Hadits Tentang Ibadah


Barangsiapa membaca/mengartikan Al Quran dengan pendapatnya sendiri (tanpa manqul), walaupun benar maka sungguh-sungguh hukumnya tetap salah (HR Abu Daud). Hadits ini lemah, diriwayatkan oleh Abu Dawud [Kitabul ‘Ilm:4/43], Tirmidzi [5/184], Nasa’i [Sunan Kubra kitab Fadhailul Quran:5/31], Ibnu Jarir at Thabari [dalam tafsirnya:1/25]. Semuanya melalui jalan (sanad yang sampai kepada) Suhail bin Mihran bin Abi Hazm al Qutha’i. [Dalam kitab Taqributtahdzib: (kunyahnya) Abu Abdillah dikatakan pula bahwa ayahnya adalah Abdullah al Qutha’i – pen] Dari Abu ‘Imran (Abdul Malik bin Habib) al Jauni, dari Jundab dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa Nabi mengatakan:…(hadits tersebut). Hadist tersebut ‘illahnya pada Suhail bin Mihran bin Abi Hazm al Qutha’i. Imam Ahmad, Ibnu Ma’in, al Bukhari dan yang lain mencacatnya (Tahdzibut tahdzib:4/261) dan Ibnu Hajar mengatakan: Dha’if (lemah). (Taqribut tahdzib:421). Demikian, sanad hadits ini lemah karena ada seorang rawi yang dha’if. Asy syekh al Albani mengatakan tentang hadits ini: Dha’if [Dha’if, Sunan Abu Dawud:3652, hal.294 dan Miyskatul Mashabih, no:235], al Baihaqi mengatakan: Pada hadits ini ada kritikan [‘Aunul Ma’bud:10/85].

 Umat ini sesaat akan mengamalkan berdasarkan kitab Allah kemudian sesaat mengamalkan berdasarkan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian setelah itu mengerjakan dengan pendapatnya maka jika mereka mengamalkan dengan pendapat mereka sesat. [HR Abu Ya’la]. Hadits ini lemah, diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam Jami’ Bayanil Ilm wa Fadhlihi no:1998, 1999, dari sahabat Abu Hurairah, Abul Aysbal mengatakan: “Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Musnadnya:10/240 no:5856” dan Al Khatib meriwayatkan dari jalannya dalam kitab Al Faqih wal Mutafaqqih:2/179, kata beliau : “Telah mengkhabarkan kepada kami al Hudzail bin Ibrahim al Jummani, ia mengatakan: Telah mengkhabarkan kepada kami Utsman bin Abdurrahman dengannya”. Sanad ini lemah sekali. Utsman bin Abdurrahman az Zuhri al Waqqoshi disepakati, bahwa haditsnya dibuang bahkan Ibnu Ma’in menganggapnya pemalsu hadits demikian pula dikatakan oleh al Haitsami dalam al Majma’:1/179. Ada mutaba’ah (dukungan) buat Utsman bin Abdurrahman yaitu dari Hammad bin Yahya al Abah, Ibnu Hajar mengatakan: “Hafalannya kurang kuat dan suka keliru”, diriwayatkan pula oleh al Khatib dalam Al Faqih wal Mutafaqqih :2/179 dari dua jalan melalui Jubarah. Dan disana ada ‘illah (kelemahan lain) yaitu lemahnya Jubarah Ibnu al Mughallis. Jadi hadits itu dengan dua jalannya tetap tidak shahih Wallahu a’lam [lihat Jami Bayanil Ilm wa Fadhlihi: 2/1039-1040 dengan tahqiq Abul Asybal]  Anas bin Malik radliyallaahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa pergi untuk menuntut ilmu, maka ia berjuang di jalan Allah (sabiilillah) hingga ia kembali” (HR. At-Tirmidzi, dia berkata : “Hadits hasan” ). Sanad hadits di atas adalah dla’if, karena ada perawi yang bernama Abu Ja’far Ar-Razi, orang yang buruk hafalannya. Lihat Silsilah Adl-Dla’iifah hadits nomor 2037; Takhrij Al-Misykah hadits nomor 220; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 1385; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 1385.  Dari Abu Sa’id Al-Khudri radliyallaahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda : Seorang mukmin tidak akan puas berbuat kebaikan hingga ia sampai ke puncaknya, yaitu surga (HR. At-Tirmidzi, ia berkata : “Hadits hasan” ). Sanad hadits di atas adalah dla’if, karena ada seseorang yang bernama Darraj Abu Samah, disebabkan periwayatannya dari Abu Al-Haitsam adalah dla’if. Lihat Takhrij Al-Misykah hadits nomor 222; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 1386; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 1386.  “Hati-hati terhadap firasat seorang mukmin. Karena dengannya ia melihat cahaya Allah”. (H.R At Tirmidzi. Hadits ini dho’if (lemah), sehingga tidak boleh diamalkan. Karena ada seorang perawi yang bernama Athiyah Al Aufi. Selain dia seorang perawi yang dho’if, diapun suka melakukan tadlis (penyamaran hadits).     

