
 
TAK SEMUA BUTUH PENGOBATAN

Ada 2 macam wasir, yaitu wasir dalam dan wasir luar. “Keduanya sama bahayanya. Pada wasir dalam, pembuluh darah ditutupi oleh selaput lendir yang basah di dalam anus. Awalnya wasir dalam tidak terlihat dari luar, tapi kalau sudah membesar bisa menonjol keluar,” jelas Soetanto. Gejala umum wasir dalam adalah keluar darah kalau buang air, karena tonjolan wasir yang menempel di dinding dalam anus tergesek oleh feses yang sulit keluar. Khusus untuk wasir dalam, ada beberapa stadium, yaitu:

1. Stadium 1, tonjolan masih kecil dan belum keluar. Gejalanya, darah menetes setiap habis buang air besar.

2. Stadium 2, tonjolan sudah keluar tapi belum begitu besar. Gejalanya, setelah buang air besar, tonjolan keluar, tapi akan masuk kembali saat penderita dalam posisi berdiri.

3. Stadium 3, tonjolan sudah lebih besar. Gejalanya, usai buang air tonjolan keluar dan tidak masuk lagi. Jadi harus ditekan dan didorong menggunakan tangan.

4. Stadium 4, tonjolan bisa sebesar bola tenis. Tonjolan tidak bisa didorong masuk, dan harus dioperasi.

Sementara pada wasir luar, kulitlah yang menutupi pembuluh darah. Karena posisinya di luar anus, wasir luar lebih gampang terlihat. Gejala umum wasir luar tentu berbeda dengan wasir dalam. “Karena berada di luar dan tidak dilalui kotoran, keluhannya adalah rasa sakit atau nyeri akibat pembuluh darah yang pecah. Setelah pecah, darah tidak keluar tapi mengumpul dan menjadi trombus (bekuan darah),” lanjut Soetanto.
Ada kalanya wasir pecah, tapi tetap menonjol dan menjadi bekuan darah.

Sebetulnya, hampir 50 ­ 60 persen manusia dewasa mempunyai wasir. Namun, tidak semua penderita wasir butuh pengobatan. Kalau tonjolan wasirnya tidak besar, hanya berdarah 2 atau 3 bulan sekali dan tidak ada keluhan, “Ya tidak perlu diobati, apalagi dioperasi. Tapi kalau sudah terasa sakit, nyeri, sering berdarah dan tonjolan terasa terganggu, baru perlu diobati,” jelas Soetanto.

Jadi, langkah pertama jika punya keluhan buang air adalah langsung periksa ke dokter. “Selain mendengar keluhan, dokter juga akan memeriksa dengan teknik colok dubur. Teknik ini merupakan tingkat pemeriksaan pertama dan paling penting,” lanjutnya. Caranya adalah dengan memasukkan jari yang bersarung tangan higienis ke anus pasien. “Jika wasir, umumnya tidak teraba benjolan. Sementara kalau tumor, akan langsung teraba.”

Setelah itu, untuk lebih meyakin kan, dilakukan pemeriksaan menggunakan alat anuscop, alat seperti selang sepanjang 20 cm berdiameter 2 cm dan memiliki lampu di ujungnya. Anuscop dimasukkan ke dalam anus pasien untuk melihat apakah pasien menderita wasir biasa atau tumor.Wasir disebut juga sebagai ambeien sedangkan dalam istilah kedokterannya disebut hemorrhoids. Wasir terjadi karena pelebaran atau pembengkakan pembuluh darah halus di saluran pembuangan (anus). Pembuluh darah halus memiliki dinding yang sangat tipis yang sangat rentan akan pelebaran atau pembengkakan. 

Anda membenci saatnya buang air besar (BAB) karena terasa menyiksa? Bisa jadi Anda adalah penderita wasir. Gejala penyakit ini dapat bermacam-macam tergantung dari tingkat keparahannya. Pada permulaannya dapat berupa rasa panas dan gatal atau kadang-kadang terasa pedih di daerah sekitar dubur. Termasuk selalu nyeri sewaktu buang air besar.
Ada juga dengan gejala benjolan lunak di dubur yang kadang-kadang lebih dari satu benjolan.
Ada tetesan darah segar di dubur setelah buang air besar.

April 13, 2007

Bandotan (Angeratum conyzoides L.)



Berasal dari Amerika tropis. Di Indonesia bandotan merupakan tumbuhan liar dan lebih dikenal sebagai tumbuhan pengganggu
(gulma) di kebun dan di ladang. Tumbuhan ini dapat ditemukan juga dipekarangan rumah, tepi jalan, tanggul dan sekitar saluran air pada ketinggian 1 – 2.100 m dpl. Jika daunnya telah layu dan membusuk, tumbuhan ini akan mengeluarkan bau yang tidak enak.

Bandotan tergolong ke dalam tumbuhan terna semusim, tumbuh tegak atau bagian bawahnya berbaring, tingginya sekitar 30 – 90 cm dan bercabang. Batang bulat berambut panjang, jika menyentuh menyentuh tanah akan mengaluarkan akar. Daun bertangkai, letaknya saling berhadapan dan bersilang (composite), helaian daun bulat telur dengan pangkal membulat dan ujung runcing, tepi bergerigi, panjang 1 – 10 cm, lebar 0,5 – 6 cm, kedua permukaan daun berambut panjang dengan kelenjar yang terletak di permukaan bawah daun, warnanya hijau. Bunga majemuk berkumpul 3 atau lebih, berbentuk malai rata yang keluar dari ujung tangkai, warnanya putih. Panjang bonggol bunga 6 – 8 mm, dengan tangkai yang berambut. Buahnya berwarna hitam dan bentuknya kecil.

Bandotan dapat diperbanyak dengan biji.

Sifat dan Khasiat
Herba ini rasanya pahit. pedas dan sifatnya netral. Bandotan berkhasiat stimulan, tonik, pereda demam (antiperik), antitoksik, menghilangkan pembengkakan, menghentikan perdarahan (hemostatis), peluruh haid (emenagog) , peluruh kencing (diuretik) dan peluruh kentut (karminatif). Daun bandotan dapat digunakan pula sebagai insektisida nabati.

Selain Ageratum conyzoides L., terdapat bandotan varietas lain yang mempunyai khasiat yang sama, yaitu Ageratum houstonium Mill.

Kandungan Kimia
Herba bandotan mengandung asam amino, organacid, pectic sub-stance, minyak asiri kumarin, friedelin, b-siatosterol, stigmasterol, tanin sulfur dan potasium klorida.

Akar bandotan mengandung minyak asiri, alkaloid dan kumarin.

Bagian yang Digunakan
Bagian yang digunakan untuk obat adalah herba (bagian di atas tanah) dan akar. herba yang digunakan berupa herba segar atau yang telah dikeringkan.

Indikasi
Herba bandotan berkhasiat untuk pengobatan:

  • Demam, malaria
  • Sakit tenggorokan, radang paru (pneumonia)
  • Radang telinga tengah (otitis media)
  • Perdarahan, seperti perdarahan rahim, luka berdarah dan mimisan
  • Diare, disentri
  • Mulas (kolik), muntah, perut kembung,
  • Keseleo, pegal linu
  • Mencegah kehamilan
  • Badan lelah sehabis bekerja berat
  • Produksi air seni sedikit
  • Tumor rahim dan
  • Perawatan rambut

Akar berkhasiat untuk mengatasi:

  • Demam

Cara Pemakaian
Untuk obat yang diminum, rebus 15 – 30 g herba kering atau 30 – 60 g herba segar. Cara lain tumbuk herba segar lalu peras dan airnya diminum.

Untuk pemakaian luar, tumbuk herba segar sampai halus. Selanjutnya campurkan minyak sayur sediikit dan aduk sampai rata, lalu bubuhkan pada luka yang masih baru, bisul, eksim dan penyakit kulit lainnya (seperti lepra / kusta). Cara lain, giling herba kering menjadi serbuk, lalu tiupkan ke kerongkongan penderita yang sakit tenggorokan. Selain itu, daun segar dapat diseduh dan airn seduhannya dapat digunakan untuk membilas mata, sakit perut dan mencuci luka.

Efek Farmakologis
Ekstrak daun bandotan (5% dan 10%) dapat memperpanjang siklus birahi dan memperlambat perkembangan folikel mencit betina (Virgin dan Non Virgin). Namun tidak berefek pada uterus, vagina dan liver. Setelah masa pemulihan, siklus birahi dan perkembangan folikel kembali normal. Tidak ada perbedaan efek antara mencit virgin dan non virgin selama perlakuan (Yuni Ahda, JF FMIPA UNAID 1993).

Ekstrak daun bandotan dalam minyak kelapa dosis 20% tidak memberikan efek penyembuhan luka. Namun pada dosis 40% dan 80% dapat menyembuhkan luka secara nyata sesuai dengan peningkatan dosis. Bahkan efek penyembuhan luka pada dosis 80% tidak berbeda nyata dengan yodium povidon 10% (Elisa Magdalena Jurusan Farmasi FMIPA UI 1993)

Contoh Pemakaian
Sakit telinga tengah akibat radang
Cuci herba bandotan segar secukupnya, lalu tumbuk sampai halus. Hasilnya, peras dan saring. Gunakan perasan yang terkumpul untuk obat tetes telingan. Sehari 4 kali, setiap kali pengobatan sebanyak 2 tetes.

Luka berdarah, bisul, eksim
Cuci herba bandotan segar secukupnya sampai bersih, lalu tumbuk sampai halus, Turapkan ramuan secukupnya ke bagian yang sakit, lalu balut dengan perban. Dalam sehari, ganti balutan 3 – 4 kali. Lakukan pengobatan ini sampai sembuh.

Bisul, borok
Cuci satu tumbuhan bandotan segar sampai bersih. Tambahkan sekepal nasi basi dan seujung sendok teh garam, lalu giling sampai halus. Turapkan ke tempat yang sakit, lalu balut dengan perban.

Rematik (Istilah kedokteran: reumatik), bengkak karena keseleo
Sediakan satu genggam daun dan batang muda tumbuhan bandotan segar, satu kepal nasi basi dan 1/2 sendok teh garam. Selanjutnya cuci daun dan batang muda sampai bersih, lalu tumbuk bersama nasi dan garam. Setelah menjadi adonan seperti bubur kental. Turapkan ramuan ke bagian sendi yang bengkak sambil dibalut. Biarkan selama 1-2 jam, lalu balutan dilepaskan. Lakukan perawatan seperti ini 2 – 3 kali sehari.

Perdarahan rahim, sariawan, bisul, bengkak karena memar
Rebus 10-15 g herba bandotan dalam dua gelas air bersih sampai tersisa menjadi satu gelas. Setelah dingin saring dan air saringannya diminum sekaligus. Lakukan 2-3 kali sehari.

Tumor rahim
Rebus 30-60 g herba bandotan kering segar atau 15-30 g herba kering dalam tiga gelas air bersih sampai tersisa menjadi 1 gelas. Selain direbus, herba segar dapat juga ditumbuk. Air rebusan atau air perasannya diminum satu gelas sehari.

Sakit tenggorokan
Cuci 30-60 g daun bandotan segar sampai bersih, lalu tumbuk sampai halus. Selanjutnya peras dan saring. Tambahkan larutan gula batu ke dalam air perasan secukupnya dan aduk sampai rata. Minum ramuan dan lakukan tiga kali sehari.

Cuci dau bandotan secukupnya, lalu jemur sampai kering. Selanjutnya giling sampai menjadi serbuk. Tiupkan serbuk kedalam tenggorokan penderita.

Malaria, influenza
Rebus 15-30 g herba bandotan kering dalam dua gelas air sampai tersisa menjadi satu gelas. Setelah dingin saring dan minum sekaligus. Lakukan dua kali sehari.

Perut kembung, mulas dan muntah
Cuci satu buah tumbuhan bandotan ukuran sedang sampai bersih, lalu potong-potong seperlunya. Rebus dalam tiga gelas air tersisa menjadi satu gelas. Setelah dingin saring dan minum sekaligus. Lakukan pengobatan ini 2-3 kali sehari sampai sembuh.

Perawatan rambut
Cuci daun dan batang bandotan segar sampai bersih, lalu tumbuk sampai halus. Oleskan hasil tumbukan ke seluruh kulit kepala dan rambut. Tutp kepala dengan sepotong kain. Biarkan selama 2-3 jam. Selanjutnya bilas rambut dengan air hangat dan keramas sampai bersih. Lakukan perawatan ini satu sampai dua minggu seklai.

Catatan
Ibu hamil dilarang minum rebusan tumbuhan obat bandotan karena dapat menyebabkan keguguran

 

April 13, 2007

Manfaat Air Putih


AIR PUTIH BERDAYA SEMBUH

 

 

Air putih memiliki daya penyembuh. Entah dengan cara diminum ataupun untuk berendam. Dengan suhu dingin atau hangat. Bahkan ada yang mengkombinasikan terapi air dengan alunan musik yang diperdengarkan lewat kolam. Kebiasaan mandi dengan air dingin di pagi hari itu menyehatkan.

 Orang bisa bertahan hidup sampai 30 hari tanpa makan, tetapi bisa meninggal gara-gara tidak minum selama tiga hari saja! Air begitu penting dan tubuh amat bergantung padanya selama proses biologis berlangsung.

Dalam tubuh kita air sangat diperlukan supaya tekanan darah terpelihara dan pemompaan jantung berjalan baik. Air juga akan mengangkut produk-produk sisa dari tubuh. Dalam prosesnya, ia juga melumasi persendian. Untuk itu, setiap harinya Anda memerlukan paling tidak 3 l air.

 

Pada dasarnya, tubuh kita mengandung 45 – 55 l air. Kandungan ini mencapai 40 – 50% dari seluruh bagian tubuh. Otak saja terdiri dari air sebanyak 75%. Sayangnya, walaupun tubuh manusia lebih banyak terdiri atas air, tapi kita justru setiap harinya kehilangan banyak air. Anda kehilangan sekitar 3,5 l air sehari meskipun hanya duduk-duduk saja. Air akan makin tercurah keluar dari tubuh bila Anda melakukan aktivitas yang cukup menguras tenaga.

 

Celakanya, kebanyakan orang hanya akan minum kalau merasa haus. Padahal, rasa haus itu sendiri bukan indikasi yang baik mengenai kebutuhan tubuh akan air. Dr. James M. Rippe, kardiolog dan direktur latihan di Sekolah Medis Massachusetts, menyarankan untuk secara sadar minum paling sedikit 1 l  lebih banyak dari apa yang dibutuhkan rasa haus Anda.

 

Rippe menekankan, orang yang tinggal di daerah beriklim tropis seperti kita, harus lebih memperhatikan kehilangan dan penggantian cairan ini. Bahkan dalam keadaan fit pun, Anda tidak akan dapat melakukan yang terbaik jika kebutuhan tubuh Anda akan air tidak terpenuhi.

Kehilangan 4% cairan saja akan mengakibatkan penurunan kinerja Anda sebanyak 22%. Jika kehilangan cairan lebih dari 7%, Anda mulai merasa lemah, lesu, dan pusing-pusing. Karena itu, dianjurkan untuk minum dengan cukup meski belum merasa haus.

Pengaruh suhu
Suhu dan kondisi lingkungan juga ikut menentukan kebutuhan akan air. Bekerja di ruangan ber-AC misalnya, membuat Anda lebih cepat mengalami dehidrasi (kekurangan air). Maka, minumlah sering-sering, terlebih bila merasakan temperatur ruang kerja naik turun. Apalagi buat mereka yang kulitnya tergolong kering. Perubahan suhu ruangan akan membuat kulit mengering karena kelembapan ruangan sering tidak menentu. Minum air akan membantu menetralisasikan pengaruh perubahan itu.

 

Tidak ada dampak buruk karena minum terlalu banyak. Justru kotoran-kotoran tubuh akan cepat keluar lewat urine yang keluar akibat minum air banyak-banyak. Selain itu air tidak mengandung kalori, gula, atau lemak sehingga menyehatkan. Minum banyak air bahkan dapat menyembuhkan penyakit ginjal kronis.

 

Bagi Anda yang menjalani program diet, air alami lebih baik diminum daripada minuman-minuman rendah kalori yang dipasarkan. Satu dua gelas air hangat sebelum makan akan membuat Anda agak kenyang sehingga menolong mengurangi jumlah makanan yang masuk.

 

Sementara bagi yang ingin selalu sehat dan terhindar dari penyakit, paling baik minum delapan gelas air (sekitar 2 l) sehari. Yang baik adalah air hangat, tidak terlalu dingin, tidak terlalu panas. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, minumlah dua gelas besar 1 – 2 jam sebelum sarapan, dua gelas besar 1 – 2 jam sebelum makan siang, dua gelas besar 1 – 2 jam sebelum makan malam, dan dua gelas besar 1 – 2 jam sebelum tidur malam. Lakukan secara disiplin, maka hasilnya akan terlihat dalam 2 – 3 bulan kemudian.

 

Jim Jones, pakar makanan terkemuka di Amerika Serikat, juga mengatakan, banyak orang yang ingin sehat tetapi melupakan minum minuman paling sederhana, air putih. Mereka malah minum minuman populer seperti kopi, teh, atau cola. Mereka beranggapan semua itu bisa menggantikan air putih.

Pemikiran itu jelas keliru. Air putih menyediakan manfaat kesehatan yang tidak dapat diberikan oleh minuman-minuman macam itu. Bahkan sari buah-buahan yang penuh vitamin sekali pun tak bisa menandinginya. Meski dari segi nutrisi penting, tapi sari buah-buahan tidak membersihkan tubuh Anda.

Sehat buat mandi
Di samping menyehatkan untuk diminum, air putih juga berkhasiat untuk pengobatan dari luar tubuh dengan cara berendam atau mandi. Sejak tahun 1857, ilmuwan Charles Darwin pernah bertanya-tanya, mengapa mandi dengan air dingin agaknya menyembuhkan dirinya dari rasa sakit, nyeri, dan mual yang dia derita. Ia penasaran sekali, namun tidak bisa menjawabnya.

 

Kini sebuah lembaga riset trombosis di
London menyatakan telah dapat memberikan jawaban. Menurut para periset, jika orang selalu mandi dengan air dingin, sekali lagi air dingin, peredaran darahnya akan membaik, sehingga tubuh terasa lebih bugar.


 


Para peneliti juga menemukan, mandi dengan air dingin akan meningkatkan produksi sel darah putih dalam tubuh dan meningkatkan kemampuan seseorang terhadap serangan virus. Bahkan mandi dengan air dingin di waktu pagi dapat meningkatkan produksi hormon testosteron pada pria serta hormon estrogen pada wanita. Dengan demikian kesuburan dan kegairahan
asmara mereka meningkat.

 

Menurut para periset itu juga, berkat mandi pagi dengan air dingin, jaringan kulit membaik, kuku lebih sehat dan kuat tidak mudah retak, serta rambut pun tumbuh lebat.

 

Direktur lembaga riset itu, Prof. Fakkar, mengungkapkan, pengobatan melalui mandi dengan air dingin membantu menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk derita asma. Tetapi yang perlu diingat, kadar dinginnya air haruslah yang masih bisa ditahan tubuh manusia, yakni sekitar 15oC.

 

Fakkar juga masih melakukan penelitian terhadap 5.000 orang lagi sebagai responden. Ia mulai penelitian itu karena melihat pasien penderita keletihan tanpa sebab. Setelah mandi dengan air dingin, mereka sembuh. Sebelumnya, para pasien itu tiap harinya hanya mampu berbaring letih di ranjang selama 17 – 19 jam, tak kuasa lagi memusatkan pikiran, dan lemah serta letih. Namun setelah mandi teratur dengan air dingin keadaan mereka membaik.

 

Bahkan air juga diyakini dapat menyembuhkan penyakit jantung, rematik, kerusakan kulit, penyakit saluran napas, usus, penyakit kewanitaan, serta gangguan jiwa. Penyakit ringan macam batuk, pilek, suara serak kurang tidur juga bisa disembuhkan.

 

Di negara maju terapi dengan menggunakan air sudah dilakukan. Vincenz Priesnitz dan Pastor Sebastian Kneipp, keduanya asal Jerman, memanfaatkan air hangat dan air dingin. Semula pasien dimasukkan ke dalam bak air hangat agar berkeringat. Kemudian dipindah ke bak air dingin dan diminta berjalan-jalan sebentar agar berkeringat. Terakhir, mandi lagi dengan air dingin. Pertukaran suhu dari panas ke dingin inilah yang menjadi kunci rahasia pengobatan ahli Jerman itu.

 

Secara rinci, pengobatan itu berawal dari saat kulit terkena rangsangan dingin, pembuluh darah akan mengerut. Dengan menyempitnya pembuluh darah, otak besar memerintahkan agar mengirim darah panas secepatnya. Darah panas yang mengalir secara refleks semakin lama semakin tinggi peredarannya, sehingga pertahanan tubuh mendapat alarm agar bersedia mempertahankan diri. Akibatnya, kuman-kuman penyakit yang berada di dalam tubuh akan dibasmi dengan cepat.

Kombinasi air dan musik
Sementara itu Klinik Bad Sulza, Thuringen, Jerman, mengkombinasikan terapi air dengan musik. Program yang ditawarkan klinik itu namanya liquid sound. Untuk itu disediakan dua kolam renang masing-masing berukuran 24 m2.

 

Dengan kedua tangan disilangkan di belakang, tubuh peserta program yang tergabung dalam satu kelompok ini terapung di permukaan air kolam dengan posisi telentang. Tubuh mereka bisa terapung seperti di Laut Mati karena air kolam itu mengandung garam 3%.

 

Dalam posisi seperti itu, telinga mereka yang terendam di dalam air bisa mendengar dengan jelas alunan musik yang diputar. “Suara musik masuk lewat tulang tengkorak!” ujar Micky Reeman (46), pengelola liquid sound itu. “Seperti di rahim ibu!” komentar Rose (42), seorang peserta yang punya masalah dengan punggungnya.

 

Musiknya beraneka, ada musik Jepang, musik lembut, atau pop oldies. Terkadang juga diperdengarkan permainan cello pemusik Matthias von Hintzenstern. Pokoknya, seperti live concert di dalam air. Setiap kelompok boleh memilih musik yang disukai.

 

Musik itu mengalun lewat beberapa pengeras suara yang dipasang di dasar kolam dan menyebarkan musik ke seluruh kolam.
Para peserta diam, tak bersuara! Kondisi ini membuat tak merasa sudah dua jam lamanya mereka berada di dalam kolam. Setelah beranjak dari kolam, mereka mengaku tubuh dan kepala rasanya enteng. Kepuasan tampak di wajah mereka.

 

Kombinasi air, kehangatan, musik, dan cahaya bisa memberi ketenangan sudah diketahui orang sejak zaman Gerakan Abad Baru di Kalifornia, AS. Di Jerman, Mickey Reeman mengembangkan ide healing water dan mematenkannya dengan nama liquid sound. Pada Expo 2000 ia muncul dengan proyeknya itu. Prototipenya berupa sebuah bak rendam besar di lantai bawah tanah, yang dilengkapi dengan kubah berlampu dan pengeras suara di dasar kolam.

 

Banyak orang kini melakukan terapi air. Kalau Anda mau, juga bisa. Tak perlu pergi jauh-jauh. Anda bisa melakukannya sendiri. Caranya, mandi atau siramlah tubuh dengan air hangat. Kemudian berendam dalam air dingin yang bersuhu 18oC. Dengan cara demikian tubuh akan terlatih menghadapi berbagai serangan penyakit.

 

Bila Anda mengalami ketegangan otot, lakukan terapi mandi dengan air hangat bersuhu 37oC. Selain itu merendam kaki dalam air hangat yang bertemperatur 37 – 39oC bisa untuk mengobati gejala kurang tidur dan infeksi. Sedangkan mandi dengan pergantian rangsangan panas dingin akan menstabilkan kerja jantung dan aliran darah.

Terapi enam gelas air

Hanya dengan minum air putih, penyakit di bawah ini bisa disembuhkan. Anda tak akan percaya sebelum melakukannya. Di bawah ini daftar penyakit yang dapat disembuhkan oleh terapi ini:

Sakit Kepala, Asma, Hosthortobics, Darah Tinggi, Bronchitis, Kencing Manis, Kurang Darah, TBC Paru-paru, Penyakit Mata, Rematik, Radang Otak, Pendarahan di Mata, Lumpuh, Batu Ginjal, Mata Merah, Kegemukan, Penyakit Saluran Kencing, Haid tidak teratur, radang/Sakit persendian, Kelebihan Asam Urat, Leukimia, Radang Selaput Lendir, Mencret, Kanker Peranakan, Gangguan Jantung, Disentri, Kanker Payudara, Mabuk, Pusing, Gamang, Ambeien, Radang Tenggorokan, Batuk, Sembelit dll.

 

Bagaimana Air Minum itu bekerja?

Meminum air putih dengan metode yang benar akan memurnikan tubuh manusia. Hal itu membuat usus besar bekerja lebih efektif dengan cara membentuk darah baru, dalam istilah medis dikenal sebagai aematopaises. Bahwa mucousal fold pada usus besar dan usus kecil diaktifkan oleh metode ini, merupakan fakta yang tak terbantahkan, seperti teori yang menyatakan bahwa darah segar baru diproduksi oleh mucousal fold ini.

 

Bila usus bersih, maka gizi makanan yang dimakan beberapa kali dalam sehari akan diserap dan dengan kerja mucousal fold, gizi makanan itu diubah menjadi darah baru. Darah merupakan hal penting dalam menyembuhkan penyakit dan memelihara kesehatan, dan karena itu air hendaknya dikonsumsi dengan teratur.

 

Bagaimana melakukan terapi ini ?

1.      Pagi hari ketika anda baru bangun tidur (bahkan tanpa gosok gigi terlebih dahulu) minumlah 1,5 liter air, yaitu 5 sampai 6 gelas. Lebih baik airnya ditakar dahulu sebanyak 1,5 liter. Setelah itu Anda boleh melanjutkan kegiatan pagi hari lainnya.