8 Komentar to “Hadits Tentang Ibadah”

  1. “Barangsiapa pergi untuk menuntut ilmu, maka ia berjuang di jalan Allah (sabiilillah) hingga ia kembali” (HR. At-Tirmidzi, dia berkata : “Hadits hasan” ). Sanad hadits di atas adalah dla’if, karena ada perawi yang bernama Abu Ja’far Ar-Razi, orang yang buruk hafalannya. Lihat Silsilah Adl-Dla’iifah hadits nomor 2037; Takhrij Al-Misykah hadits nomor 220; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 1385; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 1385.

    Saya orang awam ingin bertanya, apakah Syeikh Albani pernah bertemu Ja’far Ar-Razi? Kalau tidak, dari mana beliau tahu kalau Ja’far Ar-Razi buruk hapalannya? Tksh

    Abu al Maira :

    Apakah anda sudah baca kitab2 ini : Silsilah Adl-Dla’iifah hadits nomor 2037; Takhrij Al-Misykah hadits nomor 220; Bahjatun-Naadhiriin hadits nomor 1385; dan Takhrij Riyaadlush-Shaalihiin hadits nomor 1385.

    kalau belum, silahkan baca… Terjemahannya juga udah ada kok

  2. Terima kasih atas tanggapannya. Saya memang belum baca buku-bukunya, saya belum sempat mencarinya. Jadi saya tidak tahu apakah di buku itu ada penjelasan untuk pertanyaan saya atau tidak.

    Sepanjang yang saya tahu, ada beberapa hadits yang diriwayatkan dari jalan Ja’far ar-razi, salah satu diantaranya adalah hadits tentang qunut shubuh. Dan menurut Syeikh Albani, hadits tersebut pasti dho’if. Jadi qunut shubuh tidak disunnahkan. Apakah saya boleh mengikuti pendapatnya Syeikh Albani yang mendho’ifkan hadits dari Ja’far ar-razi, padahal saya tidak tahu persis alasan (dasar) beliau dalam menyimpulkan bahwa Ja’far ar-razi dho’if? Terima kasih sebelumnya.

    Abu al Maira :
    Insya Allah apa yang anda pertanyakan mengenai alasan Syaikh mendhaifkan hadits ada dalam buku2 tsb.

    Mengenai qunut shubuh, pembahasannya beda… Dalam artian apakah qunut shubuh yang dilarang, atau qunut shubuh terus menerus yang dilarang…

    Jika kita hanya mengikuti perkataan ulama tanpa mengetahui dalil ataupun dasar dari perkataannya, itu namanya taqlid buta [mengekor tanpa ilmu]. Dan Syaikh Al Albani pun melarang kita untuk taqlid buta [walaupun memang ada beberapa pengecualian kita dalam ber-taqlid – ini pembahasannya panjang]. Jadi ya intinya kita harus sama2 belajar….

  3. Ikut nimbrung nih…
    Kalau saya menolak hadits Anas ttg qunut shubuh terus menerus dengan alasan haditsnya dho’if, mengapa dho’if? karena salah satu rawinya bernama Ja’far ar razi tidak kuat hafalannya, dari mana saya tahu? Dari hasil kajian syeikh Al-albani. Kemudian saya percaya saja sama beliau, karena beliau kan ahli hadits.
    Apakah saya masih tergolong bertaqlid buta? Jika ya, apakah saya berdosa?
    Terus terang, bukannya saya tdk mau belajar. Saya punya banyak keterbatasan, misalnya keterbatasan dana utk membeli buku, waktu utk membaca dsb.
    Mohon pencerahan.