2.      Hal sangat penting untuk diketahui bahwa jangan minum atau makan apapun satu jam sebelum dan sesudah minum 1,5 liter air ini.

3.      Juga telah diteliti dengan seksama bahwa tidak boleh minum minuman beralkohol pada malam sebelumnya.

4.      Bila memungkinkan, gunakanlah air hangat, air rebus atau air jernih yang sudah disaring.

 

Apakah Mungkin Minum 1,5 Liter Air sekaligus?

Untuk permulaan, mungkin akan terasa sulit meminum 1,5 liter air sekaligus, tapi lambat laun akan terbiasa juga. Mula-mula, ketika latihan anda minum 4 gelas dulu dan sisanya yang 2 gelas diminum dua menit kemudian. Awalnya anda akan buang air kecil 2 sampai 3 kali dalam satu jam, tetapi setelah beberapa lama, akan normal kembali. Menurut penelitian dan pengalaman, penyakit-penyakit berikut diketahui dapat disembuhkan dengan terapi ini dalam waktu:

Sembelit – 1 Hari, TBC Paru-Paru – 3 Bulan, Kencing Manis – 7 Hari, Asam Urat – 2 Hari, Tekanan Darah Tinggi – 4 Minggu, Kanker – 4 Minggu.

 

Disarankan agar penderita radang/persendian dan rematik melaksanakan terapi ini tiga kali sehari, yaitu pagi, siang, dan malam satu jam sebelum makan – selama satu minggu, setelah itu dua kali sehari sampai penyakitnya sembuh.

 

Disarankan agar metoda diatas dibaca dan dipraktekkan dengan seksama. Sebar luaskanlah pesan ini kepada teman-teman, sanak saudara, dan tetangga – karena ini merupakan persembahan pada kemanusiaan. Dengan rahmat Tuhan, setiap orang hendaknya menjalani hidup sehat. “Bilamana Anda berpartisipasi dalam penyebaran informasi ini, Anda bagaikan seorang dokter yang telah
menyembuhkan ribuan bahkan jutaan umat manusia”.

 

* Prof. S Periasamy DIM & D ACC – Bohiraj Vedante Maharish Charity, Kantha
Health And Research, Centre Karur 639006, TN
India.

April 13, 2007

Ibnu Abbas (Abdullah bin Abbas)


Beliau adalah sahabat Rasulullah. Selisih umur beliau dan Rasulullah 58 tahun, saat kematian Rasulullah beliau berumur 15 tahun.

read more »

April 13, 2007

Menyambut tamu


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
 

Bukan suatu keharusan berdiri untuk orang yang datang, hanya saja ini merupakan kesempurnaan etika, yaitu berdiri untuk menjabatnya (menyalaminya) dan menuntunnya, lebih-lebih bila dilakukan oleh tuan rumah dan orang-orang tertentu. Yang demikian itu termasuk kesempurnaan etika. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri untuk menyambut Fathimah, Fathimah pun demikian untuk menyambut kedatangan beliau [Hadits Riwayat Abu Daud dalam Al-Adab 5217, At-Tirmidzi dalam Al-Manaqib 3871].
Para sahabat Radhiyallahu ‘anhum juga berdiri untuk menyambut Sa’ad bin Mu’adz atas perintah beliau, yaitu ketika Sa’ad tiba untuk menjadi pemimpin Bani Quraizah.
Thalhah bin Ubaidillah Radhiyallahu ‘anhu juga berdiri dan beranjak dari hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Ka’ab bin Malik Radhiyallahu ‘anhu datang setelah Allah menerima taubatnya, hal itu dilakukan Thalhah untuk menyalaminya dan mengucapkan selamat kepadanya, kemudian duduk kembali [Al-Bukhari dalam Al-Maghazi 4418, Muslim dalam At-Taubah 2769]. (Peristiwa ini disaksikan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidak mengingkarinya). Hal ini termasuk kesempurnaan etika. Permasalahannya cukup fleksible.Adapun yang mungkar adalah bediri untuk pengagungan. Namun bila sekedar berdiri untuk menyambut tamu dan menghormatinya, atau menyalaminya atau mengucapkan selamat kepadanya, maka hal ini disyari’atkan. Sedangkan berdirinya orang-orang yang sedang duduk untuk pengagungan, atau sekedar berdiri saat masuknya orang dimaksud, tanpa maksud menyambutnya atau menyalaminya, maka hal itu tidak layak dilakukan. Yang buruk dari itu adalah berdiri untuk menghormat, sementara yang dihormat itu duduk. Demikian ini bila dilakukan bukan dalam rangka menjaganya tapi dalam rangka mengagungkannya.Bediri untuk seseorang ada tiga macam Pertama.
Berdiri untuknya sebagai penghormatan, sementara yang dihormat itu dalam keadaan duduk, yaitu sebagaimana yang dilakukan oleh rakyat jelata terhadap para raja dan para pembesar mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa hal ini tidak boleh dilakukan, karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh para sahabatnya untuk duduk ketika beliau shalat sambil duduk, beliau menyuruh mereka supaya duduk dan shalat bersama beliau sambil duduk [Al-Bukhari dalam Al-Adzan 689, Muslim dalam Ash-Shalah 411 dari hadits Anas]. Sesuai shalat beliau bersabda.

“Artinya : Hampir saja tadi kalian melakukan seperti yang pernah dilakukan oleh bangsa
Persia dan Romawi, mereka (biasa) berdiri untuk para raja mereka sementara para raja itu duduk
[Hadits Riwayat Muslim dalam Ash-Shalah 413 dari hadits Jabir]Kedua.
Berdiri untuk seseorang yang masuk atau keluar tanpa maksud menyambut/mengantarnya atau menyalaminya, tapi sekedar menghormati. Sikap seperti ini minimal makruh.
Para sahabat Radhiyallahu ‘anhu tidak pernah berdiri untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila beliau datang kepada mereka, demikian ini karena mereka tahu bahwa beliau tidak menyukai hal itu
.
Ketiga.
Berdiri untuk menyambut yang datang atau menuntunnya ke tempat atau mendudukannya di tempat duduknya dan sebagainya. Yang demikian ini tidak apa-apa, bahkan termasuk sunnah, sebagaimana yang telah dijelaskan di muka.
[Majmu’ Fatawa Ibn Baz, Juz 4, hal.396][Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq]

April 13, 2007

Hukum Rajam


Oleh
Redaksi Majalah As-Sunah
 [A]. Maksud Hukum Rajam Dan Cambuk Bagi Pezina

Zina merupakan dosa besar. Barangsiapa berbuat zina, maka hukumnya menurut agama Islam ialah sebagai berikut

[1]. Jika pelakunya muhshan (pernah berjima dengan nikah yang sah), mukallaf (sudah baligh dan berakal), suka rela (tidak dipaksa, tidak diperkosa), maka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam, berdasarkan keumuman ayat 2 surat An-Nur, dan berdasarkan perbuatan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Atau cukup dirajam, tanpa didera, dan ini lebih baik, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu dan Umar bin Al-Khtthab Radhiyallahu ‘anhu.

[2]. Jika pelakunya belum menikah, maka dia didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun [At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah Ala Ar-Raudhah An-Nadiyyah 3/270, karya Syaikh Al-Albani, tahqiq Syaikh Ali bin Hasan. Juga kitab Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil Aziz 2/431-433].

Dirajam yaitu dilempari batu sampai mati. Caranya : orangnya ditanam berdiri di dalam tanah sampai dadanya, lalu dilempari batu sampai mati.

Berikut ini diantara dalil tentang hukum dera (cambuk) dan rajam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap orang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman” [An-Nur : 2]

Hal ini juga disebutkan dalam banyak hadits, antara lain.

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ambillah dariku, ambillah dariku. Sesungguhnya Allah telah memberi jalan yang lain kepada mereka [1], yaitu orang yang belum menikah (berzina) dengan orang yang belum menikah, (hukumnya) dera 100 kali dan diasingkan setahun. Adapun orang yang sudah menikah (berzina) dengan orang yang sudah menikah (hukumnya) dera 100 kali dan rajam” [Hadits Riwayat Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ubadah bin Ash-Shamit]

Juga hadits dibawah ini.

“Artinya : Dari Abdullah bin Abbas, dia berkata, Umar bin Al-Khaththab berkata, -sedangkan beliau duduk diatas mimbar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa al-haq, dan menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepadanya. Kemudian diantara yang diturunkan kepada beliau adalah ayat rajam. Kita telah membacanya, menghafalnya, dan memahaminya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaksanakan (hukum) rajam, kitapun telah melaksanakan (hukum) rajam setelah beliau (wafat). Aku khawatir jika zaman telah berlalu lama terhadap manusia, akan ada seseorang yang berkata, ‘Kita tidak dapati (hukum) rajam di dalam kitab Allah’, sehingga mereka akan sesat dengan sebab meninggalkan satu kewajiban yang telah diturunkan oleh Allah. Sesungguhnya (hukum) rajam benar-benar ada di dalam kitab Allah terhadap orang-orang yang berzina, padahal dia telah menikah, dari kalangan laki-laki dan wanita, jika bukti telah tegak (nyata dengan empat saksi, -red), atau terbukti hamil, atau pengakuan” [Hadits Riwayat Bukhari, Muslim dan lainnya]

Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata dalam kitab Duraril Bahiyah, “Dan digalikan (liang) untuk orang yang dirajam sampai dada”.

Kemudian Imam Shiddiq Hasan Khan rahimahullah mengomentari perkataan diatas, “Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan membuat lubang untuk seorang wanita suku Ghomidi yang (dirajam) sampai dadanya. Hadits ini terdapat dalam Shahih Muslim, dan lainnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat lubang untuk Ma’iz, kemudian beliau memerintahkan sehingga dia dirajam, sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Buraidah dalam kisah Ma’iz” [At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah Ala Ar-Raudhah An-Nadiyyah 3/278]

[B]. Yang Melaksanakan Rajam

Adapun yang berhak melaksanakan hukum di atas (cambuk dan rajam bagi pezina) ialah penguasa kaum muslimin. Penguasa yang mampu menegakkan syari’at Allah. Karena hukum tersebut hudud. Hudud jama’ dari had, yaitu : hukuman-hukuman yang telah ditetapkan syari’at dalam perkara kemaksiatan-kemaksiatan, untuk mencegah terulangnya kemaksiatan-kemaksiatan tersebut. Seperti had zina, mabuk, tuduhan, pencurian dan lainnya, yang merupakan kewajiban penguasa. Jadi bukan hak sembarang orang.

Syaikh Ibrahim bin Muhammad bin Salim bin Dhawyyan rahimahullah berkata : “Tidak (berhak) menegakkan had, kecuali imam (penguasa kaum muslimin) atau wakilnya, sama saja, apakah had itu karena hak Allah, seperti had zina. Atau karena hak manusia, seperti had tuduhan. Karena hal itu membutuhkan ijtihad dan tidak aman dari penyimpangan, maka wajib diserahkan kepadanya. Pada masa hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliaulah yang menegakkan hudud. Demikian juga para khalifah setelahnya. Dan wakil imam (haknya) seperti imam, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : …. Hai Unais, pergilah kepada wanita itu. Jika dia mengaku (berzina) rajamlah!”. Kemudian wanita itu mengaku (berzina), maka dia merajamnya. Beliau juga memerintahkan merajam Ma’iz, tetapi beliau tidak menghadirinya” [Manarus Sabil Fi Syarhid Dalil 2/324-325, Jum’iyyah ihyaut Turats Al-Islami]

Menegakkan hudud merupakan hak imam. Ini merupakan ijma’ para ulama kaum muslimin. Akan tetapi terdapat pengecualian,yaitu bagi seorang tuan yang menegakkan had terhadap budaknya,.Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Jika seorang budak wanita telah berzina dan telah nyata zinanya, maka hendaknya (tuannya) mendera (mencambuknya), dan janganlah dia menjelek-jelekannya. Jika dia berzina lagi, maka hendaknya (tuannya) menderanya, dan janganlah dia menjelek-jelekannya. Jika dia berzina yang ketiga kali, hendaklah (tuannya) menjualnnya, walaupun dengan seutas tali terbuat dari rambut” [Hadits Riwayat Bukhari No. 6839, Muslim No. 1703, dari Abu Hurairah]


Namun bagaimanakah jika penguasa tidak menegakkan hudud?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Perkataan orang yang berkata, ‘Tidak berhak menegakkan hudud kecuali sulthan (penguasa) dan wakil-wakilnya, adalah jika mereka berkuasa melaksanakan keadilan …Demikian juga jika amir (penguasa) menyia-nyiakan hudud, atau tidak mampu menegakkannya. Maka tidak wajib menyerahkan hudud kepadanya, jika memungkinkan menegakkanya tanpa penguasa.
Yang pokok sesungguhnya kewajiban-kewajiban ini ditegakkan sebaik-baiknya, Jika memungkinkan ditegakkan oleh satu amir (penguasa), maka tidak membutuhkan kepada dua amir. Dan apabila tidak dapat ditegakkan, kecuali dengan banyak orang dan dengan tanpa sulthan (penguasa), maka hal itu (dapat) ditegakkan, jika menegakkannya itu tidak menimbulkan kerusakan yang lebih besar dari pada tidak menegakannya. Karena hal itu termasuk amar ma’ruf nahi mungkar. Maka, jika menegakkannya itu menimbulkan kerusakan yang lebih besar pada penguasa maupun rakyat daripada tidak ditegakkan, maka kerusakan itu tidak dilawan dengan kerusakan yang lebih besar” [Majmu Fatawa 34/176].

Dari perkataan Syaikhul Islam tersebut, beliau membolehkan ditegakkannya hudud oleh selain penguasa dengan tiga syarat.

Pertama : Penguasa tidak melaksanakan atau tidak mampu.
Kedua : Orang yang menegakkannya mampu melakukan. Jika membutuhkan lebih, maka ditegakkan secara bersama.
Ketiga : Dalam menegakkan hudud tidak boleh menimbulkan kerusakan yang lebih besar daripada tidak menegakkannya.

Perkataan Syaikhul Islam ini dapat difahami sebagai berikut.
[1]. Hal itu jika dalam keadaan imam atau amir itu banyak. Maka. Setiap imam (amir) itu wajib menegakkan hudud atas para pengikutnya (rakyatnya), tanpa melihat siapa yang paling berkuasa. Inilah yang dapat diterima insya Allah.
[2]. Bahwa setiap orang berhak menegakkan hudud dan melakukan qishash. Tetapi kemungkinan ini tidak dapat diterima. Karena bertentangan dengan ijma’ ulama, bahwa hudud diserahkan kepada penguasa. Dan hal itu akan menimbulkan kekacauan serta kerusakan yang lebih besar. Sehingga syarat ketiga sebagaimana tersebut diatas tidak terpenuhi.

Oleh karena itu, mengomentari perkataan yang diriwayatkan Al-Qaffal yang berbunyi : “Tiap-tiap orang boleh melakukan hudud”, maka Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ini tidak ada apa-apanya” [Taisirul Fiqh Al-Jami Lil Ikhtiyarat Al-fiqhiyyah Li Syaikhul Islam ibni Taimiyah, Juz 3 hal. 1431-1441, karya Dr Ahmad Muwafi]

[C]. Bila Sudah Bertaubat Dari Zina Apakah Tetap Harus Dirajam?

Jika seseorang sudah bertaubat dari zina (atau pencurian, minum khamer, dan lainnya) dan urusannya belum sampai kepada penguasa Islam yang menegakkan syari’at, maka had zina (cambuk atau rajam) gugur dari orang yang bertaubat tersebut. Hal ini dengan dalil-dalil sebagai berikut, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji diantara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya. Kemudian jika keduanya bertubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [An-Nisaa : 16]

“Artinya : Maka barangsiapa bertaubat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Al-Maidah : 39]

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Orang yang bertaubat dari semua dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa” [Hadits Riwayat Ibnu Majah No. 4250 dan lainnya, dari Abdullah bin Mas’ud]

Hadits dari Nu’aim bin Hazzal : “Ma’iz bin Malik adalah seorang yatim dibawah asuhan bapakku. Lalu dia menzinahi seorang budak dari suku itu. Maka bapakku berkata kepadanya, “Pergilah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beritahukan kepada beliau apa yang telah engkau lakukan. Semoga beliau memohonkan ampun untukmu”.Bapakku menghendaki hal itu karena berharap Ma’iz memperoleh solusi.
Maka Ma’iz mendatangi beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah berzina. Maka tegakkanlah kitab Allah atasku”. Lalu beliau berpaling darinya.
Kemudian Ma’iz mengulangi dan berkata, ““Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah berzina. Maka tegakkanlah kitab Allah atasku”. Maka beliau berpaling darinya.
Kemudian Ma’iz mengulangi dan berkata, ““Wahai Rasulullah sesungguhnya aku telah berzina. Maka tegakkanlah kitab Allah atasku”.
Sampai dia mengulanginya empat kali. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau telah mengatakannya empat kali. Lalu dengan siapa ?. Dia menjawab, “Dengan si Fulanah”. Lalu beliau bersabda, “Apakah engkau berbaring dengannya?”. Dia menjawab, “Ya”. Lalu beliau bersabda, “apakah engkau menyentuh kulitnya?”. Dia menjawab, “Ya”. Lalu beliau bersabda, “Apakah engkau bersetubuh dengannya?”. Dia menjawab, “Ya”.
Maka beliau memerintahkan untuk merajamnya. Kemudian dia dibawa keluar ke Harrah [Nama tempat di luar
kota Madinah]. Tatkala dia dirajam, lalu merasakan lemparan batu. Dia berkeluh kesah, lalu dia keluar dan berlari. Maka Abdullah bin Unais menyusulnya. Sedangkan sahabat-sahabatnya yang lain telah lelah. Kemudian Abdullah mengambil tulang betis unta, lalu melemparkannya, sehingga dia membunuhnya. Lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakanya kepada beliau. Maka beliau bersabda, “Tidakkah kamu membiarkannya, kemungkinan dia bertaubat, lalu Allah menerima tuabatnya!?”
[Hadits Riwayat Muslim dan lainnya]

Dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Tidakkah kamu membiarkannya, kemungkinan dia bertaubat, lalu Allah menerima taubatnya!?” Menunjukkan gugurnya had dari orang yang bertaubat.

Adapun jika seseorang telah bertaubat, lalu mendatangi penguasa Islam yang menegakkan had dan mengaku berbuat zina, serta memilih ditegakkan had padanya, maka had boleh ditegakkan (walaupun tidak wajib), Jika tidak, maka tidak ditegakkan. [LihatMajmu Fatawa 16/31]

[Disalin dari Majalah As-Sunah Edisi 11/Tahun VI/1423H/2003M, Kolom Soal-Jawab Hukum Rajam Bagi Pezina. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]


[1] Isyarat terhadap firman Allah
surat An-Nisa ayat 15: “Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya,atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepada mereka

April 13, 2007

Ziarah wanita ke kubur


Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim


Sesungguhnya para wanita dilarang berziarah kubur, karena ziarah kubur mereka cenderung kepada sikap meratap dan histeris serta hal tidak baik lainnya, karena pada dasarnya wanita itu lemah, kurang tenang dan kurang sabar. Mengenai hal ini para ulama berdalih dengan hadits Ibnu Abbas :
Rasulllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat para wanita peziarah kuburan dan orang-orang yang menjadikan masjid di atasnya serta mereka yang menempatkan lampu-lampu diatasnya” [Diriwayatkan oleh Ahlus Sunan].

Mengenai hal ini ada juga dalil dari hadits Abu Hurairah dan hadits Hassan bin Tsabit yang khusus mengenai wanita.

Kenapa hanya para wanita ?

Pendapat yang lebih kuat, bahwa dalil ini menunjuk haram, karena dalam hadits tersebut terdapat laknat, dan laknat tersebut bukan ditujukan kepada sesuatu yang dibenci, akan tetapi karena para wanita itu memiliki sifat meratap, lemah dan tidak sabar. Jika anda mengatakan bahwa terkadang lebih kuat hatinya dari pada laki-laki, dan bahkan sebaliknya dari sebagian laki-laki, jika hukum dikaitkan dengan sumber dugaannya, maka sama saja keberadaan dan tidak keberadaannya.

Dan telah diklaim pula bahwa hadits (maka ziarahilah) mencakup para wanita. Ini adalah pendapat yang bodoh dan keliru. Sebenarnya larangan itu mengandung dua segi, masing-masing mempunyai alasan : Larangan pertama berlaku untuk semua, yaitu larangan berziarah secara mutlak, kemudian diizinkan bagi kaum pria karena hilangnya alasan tersebut di samping didalam pembolehannya terkandung kebaikan bagi yang meninggal serta do’a untuknya dan teringat akan akhirat, namun tidak diizinkan bagi para wanita karena alasannya tidak hilang.

Alasan pertama hilang dengan kemantapan iman dan terputusnya ketergantungan kepada kuburan yang pernah menyebabkan timbulnya ‘watsaniah’ (dalam hal ini adalah pengagungan terhadap kuburan), hal ini pernah dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Aku melarang kalian), dan di sini ada larangan lain yang khusus berlaku untuk para wanita, juga terkandung alas an lain, yaitu karena wanita bersifat peka, lemah dan kurang sabar, karena itu disebutkan dalam hadits.

“Artinya : Kembalilah kalian karena akan berdosa dan tidak mendapat pahala, sebab kalian dapat menimbulkan fitnah bagi yang hidup dan menyakiti yang telah mati”.

Fitnah terhadap yang hidup sangat jelas, lebih-lebih terhadap para pemuda, sedangkan sikap yang menyakiti dari mereka adalah tangisan dan teriakan histeris mereka.

[Fatawa wa Masa’il Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 3/237]

 

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’til Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-1, hal 178-179, 185-186, Darul Haq]

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Abani

Wanita adalah saudara kandung lelaki. Maka apa yang dibolehkan bagi lelaki maka dibolehkan pula bagi wanita. Dan apa yang disunnahkan bagi lelaki maka disunnahkan pula bagi wanita, kecuali hal-hal yang dikecualikan oleh dalil yang bersifat khusus.

Dalam masalah wanita ziarah ke kubur tidak ada dalil khusus yang mengharamkan wanita berziarah kubur dengan pengharaman secara umum. Bahkan diriwayatkan dalam ‘Shahih Muslim’ bahwa Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha tidur bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam diam-diam dari tempat tidurnya menuju pekuburan Baqi’ untuk memberikan salam kepada mereka (jenazah-jenazah kaum muslimin -pent-). Dan Aisyah pun ikut membuntuti di belakang beliau secara diam-diam.

Ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan pelan, iapun pelan, ketika beliau cepat, iapun cepat, hingga sampai kembali ke tempat tidurnya. Kemudian beliau masuk ke kamarnya dan melihat Aisyah dalam keadaan terengah-engah. Beliau berkata kepada Aisyah : ”
Ada apa denganmu wahai Aisyah ? Apakah engkau curiga bahwa Allah dan Rasul-Nya akan curang terhadapmu ? Sesungguhnya tadi Jibril mendatangiku dan berkata :

“Sesungguhnya Rabbmu menyampaikan salam kepadamu dan memerintahkanmu untuk mendatangi Baqi’ dan memintakan ampunan untuk mereka (ahli kubur)”.

Dalam suatu riwayat lain di luar As-Shahih, Aisyah berkata : Apalah aku bila dibandingkan denganmu wahai Rasulullah ! Kemudian lanjut Aisyah :
-sebagaimana dalam As-Shahih- “Wahai Rasulullah! Jika aku berziarah kubur maka apa yang harus aku ucapkan ? Beliau bersabda : “Ucapkanlah …. (beliau mengucapkan doa salam kepada ahli kubur sebagaimana yang telah kita kenal).

Adapun hadits.“Artinya : Allah melaknat para wanita yang sering mendatangi kubur”.
Hanyalah berlaku saat di Makkah. Kita berpegang dengan hadits yang sudah terkenal.

“Artinya : Dahulu aku pernah melarang kalian dari berziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian”.

Dan tidak ‘syak’ lagi bahwa larangan tersebut bukan di Madinah akan tetapi di Makkah, karena mereka baru saja keluar dari kesyirikan. Tidak mungkin larangan ini terjadi di Madinah.

Adapun perkataan beliau : “Sekarang berziarahlah kalian”, besar kemungkinan ini terjadi di Makkah. Akan tetapi sama saja apakah di Makkah atau di Madinah, yang jelas izin menziarahi kubur terjadi setelah larangan ziarah di Makkah. Dan hal ini memberikan suatu konsekuensi penting bagi hadits Aisyah di atas. Karena jika sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam :

“Dahulu aku pernah melarang kalian ….” terjadi setelah Aisyah, maka mungkin hadits Aisyah di ‘nasakh” (hapus), tetapi ini terlalu jauh sekali.

Pendapat yang kuat adalah beliau melarang mereka berziarah kubur ketika di Makkah, kemudian pada akhir masa Makkah atau awal masa Madinah, beliau membolehkan ziarah kubur.

Yang jelas dan yang harus kita ketahui bahwa larangan tersebut ditujukan untuk lelaki dan wanita. Maka izin (untuk kembali berziarah kubur) juga untuk laki-laki dan wanita. Kalau begitu kapan berlakunya hadits.

“Artinya : Allah melaknat wanita-wanita yang sering menziarahi kubur”
Jika hadits tersebut keluar setelah izin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para wanita untuk berziarah kubur, berarti terjadi penghapusan hukum dua kali (dilarang, lalu dibolehkan, dan akhirnya dilarang lagi). Hal seperti ini tidak pernah kita jumpai dalam hukum-hukum syari’at yang di ‘mansukh’.

Baiklah ! kita anggap saja sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Allah melaknat wanita-wanita yang sering menziarahi kubur” keluar setelah beliau menginzinkan pria dan wanita berziarah kubur. Tapi bagaimana dengan hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah memberikan izin kepada Aisyah untuk berziarah kubur ? Apakah izin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini terjadi setelah hadits laknat di atas ? Atau sebelumnya ?