    Abu al Maira :

    Itulah sebabnya kita harus belajar… Kalau kita tidak mau belajar, akibatnya yaitu tadi salah satunya,,,, Taqlid buta…

  4. Maaf, kalau anda sendiri, apa sudah tidak taqlid buta? Kalau sudah tidak taqlid, tentu anda bisa menjelaskan, dari mana Syeikh Al-albani tahu kalau Ja’far ar razi tidak kuat hafalannya. Kan anda sudah baca buku-bukunya, dan semuanya ada di sana.

    Abu al Maira :

    Maaf, saya masih belajar, saya tidak taqlid buta tetapi masih belajar dengan tertatih2… Sebaiknya kita tidak senang terima instant aja, apalagi sekedar ngetest2 aja…

    Sedikit aja ya saya copas :

    Mengenai Abu Ja’far ar Razi yang telah dikritik oleh para pakar hadits, antara lain :
    Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan : “Dia bukan perawi yang kuat.”
    Ibnul Madini berkata: “Dia adalah perawi yang mencampur hadits (salah dalam meriwayatkan hadits).”
    Abu Zur’ah berkata: “Dia sering salah (dalam meriwayatkan hadits).”
    Ibnu Hibban berkata: “Dia sering bersendirian dengan riwayat-riwayat yang mungkar, meriwayatkan hadits-hadits dari para perawi yang masyhur (keterpercayaannya) .” [Coba anda baca di Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wal Maudhuah – Tidak perlu saya scan kitabnya kan…? 🙂 ]
    Ibnul Qayyim mengatakan: “Abu Ja’far telah dilemahkan oleh Imam Ahmad dan lainnya.” [Coba anda baca di Zadul Ma’ad karya Ibnul Qayyim]
    Syaikh al-Albani dalam Silsilah adh-Dhaifah hadits no. 1238, beliau mengatakan: “Hadits ini mungkar.” Dengan sebab perawi yang disebutkan di atas.

    Nah demikian deh, mudah2an anda bisa memaklumi.
    Oh ya, ini sedang tidak membahas masalah qunut atau hadits2 lainnya ya, ini sebatas jawaban mengenai pendapat Syaikh seperti yang anda tanyakan.

    Baarakallahu fiik…

  5. Terima kasih sudah jawab pertanyaan saya. Saya bertanya karena saya ingin tahu, ingin belajar, dan bukan ingin ngetest anda. Saya pun tidak suka terima instan, saya coba cari buku-buku yg anda sarankan. Saya baru dapatkan buku silsilah hadits dho’ifah, dan semua jawaban yg anda tulis, persis spt yg ada di buku tsb. Namun masih ada pertanyaan saya yg belum tuntas terjawab. Spt yg anda tulis, beberapa ulama telah mencela Ja’far ar Razi, di antaranya Ahmad bin Hanbal rhm dan Al-madini rhm. Namun saya blm menemukan riwayat yg menjelaskan bhw keduanya mencela Ja’far ar Razi. Saya tdk menemukan sumbernya di buku silsilah hadits dho’ifah. Apakah anda menemukan sumbernya di Zaadul Maad?
    Mungkin anda juga tahu bahwa beberapa hadits yg dihimpun dlm musnad Ahmad bin Hanbal bersumber dari Ja’far ar Razi, misalnya hadits ttg qunut shubuh. Apakah anda tahu penilaian beliau thdp hadits-hadits tsb? (shahih atau dho’if)

  6. Maksud saya penilaian Imam Ahmad bin Hanbal tentang hadits yg bersumber dari Ja’far ar Razi yg tertulis dalam musnad beliau? Tks

    Abu al Maira :

    Maaf, saya belum menelusuri sampai ke sana…. Nanti kalo saya ketemu, saya tulis lagi…

  7. Oh, jadi Anda belum menelusuri ya.
    Apakah ini berarti bahwa Anda juga belum mengetahui sumber asal riwayat tentang jarh Imam Ahmad bin Hanbal rhm terhadap Ja’far ar Razi?

    Abu al Maira :
    Ya memang saya belum mengetahui riwayat jarh Imam Ahmad dalam musnadnya terhadap Ja’far. Bukankah sudah saya katakan sebelumnya tentang hal ini….?

  8. Bagaimana dgn jarh dari Ibn Almadini? Apakah Anda tahu sumber riwayatnya?

    Abul Maira :

    Belum cek ke sana akhi…

Tinggalkan Balasan ke Deni Batalkan balasan