Pendapat yang kuat menurut kami adalah bahwa izin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar sebelum hadits “laknat terhadap perempuan-perempuan tukang berziarah”.

Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa yang dilarang adalah perempuan yang berlebih-lebihan dan terlalu sering berziarah. Sangat tidak mungkin ziarah ini haram bagi wanita, sementara Sayyidah Aisyah kerap kali berziarah kubur, sampai sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[Disalin dari kitab Majmu’ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarrah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Al-Bani. hal 157-160, Pustaka At-Tauhid]

 

 

April 13, 2007

Maulid Nabi


Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani ( 1173 – 1250 H )

 

Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. [Al Imron 110] Keterangan Para Ulama Tentang Bid’ahnya Perayaan Maulid

Para ulama-baik yang membolehkan perayaan maulid atau tidak- telah sepakat bahwa perayan maulid tidak pernah dilaksanakan oleh salafus sholeh (ulama’ terdahulu), dan diantara pernyataan mereka :[1]. Syeikhul Islam Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya “Iqtidlous Sirotul Mustaqim Mukholafata Ashabil Jahim”

Hal: 295 tentang Maulid Nabawy: “Tidak pernah dilakukan oleh as salafus sholeh padahal dorongan untuk diadakannya perayaan ini sudah ada, dan tidak ada penghalangnya, sehingga seandainya perayaan ini sebuah kebaikan yang murni atau lebih besar, niscaya as salaf (ulama’ terdahulu) -semoga Allah meridloi mereka- akan lebih giat dalam melaksanakannya daripada kita, sebab mereka lebih dari kita dalam mencintai Rosulullah  dan mengagungkannya, dan mereka lebih bersemangat dalam mendapatkan kebaikan. Dan sesungguhnya kesempurnaan rasa cinta dan pengagungan kepada beliau terletak pada sikap mengikuti dan mentaati perintahnya, dan menghidupkan sunnah-sunnahnya, baik yang lahir ataupun batin, serta menyebarkan ajarannya, dan berjuang dalam merealisasikan hal itu dengan hati, tangan dan lisan. Sungguh inilah jalannya para ulama’ terdahulu dari kalangan kaum muhajirin dan anshor yang selalu mengikuti mereka dalam kebaikan. Dan silahkan baca pernyataan beliau dalam kitab “Al Fatawa Al Misriyah” 1/312. [2]. Pernyataan Al- Allamah Al- Imam As Syeikh Tajuddin Umar bin Ali Al Lakhmy Al Iskandary, yang lebih dikenal dengan Al Fakihaany dalam kitabnya “Al Maurid Fi Al Kalaam Ala Amali Al Maulid”

[3]. Beberapa ulama’ berpegangan dengan pernyataan Al fakihany dalam bukunya ini, diantaranya :

[a]. Al Maliky dalam hasiyahnya terhadap kitab “Mukhtashor As Syikh Kholil Al- Maliky” 7/168, dalam pembahasan Al Washiyah, beliau menyatakan: “Adapun berwasiat untuk perayaan al maulid as syariif, maka Al fakihany telah menyebutkan bahwa perayaan maulid adalah makruh hukumnya. [b]. Dan diantara mereka Abu Abdillah Muhammad Ulaisy dalam kitabnya “Fathu Al Aly Al Malik Fi Al Fatawa Ala Mazhab Al Imam Malik” 1/171 ketika ditanya tentang seorang lelaki yang memiliki seekor sapi yang sedang sakit, padahal dia sedang hamil, lalu orang itu berkata “ Kalau Allah menyembuhkan sapiku, maka wajib atasku untuk menyembelih anak yang di dalam perutnya ketika acara maulid Rosulillah, dan kemudian Allah menyembuhkan sapinya dan melahirkan anak betina, kemudian dia menunda penyembelihan sampai anak sapi tersebut besar dan hamil, apakah wajib atasnya untuk menyembelih sapi tersebut atau boleh menyembelih penggantinya atau dia tidak berkewajiban apa-apa ? Maka beliau menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan : “Alhamdulillah, dan sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada sayidina Muhammad Rosulillah, dia tidak berkewajiban apa-apa, karena perayaan maulid Rosulillah tidaklah disunnahkan”.[4]. Ungkapkan pengarang kitab “Al Mi’yar Al Maqhrib”

dalam nukilannya terhadap jawaban salah seorang ulama Maqhrib “Ustaz abu ‘abdillah al hiar” terhadap sebuah pertanyaan yang ditujukan kepadanya tentang seseorang yang mewakafkan sebatang pohon untuk malam maulid, kemudian orang tersebut meninggal, lalu anaknya ingin mengambil pohon tersebut?, berdasarkan apa yang telah ditetapkannya bahwa melakukan maulid pada malam tersebut adalah Bid’ah, mewakafkanan pohon tersebut adalah satu sebab masih berlangsungnya perbuatan tersebut, yang tidak ada anjuran dalam agama untuk melakukannya, sedangkan menghapus dan mencegahnya adalah di tuntut dalam agama, kemudian ia menambahkan lagi, bahwa malam maulid di zamannya dilakukan dengan tatacara kaum fakir(), sebagai mana dalam ungkapan beliau: “cara-cara mereka pada saat ini telah mencemari agama, karena kebiasaan mereka dalam perkumpulan tersebut hanya menyanyi dan bersorak-sorai, mereka telah mempengaruhi orang-oramg awam kaum muslimin bahwa hal yang demikian adalah ibadah yang sangat agung untuk dilakukan pada waktu tersebut, dan merupakan jalan para wali Allah, sedangkan kenyataan mereka adalah kaum yang bodoh, yang mana diantara mereka banyak yang tidak mengetahui hukum-hukum yang diwajibkan kepadanya dalam sehari-hari, sebenarnya mereka adalah para pesuruh setan untuk menyesatkan orang awam kaum muslimin, dengan menghiasi kebatilan kepada mereka, mereka telah memasukan kedalam agama Allah sesuatu yang tidak termasuk kedalamnya, karena bernyanyi dan bersorak-sorai adalah termasuk dalam senda-gurau dan main-main, mereka menganggap hal yang demikian adalah perbuatan para wali Allah, ini adalah suatu kebohongan dibuat di atas nama mereka, sebagai salah satu jalan bagi mereka untuk memakan harta manusia dengan cara haram, karena itu kebiasaan mereka adalah menyendiri supaya mereka bebas melakukan hal-hal yang dilarang, maka apa yang diwakafkan untuk hal tersebut hukumnya batil karena tidak menurut cara yang benar (disyari’atkan oleh agama), maka dianjurkan bagi orang yang berwakaf tadi untuk mengalihkan wakafnya kepada hal lain yang dianjurkan dalam syari’at, kalau seandainya ia tidak mampu maka hendaklah ia ambil untuk dirinya sendiri, semoga Allah menuntun kita selalu untuk mengikut sunnah nabiNya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan mengikuti para salaf sholih karena keselamatan terdapat dalam langkah mereka”.[5]. Ungkapan Syehk Abdul Latif bin Abdur Rahman bin Hasan cucu dari Syaikh Islam Muhammad bin Abdul Wahab dalam keterangannya tentang apa yang dilakukan oleh Syehk Muhammad bin Abdul Wahab dalam berda’wah kepada kebenaran, inilah ungkapan beliau tersebut: “sang imam Muhammad bin Abdul Wahab melarang kebiasaan orang-orang di negri tersebut dan daerah lainnya dari membesarkan hari maulid dan hari-hari besar jahiliyah lainnya, yang tidak ada dalil yang memerintahkan untuk membesarkannya, dan tidak pula keterangan dan hujah syar’iyah, karena hal yang demikian adalah menyerupai umat nasroni (kristen) yang sesat dalam hari besar mereka baik secara waktu maupun tempat, ini adalah kebatilan yang ditolak dalam syari’at penghulu segala rasul (agama Islam), di kutib dari “kumpulan risalah dan masalah para ulama nejed hal: (4 / 440).[6]. Jawaban Syehk Abdur Rahman bin Hasan terhadap sebuah pertanyaan yang dikemukakan kepada beliau tentang mengkhususkan hari maulid dengan berkorban, yang mereka sebut “nafilah”

, dan apa yang dilakuakn pada tanggal 27 rajab mengkhususkannya dengan berpuasa dan berkoban pada hari tersebut, kemudian amalan malam nisfu sya’ban seperti itu juga, apakah hal tersebut haram dilakukan atau makruh atau mubah (boleh)?, apakah wajib bagi pemerintah dan ulama untuk mencegahnya?, apakah mereka berdosa bila diam terhadap hal tersebut?, beliau menjawab: “semua hal tersebut adalah Bid’ah, sebagaimana yang terdapat dalam sabda Nabi , bahwa beliau berkata:
“Barang siapa yang menambah-nambah dalam urusan kami ini (agama ini), sesuatu yang tidak termasuk kedalamnya, maka hal tersebut adalah ditolak”
.
Dan dalam sabda beliau yang lain disebutkan:
“Hati-hatilah kalian terhadap sesuatu hal yang baru dalam agama ini, sesungguhnya segala hal yang baru dalam agama adalah Bid’ah, dan setiap Bid’ah itu adalah sesat”
.Dan segala ibadah harus berdasarkan pada perintah atau larangan serta mengikuti sunnah, sedangkan perkara yang di singgung di atas (pelaksanaan maulid), tidak pernah disuruh oleh rasulullah saw, dan tidak pernah dilakukan oleh khalifah ar-rosyidin, sahabat dan para tabi’in, telah disebutkan dalam hadist yang shohih:

“Barang siapa yang melakukan suatu amalan (ibadah) yang tidak ada contoh dari kami maka amalan tersebut ditolak”.Sedangkan segala macam bentuk ibadah yang disinggung diatas tidak ada contoh dari rasulullah saw, makanya ditolak dan wajib diingkari, karena ia termasuk dalam hal yang dilarang Allah dan rasulNya.

Sebagaiman firman Allah Subahanhu wa Ta’ala:
Apakah mereka itu memiliki tandingan-tandingan yang membuat syari’at agama bagi mereka yang tidak pernah diizinkan Allah [Asy syuura: 12]. Sedangkan segala macam ibadah yang disebut di atas adalah bikinan orang-orang bodoh
tampa petunjuk dari Allah, hanya Allah swt yang lebih mengetahui”
. (Dinukil dari kumpulan risalah dan masalah para ulama nejed bagian II. Hal: [ 4 / 357-358].[7]. Jawaban Syaikh Muhammad bin Abdul Latif ketika beliau di tanya tentang hukum mengeluarkan harta untuk acara maulid nabi. Beliau menjawab “perbuatan maulid adalah perbuatan bid’ah, mungkar dan jelek, mengeluarkan harta untuk perbuatan tersebut adalah bid’ah yang diharamkan, dan orang yang melakukannya adalah berdosa, maka wajib dicegah orang yang melakukannya. (dinukil dari “ad-durar as-sunniyah” Hal: ( 7 / 285 ).[8]. Jawaban Imam Asy Syatiby ketika ditanya tentang hal ini. Beliau menjawab “adapun yang pertama yaitu mewasiatkan sepertiga harta untuk pelaksanaan maulid sebagaimana yang banyak dilakukan manusia ini adalah bid’ah yang diada-adakan, setiap bid’ah itu adalah sesat, bersepakat untuk melakukan bid’ah tidak boleh, dan wasiatnya tidak dilakukan, bahkan diwajibkan kepada qodhi untuk membatalkannya dan mengembalikan sepertiga harta tersebut kepada ahli waris supaya mereka bagi sesama mereka, semoga Allah menjauhkan para kaum fakir dari menuntut supaya dilaksanakannya wasiat seperti ini. (dikutib dari fatwa Asy syatiby, no: ( 203, 204 ).

[9]. Ungkapkan Syaikh Muhammad Abdussalam khadhar al qusyairy dalam kitabnya “as sunan wal mubtadi’aat al muta’alliqah bil azkar wash sholawaat” Hal: 138-139. Dalam fasal: membicarakan bulan Robi’ul awal dan bid’ah melakukan maulid pada waktu itu. “tidak boleh mengkhususkan bulan ini (Rabi’ul awal) dengan berbagai macam ibadah seperti sholat, zikir, sedekah, dll. Karena musim ini tidak termasuk hari besar Islam seperti hari jum’at dan hari lebaran yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw, bulan ini memang bulan kelahiran Nabi Muhammad saw, tapi juga merupakan bulan wafatnya nabi Muhammad saw, kenapa mereka berbahagia atas kelahirannya tapi tidak bersedih atas kematiannya?, menjadikan hari kelahirannya sebagai perayaan maulid adalah bid’ah yang mungkar dan sesat, tidak diterima oleh syara’ dan akal, kalau sekiranya ada kebaikan dalam melakukannya tentu tidak akan lalai dari melakukannya Abu bakar, Umar, Ustman dan Ali serta para sahabat yang lainnya, dan para tabi’iin serata para ulama yang hidup setelah mereka, maka tidak ragu lagi yang pertama melakukannya adalah kelompok sufisme yang tidak punya kesibukan yang senang melakukan bid’ah kemudian diikuti oleh manusia-manusia lainnya, kecuali orang yang diselamatkan Allah serta di beri taufiq untuk memahami haqiqat agama Islam.[10]. Perkataan Ibnul Hajj dalam kitab “Al Madkhal”

Hal: ( 2 / 11, 12 ) setelah ia menyinggung kebiasaan-kebiasaan jelek yang dilakukan oleh orang-orang dizamanya dalam melaksanakan maulid, dan berbagai kebinasaan yang ditimbulkan akibat pelaksanaan tersebut, “sekalipun tidak terdapat dalam pelaksanaan maulid tersebut nyanyi-nyanyian, cukup sekedar acara makan bersama saja dengan maksud melaksanaka maulid, bersamaan dengan itu mengajak teman-teman, maka hal tersebut tetap merupakan bid’ah walaupun hanya sebatas niat saja, karena hal tersebut adalah menambah-nambah dalam urusan agama yang tidak pernah dilakukan oleh para ulama salaf yang silam, mengikuti salaf adalah lebih utama dan wajib dari pada menambah niat yang melanggar terhadap apa yang mereka lakukan, mereka adalah manusia yang sangat bersungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah Rasulullah saw, dan lebih cinta kepadanya dan kepada sunnahnya, kalau hal tersebut benar tentulah mereka orang yang pertama sekali melakukannya, tetapi tidak seorang pun dari mereka yang melakukannya, kita hanya mengikuti mereka, kita telah mengetahui bahwa mengikut mereka dalam segala sumber dan keputusan.
Sebagaiman yang diungkapkan oleh Abu Tholib Al Makky dalam sebuah karangannya “sungguh telah disebutkan dalam hadist:
“tidak akan terjadi hari qiamat sampai yang ma’ruf di anggap mungkar dan yang mungkar dianggap ma’ruf”.Telah terjadi apa yang diberitakan oleh Rasulullah saw sebagaimana yang telah kita sebutkan di muka, dan yang akan kita bicarakan pada berikut ini: mereka berkeyakinan apa yang mereka lakukan tersebut adalah ketaatan, barang siapa yang tidak melakukan apa yang mereka lakukan berarti telah lalai dari ketaatan dan kikir, sungguh ini musibah yang telah menimpa.”

Bahkan Ibnul Hajj menyebutkan dalam bukunya tersebut, Hal: 25. “berbagai macam ketimpangan yang terdapat dalam maulid tersebut, sehingga sebagian mereka meninggalkan maulid karena melihat berbagai macam pelanggaran yang terdapat di dalamnya, dan melaksanakan maulid dengan membaca shohih buhkary sebagai ganti darinya, tidak diingkari bahwa membaca hadist merupakan ibadah dan memiliki keberkatan, tetapi harus dilakukan dalam bentuk yang digambarkan syara’ (agama)”.[11]. Perkataan Ibnul Qoyyim dalam kitabnya “I’lamu Al Muwaaqi’in”

Hal: ( 2 / 390-391 ). “jika ada yang bertanya, dari mana kalian mengetahui bahwa Rasulullah tidak melakukannya, tidak ditemukannya dalil tidak mesti perbuatan tersebut tidak ada.Pertanyaan seperti ini menunjukkan bahwa orang tersebut tidak mengetahui petunjuk dan sunnah Rasulullah saw serta apa yang beliau sampaikan, kalau pertanyaan ini benar dan dapat diterima, tentu akan ada yang berpendapat dianjurkannya azan untuk sholat tarawih, dengan alasan yang sama, dan datang lagi yang lain menganjurkan mandi setiap sholat, dengan alasan yang sama juga, dan seterusnya -.maka terbuka lebarlah pintu bid’ah, setiap orang yang melakukan bid’ah akan berkata: dimana anda mengetahui bahwa hal ini tidak dilakukan Rasulullah-”.[12]. Jawaban Al Hafizh Abu Zur’ah Al ‘Iroqy ketika ditanya tentang orang yang melakukan maulit apakah dianjurkan atau makruh?, apakah ada dalil yang memerintahkannya?, atau pernahkah dilakukan oleh orang yang dicontoh perbuatannya?. Ia menjawab: “memberi makan orang yang lapar dianjurkan dalam setiap waktu, apa lagi bergembira atas munculnya cahaya kenabian pada bulan yang mulia ini, tapi tidak kita temukan seorang pun dari generasi salaf (para ulama yang terdahulu) yang melakukan hal demikian, sekali pun sekedar memberi makan orang yang kelaparan

. Lihat “tasyniiful Azan” hal: 136.[13]. Fatwa Abu Fahdal Ibnu Hajar Al ‘Asqolany tentang hukum maulid yang dinukil oleh As suyuthy dalam kitabnya “Husnul maqsad fi ‘amalil maulid” di situ Ia katakan: “asal perbuatan maulid adalah bid’ah tidak seorang pun dari generasi salafus sholeh yang melakukannya dalam tiga abad pertama. Lihat “Al hawy lil fatawa” hal: (1 / 196).[14]. Fatwa Syaikh Zhohiruddin Ja’far Al Tizmanty tentang hukum maulid: “melakukan maulid tidak pernah dilakukan oleh generasi Islam pertama dari salafus sholih, sedangkan mereka adalah orang yang jauh lebih menghormati dan mencintai nabi saw, yang mana kecintaan dan penghormatan salah seorang diantara mereka terhadap nabi saw, tidak terjangkau oleh kita sekarang ini, walau hanya secuil

. Ungkapan ini dinukilkan dari Ibnu At Thobaahk dan Al Tizmanty oleh pengarang kitab “Subulul huda war rosyad Fi sirah khairil ‘ibad” hal: (1 / 441-442).[15]. Di antara dalil bahwa salafus sholeh tidak pernah merayakan hari maulid nabi saw. Yaitu perbedaan pendapat yang timbul dikalangan mereka dalam menentukan hari lahirnya nabi saw. Sebagaimana telah disinggung oleh Abu abdillah al hifaar dalam pembicaraannya, yang dinukil oleh pengarang kitab “Al Mi’yaar” hal: (7 / 100). Yang berbunyi “Dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang salaf (generasi Islam yang pertama ) tidak pernah membedakan antara malam maulid dengan malam-malam yang lainnya yaitu perbedaan mereka dalam menentukan malam tersebut, sebagian berpendapat pada bulan Ramadhan dan sebagian yang lain berpendapat pada bulan Rabi’ul awal, kemudian mereka berbeda pendapat lagi tentang tanggalnya dalam empat pendapat, kalau seandainya mereka melakukan ibadah tertentu pada hari lahirnya nabi Muhammad saw, tentu hari tersebut diketahui secara masyhur dan tidak akan terjadi perbedaan pendapat tentang hari tersebut.[16]. Ditambah lagi di balik itu semua bahwa hari kelahiran nabi Muhammad saw adalah bertepatan dengan hari kematiaanya, tidak lah bergembira lebih utama dari bersedih pada hari itu, sebagaimana yang diungkapkan oleh sebahagian ulama diantara mereka Ibnul Hajj dan Al Fakihaany.
Telah disebutkan oleh Ibnul Hajj dalam kitab “Al Madkhal”

hal: (2/ 15,16) ketika ia berbicara tentang maulid: “yang sangat mengherankan kenapa mereka bergembiraria untuk kelahiran nabi saw! sedangkan kematiannya bertepatan pada hari itu juga, dimana umat mendapat musibah yang amat besar, yang tidak bisa dibandingkan dengan musibah yang lainnya, yang layak hanya menangis, bersedih dan setiap orang menyendiri dengan dirinya, karena Rasulullah saw bersabda: “hendaklah kaum muslimn itu teguh dalam segala musibah mereka, musibah yang sebenarnya adalah kematian ku.
Ketika Rasulullah menyebutkan bahwa musibah yang sebenarnya adalah kematian beliau, menjadi hilang segala musibah yang menimpa seseorang dalam kondisi apa pun,
tampa meninggalkan kesedihan.
Sangat indah kata-kata sajak yang dituturkan oleh Hassaan dalam kematian Rasulullah: “Hitam kelam pandangan ku
Hitam atas kepergian mu
Ku relakan kematian selain mu
Kecemasanku hanya atas kepergian mu”
.Kalau kita perhatikan apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang pada bulan tersebut (Rab’iul awal) jusru mereka bergebira-ria dan berjoget-joget, bukanya menangis dan bersedih kalau ini yang mereka lakukan akan lebih tepat dengan suasananya, supaya terhapus dosa-dosa mereka, karena bersedih dan menangis atas kepergian nabi Muhammad saw, akan menghilangkan dosa-dosa dan menghapus bekas-bekasnya. Sedangkan kalau seandainya mereka lakukan ini secara rutinitas juga merupakan bid’ah, sekalipun bersedih atas kepergian nabi saw wajib bagi setiap muslim, tetapi bukanlah dengan cara berkumpul untuk melakukan hal yang demikian, sekalipun meneteskan air mata itu lebih baik, tapi kalau tidak mungkin cukup dengan bersedih hati saja, yang melatar belakangi pendapat ini adalah karena mereka melakukan kegembiraan yang membuat jiwa mereka terlena dengan bersenda-gurau, jogetan, gendrang dan seruling, berbeda dengan menangis dan bersedih yang bisa membuat jiwa mereka tersendu dan menahan diri dari berbagai macam syahawat dan kesenangannya.

Jika ada yang berpendapat : Saya melakukan malid karena merasa bahagia dan gembira atas kelahiran nabi Muhammmad saw, kemudian pada hari yang lain saya khususkan untuk upacara kesedihan atas kematiannya.

Jawabannya adalah: telah kita sebutkan di atas seseorang yang mengadakan jamuan makan saja dengan niat maulid dan mengajak teman-temannya, maka hal ini dianggap bid’ah, yaitu suatu pebuatan yang secara lahirnya kebaikan dan ketakwaan, maka bagaimana lagi dengan orang yang mengumpulkan berbagai macam bid’ah dalam sekaligus, terlebih lagi yang melakukannya dua kali, sekali untuk bergembira dan kali yang lain untuk bersedih?. Maka semakin bertambah dengannya bid’ah, dan semakin banyak ia mendapat celaan dalam agama. Wallahu a’lam”.Berkata Al Faakihaany dalam kitabnya “Al Maurid fi ‘Amalil Maulid” : “Sesungguhnya bulan kelahiran nabi Muhammad saw, bertepatan dengan bulan kematiannya, maka tidak lah bergembira lebih utama dari pada bersedih pada bulan tersebut.Dengan kutipan ini menjadi jelas bagi kita bahwa salafus sholeh tidak pernah melakukan maulid nabi, tetapi mereka meninggalkannya, tidak mungkin mereka meninggalkannya kecuali karena hal tersebut tidak ada nilai kebaikan di dalamnya.

Karena itu dinilai suatu perbuatan terpuji yang dimiliki oleh para raja dan penguasa yang telah berusaha melarang bid’ah tersebut, dan memberikan hukuman bagi orang yang melakukannya. Sebagaimana dalam kitab “tarikh Al Islam”, hal: (4 / 181). “Al Afdhal -semoga Allah merahmatinya- memiliki berbagai amal kebaikan dalam memperbaiki keadaan kaum muslimin diantaranya ia telah menghapus upacara maulid nabi saw, upacara maulid fathimah, upacara maulud Ali, dan upacara maulid khalifah Al qoim biamrillah”.
Sebagaimana yang disebutkan oleh pengarang -asy syaukany- dalam kitab ini hal: (50). Ketika ia memuji khalifah Al mahdy lidinillah bin ‘Abbas Al Mashur, dan menganjurkan khalifah sesudahnya supaya melarang pelaksanaan upacara maulid.
Barang siapa yang dijadikan Allah sebagai pemimpin terhadap suatu negri, hendak jangan sampai melaksanakan bid’ah yang telah dihapus Allah, terutama di jazirah arab, yang telah bangkit para penegak kebenaran -yang diberi taufik oleh Allah swt- untuk memberantas berbagai bentuk kesyirikan dan bid’ah yang tersebar di
sana yang telah berlangsung lebih dari dua abat setengah.

Bilamana pemberantasan bid’ah dinilai sebagai kebaikan yang dimiliki oleh para raja, sebaliknya membiarkan bid’ah tersebar dan diam terhadap orang yang melakukannya dinilai sebagai kejelekkan yang dimiliki penguasa.
Semoga Alla memberi taufik dan kebaikan kepada kita semua terhadap segala hal yang Ia cintai dan diredhaiNya, salam sejahtera buat nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


KITAB “APA HUKUMNYA MERAYAKAN MAULID NABI ? “

Pertanyaan yang dilontarkan kepada Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy Syaukani ( 1173 – 1250 H )
Biografi Pengarang:
Namanya: Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Abdullah bin Hasan bin Muhammad bin Sholah bin Ibrahim bin Muhammad Al’afif bin Muhammad bin Rizq.

Gelarnya: Asy Syaukani. Dan dia kenal dengan gelar ini.

Tempat dan tanggal lahir: Beliau lahir di daerah Syaukan pada tahun 1173 H.

Guru-guru beliau yang masyhur:

[1].Gurunya yang paling pertama adalah orang tuanya, beliau membaca kepadanya kitab “syarh Al azhar” dan yang lain-lain.
[2] Imam Abdurrahman bin Qosim Al Madani.
[3] Imam Ahmad bin ‘Aamir Al Hidai.
Dan yang lain-lain.
Tugas/ kerja beliau:

Beliau menjabat sebagai Qhodi di Shan’aa, sementara umurnya diantara tiga atau empat puluh tahun.

Karangan-karangannya:

[1] “As Sailul Al Jarrar ‘Ala Hada’iq Al Azhar”
[2] ‘Fathu Al Qodir ‘ tentang tafsir Al Qur’an.
[3] Irsyadul Fuhul ila tahqiq Al Haq min ‘ilmi al Ushul’.
[4] ‘Nailul Autar syarh Muntaqa Al Akhbar’
[5] Risalah fi Hukmil Maulid”.
[6] Ad Durar Al Bahiyyah”
dan syarahnya ‘ Ad Darari Al Mudhiyyah’. Dan yang lain-lain berupa kitab-kitab yang bermanfaat.Wafatnya:

Beliau meninggal pada bulan Jumadil akhir pada tahun 1250 H, dan dikebumikan di “ Al Huzaimah”.Bukti Kebenaran Kitab Ini Milik Pengarang:
Pertama: Beliau menisbatkan kitab ini kapada dirinya didalam kitab “Al-Badru Ath-Thooli’”
(2/221) takkala berbicara tentang karya-karya beliau, sambil berkata: dan “risalah tentang hukum maulid”.Kedua: Didapatkan pada lembaran pertama dari manuskrif ini, kumpulan dengan nomor: (7800) yang mencakup 23 manuskrif, semuanya milik pengarang yang terdapat di Universitas Malik Su’ud di Riyahd.

Ketiga: pengarang menutup manuskrif ini dengan perkataannya: “Ditulis oleh yang menjawab Muhammad bin Ali Asy syaukani”.Keempat: pengarang memuji dan mencela dua orang yang hidup semasa dengan belia, yaitu :Al Imam Al Mahdi Lidinillah Al ‘abbas bin Al Manshur,(yang dipuji) dan anaknya : Al Imam Al Manshur Billah (yang dicela). Lihat biografi mereka berdua halaman (50 dan 51).

Kelima: Risalah ini bersamaan dengan risalah yang lain yang milik beliau juga dengan judul: “Ithla’ Arbabi Al Kamal Ala Risalti Al Jalal Fi Al Hilal Fi Ikhtilal”. Dan risalah ini ada namanya di “Al Badru Ath-Tholi’” (2/220).Sifat Dari Manuskrif Ini:

Manuskrif ini terdapat dalam kumpulan yang mencakup 23 risalah, seluruhnya milik As Syaukani, pada setiap halaman jumlah barisnya sampai 33 baris, dan jumlah kalimatnya 14 kalimat, tulisannya naskh bagus dan jelas, dan tidak ada yang terhapus keculai tiga kalimat disebabkan oleh kelembaban dan lain-lain. Dan manuskrif ini diawalnya terdapat Risalah yang lain dan diakhirnya risalah yang ketiga dengan judul: “Ithla’ Arbabi Al Kamal Ala Risalti Al Jalal Fi Al Hilal Fi Ikhtilal”.Kerja Saya (Pentahqiq) Dalam Risalah ini:

[1] Menulisnya, memperbaiki apa yang seharusnya diperbaiki dan memberi tanda baca.
[2] Mengomentari sebagian permasalahan.
[3] Menulis biografi nama-nama yang terdapat dalam risalah ini.

Judul Risalah:
Saya pilih judul risalah ini sesuai dengan yang ditulis oleh pengarang didalam kitab” Al Badru Ath Tholi’ “ (2/221) yaitu “ Risalah Tentang Hukum Maulid”. Dan apa yang didapatkan pada lembaran pertama tentang judul-judul manuskrif-maniskrif yang ada bersama kumpulan ini kemungkinan ijtihad para penulis. Dan semoga Allah memberikan taufiqNya.

Kandungan buku“RISALAH TENTANG HUKUM MEMPERINGATI MAULID NABI -shallallahu ‘alaihi wa sallam- “

Beliau-rahimahullah- telah ditanya tentang hukum maulid:

Maka dia menjawab: Saya tidak mendapatkan sampai sekarang dalil (argumentasi) didalam Al Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas dan Istidlal yang menjelaskan landasan amalan maulid, bahkan kaum muslimin telah sepakat, bahwa perayaan maulid nabi tidak ada pada masa qurun yang terbaik (para shahabat, pent), juga orang yang datang sesudah mereka (para tabi’in) dan yang datang sesudah mereka (tabi’ tabi’in). Dan mereka juga sepakat bahwa yang pertama sekali melakukan maulid ini adalah Sulthan Al Muzhaffar abu Sa’id Kukburi, anak Zainuddin Ali bin Baktakin, pemilik kota
Irbil dan yang membangun mesjid Al Muzhaffari di Safah Qaasiyyun, pada tahun tujuh ratusan, dan tidak seorangpun dari kaum muslimin yang tidak mengatakan bahwa maulid tersebut bukan bid’ah.

Dan apabila telah tetap hal ini, jelaslah bagi yang memperhatikan (para pembaca) bahwasanya orang yang membolehkan maulid tersebut setelah dia mengakuinya sebagai bid’ah dan setiap yang bid’ah itu adalah sesat, berdasarkan perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidaklah dia (yang membolehkan maulid) mengatakan kecuali apa yang bertentangan dengan syari’at yang suci ini, dan tidak ada tempat dia berpegang kecuali hanya taqlid kepada orang yang membagi bid’ah tersebut kepada beberapa macam, yang sama sekali tidak berlandasakan kepada ilmu.

Dan kesimpulannya kita tidak bisa menerima dari seseorang yang mengatakan bolehnya suatu amalan kecuali setelah dia sebutkan argumentasi yang mengkhususkan bid’ah yang dilakukannya tersebut keluar dari keumuman (hadits yang mengatakan: setiap yang baru itu adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat, pent) yang tidak dia ingkari, adapun semata-mata ungkapan yang mengatakan “kata sipulan atau pendapat sipulan” ini sama sekali tidak bermanfaat, sebab kebenaran itu lebih besar (agung) dari setiap orang, dan jikalau seandainya kita percaya (berpegang) kepada perkatan manusia dan kembali berpegang kepada omongan belaka, tiada lain orang yang membolehkan bid’ah tersebut keculai orang yang menyimpang dari jalan kaum muslimin.Adapun al ‘atirah (para keluarga rasulullah) dan para pengikutnya tidak kita temukan satu perkataan pun dari mereka yang membolehkan maulid tersebut, bahkan perkataan mereka seakan sepakat mengatakan: bid’ah ini muncul jauh dibelakangan hari, dan ia merupakan sarana yang paling jelek untuk timbulnya kerusakan (kemungkaran), oleh karena itu kamu melihat negeri ini (Yaman) bersih dari segala tipu daya orang-orang sufi, dan mulid nabi ini merupakan salah satu dari tipu daya mereka -Alhamdulillah-, dan khalifah yang terakhir yang membela (memperjuangkan) yang demikian itu adalah al Mahdi Lidinillah Al ‘Abbas bin Al Manshur, sesungguhnya dia telah melarang perayaan mulid dan memerintahkan untuk penghancuran sebagian kuburan yang diyakini oleh orang-orang awan, semoga Allah ta’ala memberikan ilham (taufig) kepada khalifah kita sekarang Al Manshur Billah -semogah Allah memeliharanya- untuk mengikuti as salafus sholeh (para shahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in dan yang mengikuti jejak mereka, pent). Karena permasalahannya sebagaimana yang ungkapkan dalam gubahan berikut ini:

Saya melihat kilatan bara api dicela-cela abu
Hampir saja bara tersebut akan menyala.

Bertebarnya bid’ah itu lebih cepat dari menyebarnya api, betapa lagi bid’ah maulid, karena diri orang yang awam sangat menyukainya (merindukanya), ditambah lagi jikalau yang hadir bersama mereka orang-orang yang berilmu, terhormat dan yang berpangkat, sesudah itu mereka (orang yang awam) akan memahami bahwasanya “ perbuatan ini (maulid) merupakan tujuan dan bukanlah suatu bid’ah”, sebagaimana yang diungkapkan dalam gubahan ini:
Orang yang berilmu yang tidak peduli dengan kesalahannya adalah kerusakan yang besar
Dan lebih rusak lagi orang yang bodoh yang banyak beribadah
Keduanya merupakan fitnah yang besar bagi alam ini
Bagi orang yang menjadikan mereka panutan didalam agamanya

Dan tidak diragukan lagi bahwasanya masyarakat awam merupakan orang yang paling cepat menerima segala bentuk sarana yang membawa kepada kerusakan, yang bisa mereka dengan sarana tersebut melakukan hal-hal yang diharamkan, seperti maulid dan semisalnya, apalagi jika ditambah dengan kehadiran orang yang yang dikenal keilmuan, kehormatan dan kedudukannya, mereka melakukan yang terlarang dengan bentuk ketaatan, tenggelam dalam jurang kebodohan dan kesesatan, sehingga mereka (orang awam) akan berlepas diri dari pelarangan sambil berkata: “Telah hadir bersama kami sayyid (tuan) si pulan, sipulan dan sipulan”.Jangankan orang yang awam, sebagian orang yang menuntut ilmupun juga telah duduk didepan saya untuk membaca (mempelajari) sebagian dari ilmu-ilmu ijtihad, lalu dia memberitahukan kepada saya: “bahwa dia telah hadir pada malan perayaan maulid tersebut, pada bulan ini (Rabiul awwal, pent)” maka saya ingkari perbuatannya, lantas dia berkata: “ telah hadir bersama kami tuan sipulan, sipulan dan sipulan”, lalu saya bertanya: “ bagaimana bentuk pelaksanaannya didepan mereka para tuan itu”, maka dia menjawab: ‘yang membaca maulid tersebut seorang laki-laki yang bodoh, sementara para tuan-tuan tersebut memukul gendang sambil menyanyi dan mendengarkannya, sampai dia berdiri seolah-olah lepas dari ikatan sambil mengucapkan: “ Selamat datang wahai cahaya mataku, selamat datang” dan berdiri pula bersamanya seluruh yang hadir termasuk para tuan tersebut dan yang lainnya, lalu dia bersuara sambil berdiri, begitu juga mereka yang hadir, tatkala capek sebagian yang hadir lalu dia duduk, lalu sebagian para tuan tersebut melarangnya sambil berkata yang dimukanya terlihat kemarahan-: “berdiri wahai sibodoh”, (dengan lafazd seperti ini), dan mereka tidak ragu lagi bahwasanya Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam telah sampai kepada mereka pada waktu itu, kemudian mereka saling bersalaman dan sebagian orang yang awam dengan segera memberikan bermacam-macam wangian ketangan mereka, seolah-olah mereka sedang mempergunakan kesempatan bertemu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallm, innalillahi wainnailaihi raji’un !! lalu mana kehormatan (kemuliaan) agama ini ?, jikalau sudah hilang, mana rasa malu dan akal yang sehat ? .Seandainya tidak ada terjadi dihadapan mereka para tuan tersebut satupun dari bentuk kemungkaran, -sabagaimana persangkaan baik kita terhadap mereka,- tapi apakah mereka tidak tahu bahwa orang awam menjadikan yang demikian itu sebagai sarana untuk kemungkaran, menutupi dengan kehadiran mereka segala bentuk kemungkaran, melakukan pada perayaan maulid mereka- yang tidak dihadirinya- setiap kemungkaran, sambil berkata: telah hadir dalam perayaan maulid sipulan, sipulan dan sipulan, mereka berpegang dengan nama maulid.

Maka disini jelaslah bagimu rusaknya I’tidzar (dalil) sebagian orang yang membolehkannya dengan alasan “ apabilah tidak terjadi dalam perayaan tersebut kecuali berkumpul untuk makan dan dzikir, maka tidak apa-apa, dan ini tidak mengharuskan haramnya hal-hal yang terlarang yang menyertai maulid tersebut”.Karena kita katakan: Perayaan maulid dalam posisinya sebagai bid’ah -sesuai dengan pengakuanmu- biasanya disertai dengan banyak bentuk kemungkaran dan sudah menjadi sarana untuk melakukan kemaksiatan yang banyak. Dan adanya perayaan maulid seperti ini yang tidak mencakup selain makanan dan dzikir labih baik dari kibriit (permata) yang merah.

Dan telah tetap bahwa “saddudz dzarai’ (menutupi jalan-jalan)) dan melarang seluruh sarana yang menjurus kepada sesuatu yang terlarang” merupakan Qaedah Syariat yang amat penting, yang dianggap wajib oleh para jumhur (ulama). Dan jikalau seandainya masih ada dalam dirimu rasa inshof janganlah kamu ingkari permasalahan ini.Dan jika telah jelas bagi anda bahwa tiada seorangpun dari ahli bait dan para pengikut mereka yang membolehkan perayaan Maulid, dan anda ingin juga mengetahui pendapat ulama selain ahli bait, maka keterangannya sebagai berikut :

Kami telah jelaskan pada anda bahwa semua kaum muslimin telah bersepakat bahwasanya ia adalah bid’ah, hanya saja para penguasa berpengaruh besar dalam menghidupkan bid’ah atau menghancurkannya. Maka tatkala sang pencetus perbuatan bid’ah ini adalah seorang raja yaitu saaidah bin dihyah(), dimana beliau menyusun sebuah karangan dalam masalah itu yang dinamakannya :

“Penjelasan Gamlang Tentang Maulid Sang Pemberi Kabar Gembira Dan Penakut”, meskipun beliau ahli dalam masalah ilmu hadits, tetapi kitab tersebut kosong dari dalil-dalil yang kuat, tidak dapat diingkari, ia membolehkan nya dengan imbalan seribu dinar -sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Khallakaan – dan cinta dunia, bisa berbuat lebih dari ini.Kemudian setelah terjadi perayaan maulid ini, tegaklah perselisihan yang besar, dan bermunculanlah karangan-karangan tentang masalah ini, antara yang melarang dan yang membolehkan, diantara pengarang-pengarang tersebut ialah Alfakihany Almaliky menulis sebuah kitab yang berjudul : “Pendapat Yang Mendasar Dalam Pelaksanaan Maulid” di dalamnya beliau mencela dan mencaci, dan diantara gubahan dalam kitab itu yang ditujukan kepada gurunya Al-Qusyairy :Kemunkaran telah dianggap baik.
Dan kebaikan menjadi munkar di zaman yang pelik.
Para ulama tak bernilai lagi.
Sedangkan orang-orang bodoh mendapat kedudukan tinggi
Mereka menyeleweng dari kebenaran.
Dulunya pemimpin-pemimpin mereka tak diperhatikan
Maka kukatakan kepada orang-orang baik lagi bertaqwa
Dan beragama, tatkala memuncaknya kesedihan
Janganlah kalian menyesali keadaan, telah tiba
Giliran mu pada masa yang asing.

Kemudian juga Al-Imam Abdillah bin Al-Haaj dengan nama kitabnya : “Pintu Masuk Dalam Mengamalkan Maulid”, dan Imam Ahli Qiro-at Al-Jazary dengan nama kitabnya: “Pengenalan Terhadap Maulid Yang Mulia”, dan juga Imam Al-Hafidz Ibnu Naashir() dengan kitabnya: “Sumber Utama Dalam Pelaksanaan Maulid Sang Pembawa Petunjuk”, dan Imam Suyuthi dengan kitabnya : “Tujuan Yang Baik Dalam Melaksanakan Maulid” di antara mereka ada yang benar-benar tidak membolehkan, dan ada juga yang membolehkan dengan bersyarat kalau tidak dicampuri oleh hal-hal yang munkar, meskipun mereka mengakui bahwasanya itu merupakan perbuatan bid’ah, namun mereka tidak mampu untuk memberikan argumentasi yang kuat, adapun dalil mereka dengan hadits bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikala sampai di Madinah beliau mendapati orang-orang yahudi berpuasa pada hari asyura, lalu beliau menanyakan sebabnya, hari tersebut adalah hari dimana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan membinasakan Fir’aun, lalu kami berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur kepada Allah ta’ala sebagaimana yang dilakukan Ibnu Hajar(), atau dengan hadits bahwasanya Rasulullah e mengaqiqahkan dirinya sendiri setelah kenabian(), sebagaimana yang dilakukan suyuthi, ini merupakan suatu yang sangat aneh dimana itu terjadi karena keinginan untuk menegakkan bid’ah.Walhasil bahwa sesungguhnya orang-orang yang membolehkan – yang mereka itu segelintir kalau dibandingkan dengan orang-orang yang mengharamkan – mereka sepakat bahwasanya tidak boleh kecuali dengan syarat hanya untuk makan-makan dan berdzikir. Telah kita jelaskan bahwasanya ia sudah menjadi wacana untuk hal-hal yang munkar. Hal ini tidak satu pun yang bisa mengingkarinya. Dan adapun peringatan maulid seperti ini yang terjadi sekarang semuanya bersepakat bahwa ia tidak boleh. Rasanya semua ini sudah cukup bagi kita, meskipun semestinya membutuhkan penjelasan yang panjang lebar, membeberkan pendapat-pendapat orang yang membolehkan kemudian dibantah, hal yang demikian tentu akan menghasilkan beberapa buah buku. Dan Allah tentu akan mengilhamkan kepada salah seorang petinggi negara untuk mencegah perbuatan ini, maka ia akan mudah dikikis habis, yaitu dengan mencegah generasi yang akan diajak untuk melakukan perayaan maulid serta mengecamnya. Cara seperti ini bisa dilakukan oleh setiap orang.

Adapun pertanyaan anda tentang kejadian besar yang terjadi di Qotor Tuhamy, di mana mereka menghiasi batu-batu, lalu mereka tawaf di sekelilingnya, sebagai mana tawaf di sekeliling Ka’bah, telah sampai kepada orang yang mencintai anda – yaitu pengarang (pent)- pertanyaan sebagian pemuka penduduk Tuhamah, yang ditulis oleh Sayyid Muhammad Ahmad An-Nu’amy, pertanyaan itu telah saya jawab dengan panjang lebar, maka bacalah ia kalau memungkinkan, dan pertanyaan itu memuat keyakinan mereka terhadap orang-orang yang telah mati, dan batu-batu itu, bahwasanya dia dapat memberikan mudharat dan manfaat, hal ini adalah perbuatan kufur() yang tidak diragukan lagi, bahkan ia lebih dari kekufuran penyembah-penyembah berhala dulu, karena orang-orang itu berkata: kami mengibadati berhala-berhala itu agar mereka mendekatkan kami kepada Allah sedekat-dekatnya. Sedangkan mereka ini berkata: kami ibadati mereka supaya dapat memberikan mudharat dan manfaat, maka musibah mana yang lebih keji dari pada kekufuran, dan kemungkaran mana yang lebih dahsyat dari nya ?! dan bagaimana bisa orang yang sanggup untuk melaksanakan perintah-perintah beranggapan bahwasanya ia termasuk orang-orang yang beriman, sedangkan saudara-saudara sesama muslim telah terjerumus kedalam kekufuran yang nyata ? Innalillahi wa inna ilaihi rooji’uun, dan semoga Allah merahmati Al-Mahdy lidinillah Al-Abbas bin Mansur Beliau telah berusaha menghancurkan kemungkaran di setiap tempat, dan semoga Allah mengilhami pemimpin zaman sekarang untuk melakukan kewajiban yang sangat penting ini.

Sebagai kesimpulan, tidak ada seorangpun yang membutuhkan dalil tentang jeleknya amalan ini, tiada seorang muslimpun yang ragu akan kufurnya perbuatan ini, dan tiada seorangpun yang menyelisihi tentang buruknya kekufuran, Al-Qur’an dan sunnah penuh oleh dalil-dalil yang menetapkan jeleknya kekufuran, yang membeberkan kepada orang kafir apa-apa yang mereka yakini. Siapa yang membaca satu lembar saja dari Al-Quran niscaya ia akan menemukan dalil-dalil tentang tauhid, dan tentang jeleknya syirik dan kufur, apa yang membuatnya puas dan merasa cukup, maka tidak akan ada faedahnya kalau kita berpanjang lebar, jikalau ada orang yang ingin menyebutkan secara detil dalil-dalil tentang itu baik naql ataupun akal, pasti akan mengeluarkan kitab yang berjilid-jilid.

Ya Allah sesungguh Engkau mengetahui bahwa kemampuan kami terbatas untuk melawan kerusakan-kerusakan ini dan menghancurkan kemungkaran-kemungkaran ini, tidaklah ada yang bisa kami lakukan kecuali hanya memberi peringatan dan menyampaikan, dan itu telah kami lakukan. Ya Allah turunkan murka Mu karena agama Mu, dan sucikanlah ia dari noda-noda para syetan yaitu mereka-mereka yang menyembah kubur, dan selamatkanlah kami dari kotoran-kotoran yang mengeruhkan kesucian agama yang kokoh ini.
Ditulis oleh penjawab Muhammad bin Ali As-Syaukany pada subuh hari kamis Bulan Rabiul awwal 1306 H.

Tamat
[Disalin dari buku “Maa hukmul Ihtifal bi maulidin -Naby”
, ditulis oleh Imam Syaukani, editor Abu Ahmad Abdul Aziz bin Ahmad bin Muhammad bin Hamuud Al Musyaiqih, diterjemahkan oleh Ali Musri Lc, Aspri Rahmat Lc, Arifin Badri Lc, dan M. Nur Ihsan Lc.]

 

April 13, 2007

Hukum Khitan Dalam Islam


Oleh
Salim bin Ali bin Rasyid Asy-Syubli Abu Zur’ah
Muhammad bin Khalifah bin Muhammad Abu Ar-Rabah Abu Abdirrahman
 
KHITAN

Telah tsabit masalah khitan dalam sunnah yang suci dalam beberapa hadits di antaranya :
[1]. Abu Haurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Fithrah itu ada lima : Khitan, Mencukur bulu kemaluan, Memotong kumis, Menggunting kuku dan Mencabut bulu ketiak” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (6297 – Fathul Bari), Muslim (3/257 – Nawawi), Malik dalam Al-Muwatha (1927), Abu Daud (4198), At-Tirmidzi (2756), An-Nasa’i (1/14-15), Ibnu Majah (292), Ahmad dalam Al-Musnad (2/229) dan Al-Baihaqi (8/323)]
[2]. Dari Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya kakeknya datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata. “Aku telah masuk Islam”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya.
“Artinya : Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah” [Hasan, Dikeluarkan Abu Daud (356), Ahmad (3/415) dan Al-Baihaqi (1/172). Berkata Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ (79) : Hadits ini hasan karena memiliki dua syahid, salah satunya dari Qatadah Abu Hisyam dan yang lainnya dari Watsilah bin Asqa’. Aku telah berbicara tentang kedua hadits ini dan aku terangkan pendalilan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengannya dalam Shahih Sunan Abi Daud nomor (1383)]

[3]. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahawasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Nabi Ibrahim berkhitan setelah beliau berusia 80 tahun” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (6298 – Fathul Bari), Muslim (2370), Al-Baihaqi (8/325), Ahmad (2/322-418) dan ini lafadz beliau]

Dalam hadits-hadits di atas ada keterangan masyru’nya khitan dan orang dewasa jika beluam dikhitan juga diperintahkan melakukannya.

DISYARI’ATKANNYA KHITAN BAGI WANITA

Dalam hal ini ada beberapa hadits, di antaranya.

[a]. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ummu Athiyah (wanita tukang khitan):
“Artinya : Khitanlah dan jangan dihabiskan (jangan berlebih-lebihan dalam memotong bagian yang dikhitan) karena yang demikian lebih cemerlang bagi wajah dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi suami” [Shahih, Dikeluarkan oleh Abu Daud (5271), Al-Hakim (3/525), Ibnu Ady dalam Al-Kamil (3/1083) dan Al-Khatib dalam Tarikhnya 12/291)]

[b]. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Bila telah bertemu dua khitan (khitan laki-laki dan wanita dalam jima’-pent) maka sungguh telah wajib mandi (junub)” [Shahih, Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (108-109), Asy-Syafi’i (1/38), Ibnu Majah (608), Ahmad (6/161), Abdurrazaq (1/245-246) dan Ibnu Hibban (1173-1174 – Al Ihsan)]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menisbatkan khitan pada wanita, maka ini merupakan dalil disyariatkan juga khitan bagi wanita.

[c]. Riwayat Aisyah Radhiyallahu ‘anha secara marfu’.
“Artinya : Jika seorang lelaki telah duduk di antara cabang wanita yang empat (kinayah dari jima, -pent) dan khitan yang satu telah menyentuh khitan yang lain maka telah wajib mandi (junub)” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (1/291 – Fathul Bari), Muslim (249 – Nawawi), Abu Awanah (1/269), Abdurrazaq (939-940), Ibnu Abi Syaibah (1/85) dan Al-Baihaqi (1/164)]

Hadits ini juga mengisyaratkan dua tempat khitan yang ada pada lelaki dan wanita, maka ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan.

Berkata Imam Ahmad : “Dalam hadits ini ada dalil bahwa para wanita dikhitan” [Tuhfatul Wadud].

Hendaklah diketahui bahwa pengkhitanan wanita adalah perkara yang ma’ruf (dikenal) di kalangan salaf. Siapa yang ingin mendapat tambahan kejelasan maka silahkan melihat ‘Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah (2/353) karena di sana Syaikh Al-Albani -semoga Allah memberi pahala pada beliau- telah menyebutkan hadits-hadits yang banyak dan atsar-atsar yang ada dalam permasalahan ini.

[Disalin dari kitab Ahkamul Maulud fi Sunnatil Muthahharah edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak dalam Sunnah yang Suci, hal 107-110 Pustaka Al-Haura]